Polisi Tetapkan Ahyudin dan Ibnu Khajar Jadi Tersangka Penyelewengan Dana ACT: Belum Ada Penahanan
pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan dana donasi
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri menetapkan pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan dana donasi di lembaga filantropi tersebut.
Hal itu disampaikan Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Dijelaskan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Senin (25/7/2022).
Hasilnya, keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
"Pada pukul 15.50 WIB, mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.
Selain Ahyudin dan Ibnu Khajar, penyidik juga menetapkan dua tersangka lainnya berinisial HH selaku Anggota Pembina ACT dan NIA selaku Anggota Pembina ACT.
Ia menyampaikan keempat tersangka kini masih belum diproses penahanan.
Menurutnya, penyidik masih melakukan diskusi internal terkait rencana tersebut.
"Sementara kami masih melakukan diskusi internal terkait penangkapan dan penahanan," katanya.
Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengungkapkan ACT mengelola dana sosial dari pihak Boeing untuk disalurkan kepada ahli waris para korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 pada tanggal 29 Oktober 2018 lalu.
"Dimana total dana sosial atau CSR sebesar Rp 138.000.000.000," kata Ramadhan dalam keterangannya, Sabtu (9/7/2022).
Dijelaskan Ramadhan, dugaan penyimpangan itu terjadi era kepemimpinan mantan Presiden ACT Ahyudin dan Ibnu Khajar yang saat ini masih menjabat sebagai pengurus.
Mereka diduga memakai sebagian dana CSR untuk kepentingan pribadi
.
"Pengurus Yayasan ACT dalam hal ini Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta saudara Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana social/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," jelas Ramadhan.
Ramadhan menjelaskan bahwa kepentingan pribadi yang dimaksudkan memakai dana sosial untuk kepentingan pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina hingga staff di yayasan ACT.
"Pihak yayasan ACT tidak merealisasikan/menggunakan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi Ketua Pengurus/presiden Ahyudin dan wakil Ketua Pengurus/vice presiden," beber Ramadhan.
Ia menjelaskan ACT tak pernah mengikutisertakan ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial atau CSR yang disalurkan Boeing.
"Pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta pengunaan dana sosial/CSR tersebut," jelas Ramadhan.
Dalam kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.(*)