Vasyl Hamianin Sebut Peran Luar Biasa Penyair Chairil Anwar dalam Perjuangan Kemerdekaan RI
Vasyl mengatakan perjuangan melalui sastra bagi rakyat Ukraina melawan penindasan Rusia sangatlah panjang
Penulis: Willem Jonata
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mengingatkan peran besar penyair Chairil Anwar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Menurut dia, karya-karya Chairil Anwar memberi semangat luar biasa dalam upaya membentuk perlawanan terhadap penjajah.
Demikian disampaikan Vasyl Hamianin di hadapan civitas akademika Program Studi Hubungan Internasional (FI) Universitas Islam Indonesia (UII) dalam acara bertajuk Lecture yang bertajuk “The Ukrainian Questions in Global Politics” di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII, Kaliurang, Senin (18/7/2022).
“Chairil Anwar adalah pemuda yang memberikan peran luar biasa bagi perjuangan Indonesia. Perjuangannya adalah sesuatu yang luar biasa,” tuturnya.
Tahun ini adalah perayaan 100 tahun Charil Anwar. Sastrawan kelahiran 26 Juli 1922 itu dikenal sebagai ‘Si Binatang Jalang’, dari karyanya berjudul Aku.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah 28 April 1949, Penyair Chairil Anwar Meninggal Dunia
Chairil Anwar menjadi pelopor Angkatan 45 sebagai perlawanan terhadap kooptasi budaya yang dilakukan penjajah Jepang yang membentuk Pusat Kebudayaan atau Keimin Bunka Shidoso.
Vasyl mengatakan perjuangan melalui sastra bagi rakyat Ukraina melawan penindasan Rusia sangatlah panjang.
Dimulai sejak tahun 1720 ketika Tsar Peter I mengeluarkan dekrit yang melarang penerbitan dalam bahasa Ukraina dan memerintahkan untuk menyita semua buku gereja Ukraina.
Tekanan terhadap Bahasa semakin keras di tahun 1847 ketika karya-karya sastra Ukraina seperti Shevchenko, Kostomarov, Kulish, dan sebagainya, dilarang oleh Rusia.
Pembantaian budayawan Ukraina tahun 1930-an dan puncaknya ketika Konferensi Tashkent tahun 1979 memutuskan bahasa Rusia adalah bahasa seluruh wilayah Uni Soviet.
Rektor UII, Prof. Fathul Wahid dalam sambutannya menyebutkan sejalan dengan pemerintah, UII selalu berkomitmen untuk menjalankan amanat konstitusi UUD 1945 untuk mewujudkan perdamaian dunia.
“UII juga bersimpati atas krisis kemanusiaan yang muncul di Ukraina sebagai konsekuensi dari adanya perang yang berkelanjutan. Rektor UII juga menyatakan bahwa dunia harus mengecam segala bentuk agresi yang mengancam kemanusiaan dan perdamaian dunia,” tegasnya.
Hubungan diplomatik Indonesia dan Ukraina telah terjalin sejak tahun 1992 di mana kedua negara telah melakukan kerja sama yang baik dalam bidang ekonomi.
Namun, kondisi krisis kemanusiaan yang terjadi memunculkan kekhawatiran. Bukan hanya karena hal tersebut menggoyahkan stabilitas Ukraina, namun juga berdampak signifikan pada stabilitas global.
Baca juga: 100 Hari Invasi Rusia, Vasyl Hamianin: Bangsa Ukraina Bayar Harga Sangat Mahal untuk Kemerdekaannya
Sedikitnya 400 orang peserta yang berasal dari kalangan sivitas akademika UII serta masyarakat umum mengikuti kegiatan yang diharapkan membuat para peserta yang hadir lebih memahami mengenai permasalahan Ukraina secara objektif dan berimbang.
Kegiatan ini menjadi penting karena sejak Perang Rusia-Ukraina bermula pada Februari 2022, belum tampak pertanda konflik bersenjata di antara kedua negara tersebut akan berakhir.
Ada beberapa argumen mengapa perang Rusia-Ukraina belum akan berakhir dalam waktu dekat.
Argumen pertama menyatakan bahwa perang ini segera berakhir karena adanya keterlibatan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang berperan secara aktif dalam menahan gempuran Rusia terhadap Ukraina.
Argumen lainnya menyatakan pula bahwa perang tidak bisa berakhir karena adanya visi geopolitik Rusia yang hendak membangun Pax Rosica, istilah historiografis untuk menyebut masa-masa damai ala Rusia di kawasan Eropa.
Dalam kegiatan itu, seluruh peserta mengheningkan cipta selama beberapa saat untuk mengenang para korban pesawat Maskapai Malaysia bernomor penerbangan MH17 yang ditembak oleh senjata Rusia pada 17 Juli 2014 di Ukraina Timur.
Seluruh penumpang dan awak pesawat Boeing 777-200 penerbangan Amsterdam-Kuala Lumpur berjumlah 298 orang dengan 12 diantaranya WNI dan 1 bayi tewas. Hingga kini Rusia menyangkal dan menolak meminta maaf.