Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Sikapi Langkah Dirut Anak Usaha Summarecon Agung Ajukan Praperadilan: Tak Mungkin Kalau Saksi

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata angkat bicara soal upaya hukum Dirut anak usaha Summarecon Agung ajukan praperadilan.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in KPK Sikapi Langkah Dirut Anak Usaha Summarecon Agung Ajukan Praperadilan: Tak Mungkin Kalau Saksi
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata angkat bicara soal upaya hukum Dirut anak usaha Summarecon Agung ajukan praperadilan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Java Orient Property (JOP) Dandan Jaya Kartika melakukan upaya hukum praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

PT Java Orient Property diketahui merupakan anak usaha dari PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).

Dandan menggugat KPK lantaran tidak terima dijadikan tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk Oon Nusihono.

Namun, KPK sendiri belum mengumumkan penetapan tersangka Dandan Jaya Kartika.

Menyikapi hal tersebut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata angkat bicara.

"Enggak mungkin kalau baru saksi mengajukan praperadilan, silakan simpulkan sendiri kan sudah saya kasih clue-nya," kata Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (21/7/2022).

Baca juga: KPK Dalami Arahan Haryadi Suyuti agar Perizinan Summarecon Agung Diterbitkan Pemkot Yogyakarta

Berita Rekomendasi

Alex, sapaan Alexander, menjelaskan pihak yang mengajukan gugatan praperadilan biasanya terkait upaya paksa seperti penggeledahan, penahanan, maupun penetapan tersangka.

"Kalau saja yang mengajukan praperadilan itu apakah penggeledahan sah itu atau tidak, penahanan sah atau tidak, termasuk penetapan tersangka," jelas Alex.

Dandan sebelumnya pernah diperiksa KPK dalam kasus dugaan suap proyek Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta terhadap eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

Baca juga: Kasus Suap Eks Wali Kota Yogyakarta, KPK Periksa Direktur Proyek Summarecon Agung

Dalam petitumnya, Dandan meminta mejelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: B/282/DIK.00/23/06/2022 tanggal 03 Juni 2022 yang menetapkannya sebagai tersangka dan tidak berdasar atas hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Dalam kasus ini, sebelumnya KPK telah menetapkan eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti; Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, Nurwidhihartana; dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono, sebagai tersangka penerima suap.

Sedangkan sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk, Oon Nusihono.

Sebagai pemberi, Oon dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Baca juga: KPK Temukan Banyak Dokumen IMB yang Dimanipulasi Summarecon Agung

Sementara selaku penerima, Haryadi, Nurwidhihartana dan Triyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Kasus ini bermula ketika Oon selaku petinggi PT Summarecon Agung Tbk melalui Direktur Utama PT JOP Dandan Jaya mengajukan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro pada 2019.

Proses permohonan izin kemudian berlanjut di tahun 2021.

Untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat Wali Kota Yogyakarta.

Diduga, ada kesepakatan jahat antara Oon dan Haryadi.

Kesepakatan jahat keduanya antara lain, Haryadi berkomitmen kepada Oon akan selalu mengawal permohonan IMB untuk pembangunan Apartemen Royal Kedhaton dengan memerintahkan anak buahnya.

Haryadi menyuruh anak buahnya yakni, Kadis PUPR saat itu untuk segera menerbitkan IMB.

Haryadi juga memerintahkan agar penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton yang diminta Oon Nusihono disertai dengan uang pelicin.

Namun dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi terkait IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton.

Di antaranya, terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan, khususnya terkait tinggi dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.

Mengetahui ada kendala tersebut, Haryadi langsung menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan Oon.

Salah satunya, dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal agar IMB yang diminta Oon dapat segera diterbitkan.

Selama proses penerbitan izin IMB Apartemen Royal Kedhaton, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp50 juta dari Oon untuk Haryadi melalui Triyanto Budi Yuwono. Aliran uang juga mengalir ke Nurwidhihartana.

Berlanjut pada tahun 2022, IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP akhirnya terbit.

Atas terbitnya IMB tersebut Oon menemui Haryadi di rumah dinasnya dan menyerahkan uang sekira 27.258 dolar AS yang dikemas dalam goodie bag.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas