Peran Ahyudin dan Ibnu Khajar: Pangkas Donasi ACT 30 Persen dan Selewengkan Uang Korban Lion Air
Ahyudin diduga menyelewengan donasi umat dengan memangkas sebesar 30 persen dari jumlah donasi yang telah didapatkannya setiap bulan.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus penyelewengan donasi umat. Lantas, apa peran kedua tersangka?
Adapun saat itu Ahyudin menjabat sebagai Ketua Pengurus ACT sekaligus Ketua Pembina ACT pada periode 2019-2022. Dia menjadi pengendali dan badan hukum yang terafiliasi dengan ACT.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyampaikan bahwa Ahyudin diduga menyelewengan donasi umat dengan memangkas sebesar 30 persen dari jumlah donasi yang telah didapatkannya setiap bulan.
"Tahun 2015 bersama membuat SKB pembina dan pengawas yayasan ACT perihal pemotongan donasi sekitar 20-30 persen, tahun 2020 bersama membuat opini dewan syari'ah yayasan ACT tentang pemotongan dana operasional sebesar 30 persen dari dana donasi," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Selain itu, kata Ramadhan, Ahyudin juga diduga menyelewengkan dana bantuan Boeing atau Boeing Comunity Invesment Found (BCIF) terhadap ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 lalu.
Menurutnya, uang itu kemudian digunakan Ahyudin untuk kepentingan pribadi para pengurus yayasan ACT. Satu di antaranya dengan memakai uang itu dengan menggaji para pengurus yayasan dengan fantastis.
Adapun para petinggi ACT itu mendapatkan gaji dengan kisaran Rp50 hingga Rp450 juta dalam sebulan. Sedangkan Ahyudin mendapatkan gaji Rp450 juta dan Ibnu Khajar mendapatkan gaji Rp200 juta setiap bulan.
"Hasil usaha dari badan hukum yang didirikan oleh yayasan tak harusnya juga digunakan untuk tujuan berdirinya yayasan akan tetapi dalam hal ini A menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Kemudian menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul termasuk dari dana Boeing tidak sesuai dengan peruntukannya," ungkapnya.
Di sisi lain, Ramadhan menuturkan tersangka Ibnu Khajar juga memiliki peran yang tak jauh berbeda. Dia diduga membuat kebijakan pemotongan donasi umat sebesar 30 persen.
Baca juga: Polisi Beberkan Gaji Empat Tersangka Pimpinan ACT Antara Rp50-450 Juta: Begini Rinciannya
"Saudara IK perannya Ketua Pengurus ACT periode 2019-sekarang mensreanya tahun 2020 bersama membuat opini dewan syariah yayasan ACT tentang pemotongan dana operasional sebesar 30 persen dari dana donasi, menjadi direksi di badan hukum yang terafiliasi pada yayasan ACT tahun 2015 bersama membuat SKB pembina dan pengawas yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20-30 persen," jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa Ibnu Khajar juga diduga menyelewengkan dana bantuan Boeing atau Boeing Comunity Invesment Found (BCIF) terhadap ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 lalu.
Dia membuat perjanjian kerjasama dengan para vendor yang mengerjakan proyeksi BCIF terkait dana kemanusiaan Boeing kepada ahli waris korban Lion Air JT-610.
"Sedangkan exreiusnya memperoleh gaji serta fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina pengawas dan pengurus dengan duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan ACR. Kemudian sebagai presidium yang juga menentukan kebijakan penggunaan dana dari donasi yang dipotong sebesar 30 persen," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka dugaan kasus penyelewengan donasi di lembaga filantropi tersebut.
Penetapan tersangka tersebut setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Senin (25/7/2022). Hasilnya, keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
"Pada pukul 15.50 WIB, mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Selain dia, kata dia, penyidik juga menetapkan dua tersangka lainnya berinisial HH selaku Anggota Pembina ACT dan NIA selaku Anggota Pembina ACT.
Ia menyampaikan bahwa keempat tersangka kini masih belum diproses penahanan. Menurutnya, penyidik masih melakukan diskusi internal terkait rencana tersebut.
Baca juga: Tersangka Kasus ACT Ahyudin Hingga Ibnu Khajar Terancam 20 Tahun Penjara, Pasal TPPU dan Penggelapan
"Sementara kami masih melakukan diskusi internal terkait penangkapan dan penahanan," pungkasnya.
Terancam 20 Tahun Penjara
Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar dipersangkakan pasal berlapis seusai menjadi tersangka dugaan kasus penggelapan donasi umat.
Selain mereka, penyidik juga menetapkan dua petinggi ACT lainnya menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah anggota pembina ACT berinisial HH dan NIA.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa keempatnya kini disangkakan melanggar pasal tindak pidana penggelapan, ITE hingga pencucian uang.
"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi Elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Adapun hal itu termaktub dalam Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lalu, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Berikutnya, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Dalam kasus ini, kata Ramadhan, pihaknya juga telah memeriksa 26 orang sebagai saksi. Adapun saksi yang diperiksa berasal dari saksi ahli podana hingga ITE.
"Penyidik memeriksa saksi 26 saksi yg trdri 21 saksi dan lima saksi ahli, di antaranya satu ahli ite, satu ahli bahasa, 2 ahli yayasan, satu ahli pidana," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyatakan para tersangka terancam hukuman paling lama selama 20 tahun penjara.
"Kalau TPPU sampai 20 tahun dan penggelapan 4 tahun," pungkasnya.