Dugaan Human Error Erupsi Semeru di Lumajang, Komnas HAM Tak Ingin Ada Lagi Kejadian Salim Kancil
Bupati dan Kapolres Lumajang diminta jamin keamanan warga Candipuro yang jalan kaki ke Jakarta adukan human error erupsi gunung semeru.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara meminta kepada Bupati Lumajang Jawa Timur, Kapolres Lumajang, hingga Polda Jawa Timur menjamin keamanan Nurkholik (39), Supangat (52), Nurkholik (39), Masbud (36), serta warga lainnya.
Mereka adalah tiga warga Dusun Kamar Kajang Desa Sumber Wuluh Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang Jawa Timur korban erupsi Gunung Semeru yang berjalan kaki ke Jakarta untuk mengadukan human error yang diduga dilakukan perusahaan tambang pasir CV Duta Pasir Semeru (DPS) terkait erupsi Gunung Semeru.
Beka Ulung Hapsara mengatakan para warga yang tengah memperjuangkan haknya dengan berjalan kaki ke Jakarta tersebut perlu dijamin keamanannya dari ancaman baik berupa fisik maupun verbal.
"Kita juga tidak ingin ada lagi kejadian seperti Salim Kancil di Lumajang," kata Beka Ulung Hapsara usai pertemuan di Kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (11/7/2022).
"Saya kira kejadian Salim Kancil ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa memperjuangkan hak itu, adalah konstitusional, itu dilindungi oleh konstitusi. Semua pihak harus menjamin hak atas rasa aman, hak hidup maupun hak atas keadilan," lanjut Beka Ulung Hapsara.
Diberitakan sebelumnya Nurkholik mendatangi kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (11/7/2022) untuk mengadukan dugaan human error terkait bencana erupsi Gunung Semeru tersebut yang berdampak pada mereka dan warga lainnya.
Berjalan kaki sejak 21 Juni 2022 lalu menyusuri jalur utara Pulau Jawa, Nurkholik mengatakan hanya membawa bekal seadanya berupa uang ala kadarnya untuk makan, pakaian, dan obat-obatan.
Selama berjalan kaki, ungkapnya, mereka tidur di masjid-masjid di jalur yang merek lintasi.
Selain itu, kata dia, pernah juga mereka mampir ke Pondok Pesantren Buntet di Jawa Tengah untuk beristirahat.
"Setiap kami mampir ke suatu tempat kami pasti membicarakan (persoalan yang dihadapi) dan alhamdulillah semua mendukung," kata Nurkholik di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (11/7/2022).
Baca juga: Jalan Kaki dari Lumajang, 3 Warga Adukan Dugaan Human Error Terkait Erupsi Semeru 2021 Ke Komnas HAM
Selain kerap menahan lapar dan lelah, Nurkholik, dan kawan-kawan juga mendapatkan intimidasi dari pihak-pihak tertentu.
Intimidasi tersebut, kata dia, di antaranya adalah berupa ancaman untuk ditabrak.
Ia mendengar ancaman tersebut setelah diperingati oleh kawannya yang mendengar dari pihak yang diduga keluarga pemilih perusahaan tambang pasir yang berselisih dengan warga terkait aktivitas pembangunan tanggul melintang di aliran sungai tempat mereka tinggal bersama warga lainnya.
"Dan ada pelemparan batu di genteng rumah saya juga, di genteng saya. Tapi alhamdulillah kami juga tidak pernah mundur dan kami akan terus menyuarakan ini," kata Nurkholik.
Mendapatkan tantangan tersebut, Nurkholik bersyukur keluarganya mendukung apa yang dilakukannya bersama rekan-rekan.
Istri-istri mereka, kata Nurkholik, juga memberikan dukungan kepada aksi yang mereka lakukan.
"Keluarga kami sangat mendukung, terutama istri-istri kami bertiga ini sangat mendukung dan sepakat untuk apapun yang terjadi tetap maju," kata dia.
Baca juga: Komnas HAM Akan Minta Keterangan Pemkab Lumajang Hingga Polisi Soal Dugaan Human Error Erupsi Semeru
Usai pertemuan, Nurkholik mengatakan ia dan warga telah berulang kali menyampaikan baik kepada perusahaan, Kementerian ESDM, Bupati Lumajang, DPRD Kabupaten Lumajang, dan kepolisian terkait kondisi pertambangan yang sudah mengkhawatirkan warga.
Namun demikian, kata dia, laporan tersebut tidak diindahkan hingga saat ini.
"Kalau ke Bupati sudah sering, kami ke Pemkab, ke DPRD hearing, dan melaporkan itu sering kami. Sampai bosan kami," kata Nurkholik.
"Makanya kami sampai merasa sudah tidak ada lagi tempat kecuali kami berjalan walaupun kami seadanya berjalan, kami sudah mengumpulkan tekad kami untuk berjalan dan menahan semua kelaparan semua apalah," kata dia.
Nurkholik mengungkapkan human error tersebut diduga dilakukan oleh CV Duta Pasir Semeru (DPS) yang melakukan aktivitas penambangan pasir di sekitar wilayah tempat tinggal mereka.
Ia mengatakan, perusahaan tersebut sebenarnya telah mendapatkan izin sejak 2015.
Namun demikian, kata dia, aktivitas CV DPS pada 2019 sampai 2020 kegiatan pertambangan tersebut mulai mengkhawatirkan karena perusahaan tersebut membangun tanggul-tanggul melintang untuk menutup atau menghambat aliran lahar atau aliran air.
Selain itu, kata dia, perusahaan tersebut juga membangun kantor dan workshop di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menyebabkan pendangkalan sungai mengingat rumah mereka berada di sekitar aliran sungai.
"Kami duga perusahaan (melakukan) ini untuk menjebak pasir atau mempermudah untuk pengambilan pasir," kata Nurkholik.
Baca juga: Kisah Korban Erupsi Semeru Jalan Kaki Dari Lumajang Ke Jakarta, Tidur di Masjid dan Diancam Ditabrak
Dalam pertemuan tersebut, anggota tim advokasi dari LBH Damar Indonesia, Dimas, berharap masalah tersebut dapat terungkap dan keadilan bagi masyarakat Lumajang bisa segera ditegakkan.
Dimas juga membawa sejumlah bukti terkait proses advokasi mereka di antaranya berupa foto dan berkas surat menyurat kepada pihak terkait untuk diserahkan ke Komnas HAM RI.
"Dan (harapannya) pertambangan yang ada di aliran Gunung Semeru bisa dilakukan evaluasi dengan jelas dan oknum-oknum siapapun itu bisa ditindak secara hukum, secara adil," lanjut Dimas.