PPATK: Dana ACT Diduga untuk Aktivitas Terlarang, Laporan Sudah Ada di BNPT dan Densus
PPATK mengungkapkan sebagian dana yang dihimpun Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) digunakan untuk aktivitas terlarang
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan sebagian dana yang dihimpun Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) digunakan untuk aktivitas terlarang.
Informasi tersebut disampaikan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Baca juga: Profil ACT, Berikut Sejarah dan Para Pengurus Lembaga Aksi Cepat Tanggap
"Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).
PPATK, kata dia, sudah memberikan laporan terkait dugaan tersebut ke aparat penegak hukum, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiterror.
Ivan mengatakan, pihaknya telah memproses dugaan tersebut sejak lama.
"Kami sudah proses sejak lama dan sudah ada hasil analisis yang kami sampaikan kepada aparat penegak hukum," ujar dia.
Kendati demikian, Ivan masih belum memberikan informasi lanjutan soal hasil penelusuran pihak PPATK.
"Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," tuturnya.
Jadi sorotan
Lembaga kemanusian Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi sorotan setelah sebuah media nasional membuat laporan mengenai dugaan penyalahgunaan donasi yang diberikan masyarakat.
Baca juga: Terkait Isu Penyelewengan Dana Umat, Presiden ACT Sebut Gaya Kepemimpinan Ahyudin Cenderung Otoriter
Dalam laporan itu diberitakan pula petinggi ACT mendapatkan gaji fantastis hingga ratusan juga rupiah per bulan.
Petinggi ACT juga disebut mendapat fasilitas mobil mewah.
Bahkan disebut gaji CEO ACT mencapai Rp250 Juta per bulan.
Alhasil, ACT kemudian trending di twitter pada Senin (4/7/2022) dini hari dan dipelesetkan namanya menjadi Aksi Cepat Tilep.
Baca juga: ACT Klaim Laporan Keuangannya Selalu dapat WTP Setiap Tahun Sejak 2005
Berikut kronologi polemik ACT ini membuncah ke permukaan, jadi perbincangan publik hingga mulai dibidik Polri.
1. Awal Mula
Kronologi viralnya kasus ACT ini bermula sebuah sampul Tempo yang bertuliskan "Kantong Bocor Dana Umat."
Masih dalam unggahan yang sama ada juga sampul tertulis filantropi ACT limbung karena berbagai penyelewengan.
Baca juga: PPATK Endus Riwayat Transaksi Lembaga ACT Mengarah Kepentingan Pribadi Hingga Terorisme
Ada juga dugaan pendiri dan pihak pengelola ACT menggunakan donasi masyarakat untuk kepentingan pribadi.
Beredar juga tulisan yang menyebut gaji bos ACT mencapai 250 juta rupiah perbulan serta fasilitas mewah untuknya.
Poin-poin di atas membuat publik apalagi ACT selama ini diketahui sebagai lembaga yang bergerak di bidang kemanusiaan.
Sebagian langsung mengkritik dan mempertanyakan apakah gaji bak sultan yang diterima petinggi ACT tersebut berasal dari dana sumbangan.
Seperti diketahui, sejak berdiri pada 21 April 2005 silam, ACT termasuk lembaga yang paling getol menghimpun dana masyarakat, terutama dari kalangan umat Islam.
Baca juga: 6 Poin Penting Klarifikasi Presiden ACT kepada Publik, Singgung Izin Kemensos hingga Isu Kudeta
Dana umat yang dihimpun tak sekadar berasal dari sektor Ziswaf (zakat, infak, sedekah, dan wakaf), melainkan juga donasi bencana alam dan kemanusiaan.
Tak hanya di dalam negeri, ACT bahkan terkenal aktif menyalurkan donasi umat tersebut ke sejumlah negara Islam seperti Palestina.
2. Polisi mulai bergerak
Mabes Polri dikabarkan mulai bergerak menelusuri kasus ACT ini.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) menyatakan pihaknya sedang mendalami soal ramainya perbincangan soal dugaan penyelewengan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, Bareskrim sudah mulai melakukan penyelidikan.
"Info dari Bareskrim masih proses penyelidikan dulu," kata Dedi saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).
Kendati demikian, Dedi masih belum merincikan lebih lanjut soal proses penyelidikan yang dimaksudkannya itu.
3. Klarifikasi dan permohonan maaf ACT
ACT menyampaikan permohonan maaf terkait dugaan penyelewengan dana.
“Kami sampaikan permohonan maaf atas pemberitaan ini, kami ucapkan terima kasih ke majalah Tempo. Di atas semua pemberitaan itu jadi manfaat bagi kita semua,” kata Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Menara 165, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).
Ibnu menambahkan ACT perlu memberikan beberapa pernyataan melakukan klarifikasi.
Baca juga: Pengakuan Presiden ACT soal Dugaan Penyelewengan Dana Umat: Minta Maaf hingga Turunkan Gaji Petinggi
Terlebih karena ACT sebagai sebuah lembaga kemanusiaan global yang berkiprah di 47 negara dan sepanjang tahun 2020 telah melakukan 281.000 aksi kemanusiaan.
Ibnu pun menjelaskan ACT telah melakukan restrukturisasi organisasi sejak Januari 2022, utamanya dalam menghadapi dinamika lembaga serta situasi sosial ekonomi pascapandemi.
ACT juga melakukan penggantian Ketua Pembina ACT.
Saat ini ACT terdiri dari 78 cabang di Indonesia, serta 3 representative di Turki, Palestina dan Jepang dan ACT melakukan banyak perombakan kebijakan internal.
"Sejak 11 Januari 2022 tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga. Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar,” ujarnya.
Adapun restrukturisasi yang dimaksud, termasuk manajemen, fasilitas dan budaya kerja.
Pergantian managemen ini dianggap titik balik momentum perbaikan organisasi dengan peningkatan kinerja dan produktifitas.
Dia mengatakan tercatat pada 2021 lalu, jumlah karyawan ACT 1.688 orang.
Sementara Juli 2022 telah dikurangi menjadi 1.128 orang.
ACT, kata dia, juga telah melakukan pengurangan jumlah karyawan untuk peningkatan produktifitas.
"SDM kita saat ini juga dalam kondisi terbaik, tetap fokus dalam pemenuhan amanah yang diberikan ke lembaga.," ujar Ibnu.
Ibnu Khajar mengatakan restrukturisasi yang terjadi juga berupa penyesuaian masa jabatan pengurus menjadi tiga tahun dan pembina menjadi empat tahun.
Selain itu, sistem kepemimpinan akan diubah menjadi bersifat kolektif kolegial yakni melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam mengeluarkan kebijakan melalui mekanisme musyawarah mencapai mufakat.