Bantah PPATK, Presiden Aksi Cepat Tanggap: Kami Tidak Pernah Berurusan dengan Teroris
Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar membantah soal lembaganya disebut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) danai teroris
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar membantah soal lembaganya disebut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terindikasi terlibat dalam pendanaan terorisme.
"Dana yang mana? Kami ingin sampaikan ini supaya lebih lugas karena kami tidak pernah berurusan dengan teroris," kata Ibnu saat konferensi pers di Kantor ACT, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).
Ibnu mengatakan, pihaknya bingung terhadap temuan tersebut lantaran dalam beberapa program ACT selalu mengundang gubernur hingga menteri.
"Setiap program kami lakukan setiap undang entitas apakah gubernur, bupati, atau menteri hadir atau bantuan pangan yang seribu ton itu dilakukan di depan Mabes TNI, kita gunakan kerjasama waktu itu dengan Pangdam Jaya untuk distribusi bantuan dengan bagus," ujarnya.
Ibnu juga mengakui pernah memberikan bantuan kepada korban Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Ia menyebut, bantuan tersebut sebagai bentuk kepedulian terhadap kemanusiaan karena korban perang.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa pihaknya telah mencurigai adanya transaksi mencurigakan di lembaga amal ACT.
Tak hanya dipakai kepentingan pribadi, akan tetapi adanya indikasi penyaluran kegiatan terorisme.
"Transaksi yang kami proses mengindikasikan demikian. Indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).
Ivan menuturkan bahwa laporan hasil analisis juga telah dikeluarkan PPATK sejak lama. Adapun laporan itu juga telah diteruskan kepada penegak hukum yaitu Densus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Baca juga: Presiden ACT Akui Soal Gaji Rp 250 Juta, Kini Tak Sampai Rp 100 Juta karena Donasi yang Masuk Turun
"Sudah kami serahkan hasil analisisnya kepada aparat penegak hukum sejak lama. Ya, Densus dan BNPT," jelas Ivan.
Ivan menambahkan bahwa laporan hasil analisis itu harus dilakukan proses pendalaman terlebih dahulu. Karena itu, aparat penegak hukum diminta segera melakukan pengusutan.
"Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, jagat media sosial ramai membincangkan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap atau ACT, yang diduga menyelewengkan dana sumbangan dari umat.
Tagar #JanganpercayaACT menjadi trending topic di Twitter sejak Senin (4/7/2022) dini hari.
Pengguna media sosial mempermasalahkan transparansi ACT dalam hal penyaluran dana donasi.
Bahkan dlam sebuah laporan berita media, gaji CEO ACT disebut mencapai Rp250 Juta per bulan.
Sementara gaji pejabat menengahnya mencapi Rp80 Juta perbulan, ditambah fasilitas mobil Alphard atau Fortuner. (*)