Diduga Terlibat Penyelewengan Dana ACT Rp34 Miliar, Pengacara Ahyudin: Beliau Korban dan Dikorbankan
Teuku Pupun kuasa hukum Ahyudin menjelaskan, kliennya siap ditetapkan tersangka meskipun telah dikorbankan dalam kasus tersebut.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus penggelapan donasi di ACT.
Teuku Pupun kuasa hukum Ahyudin menjelaskan, kliennya menjadi korban dan dikorbankan dalam kasus tersebut.
"Beliau siap menghadapi meskipun beliau korban dan dikorbankan," kata Pupun saat dikonfirmasi, Rabu (27/7/2022).
Pupun menuturkan bahwa Ahyudin juga mengaku ikhlas atas proses hukum yang tengah dijalaninya tersebut. Dia bilang, penetapan tersangka terhadap kliennya telah diperkirakan sebelumnya.
"(Ahyudin) sangat santai, ikhlas karena udah sesuai dengan yang kami perkirakan sebelumnya," pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka dugaan kasus penyelewengan donasi di lembaga filantropi tersebut.
Penetapan tersangka tersebut setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Senin (25/7/2022). Hasilnya, keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
"Pada pukul 15.50 WIB, mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Selain dia, kata dia, penyidik juga menetapkan dua tersangka lainnya berinisial HH selaku Anggota Pembina ACT dan NIA selaku Anggota Pembina ACT.
Ia menyampaikan bahwa keempat tersangka kini masih belum diproses penahanan. Menurutnya, penyidik masih melakukan diskusi internal terkait rencana tersebut.
"Sementara kami masih melakukan diskusi internal terkait penangkapan dan penahanan," pungkasnya.
Baca juga: Pendiri ACT Ahyudin Bakal Kaji Ajukan Praperadilan Seusai Jadi Tersangka di Bareskrim
Terancam 20 Tahun Penjara
Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar dipersangkakan pasal berlapis seusai menjadi tersangka dugaan kasus penggelapan donasi umat.
Selain mereka, penyidik juga menetapkan dua petinggi ACT lainnya menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah anggota pembina ACT berinisial HH dan NIA.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa keempatnya kini disangkakan melanggar pasal tindak pidana penggelapan, ITE hingga pencucian uang.
"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi Elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Adapun hal itu termaktub dalam Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lalu, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Berikutnya, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Dalam kasus ini, kata Ramadhan, pihaknya juga telah memeriksa 26 orang sebagai saksi. Adapun saksi yang diperiksa berasal dari saksi ahli podana hingga ITE.
Baca juga: Ahyudin Hingga Ibnu Khajar Bakal Diperiksa Sebagai Tersangka Kasus ACT pada Jumat Pekan Ini
"Penyidik memeriksa saksi 26 saksi yg trdri 21 saksi dan lima saksi ahli, di antaranya satu ahli ite, satu ahli bahasa, 2 ahli yayasan, satu ahli pidana," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyatakan para tersangka terancam hukuman paling lama selama 20 tahun penjara.
"Kalau TPPU sampai 20 tahun dan penggelapan 4 tahun," pungkasnya.
Diduga selewengkan donasi Rp 34 miliar
Bareskrim Polri mengumumkan empat pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebagai tersangka tindak pidana dugaan penggelapan pada Senin (25/7/2022).
Diketahui, dugaan penggelapan dana yang dilakukan terkait dana donasi umat dan dana CSR Boeing untuk ahli waris korban kecelakaan Pesawat Lion Air JT-610.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadireksus) Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf menjelaskan dana dari Boeing yang digelapkan oleh petinggi ACT.
Kombes Helfi menuturkan awalnya ACT menerima dana dari Boeing kurang lebih nilainya sebesar Rp138 miliar.
Dari total uang yang diterima kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat kurang lebih sebesar Rp103 miliar.
Baca juga: ACT Punya 10 Perusahaan Cangkang yang Diduga Turut Menerima Aliran Donasi Umat
Sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya.
Menurut polisi dana itu seharusnya digunakan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban.
Rincian aliran dana sekitar Rp 34.5 miliar (Rp34.573.069.200) yang diduga diselewengkan :
1. Untuk membayar gaji para pengurus ACT sekitar Rp 50-450 juta.
2. Untuk koperasi syariah 212 senilai Rp 10 miliar.
3. Dana talangan CV CUN Rp 3 miliar.
4. Dana talangan untuk PT MBGS Rp 7,8 miliar.
5. Kemudian untuk program bigfood bus kurang lebih Rp 2,8 miliar.
6. Untuk pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya kurang lebih Rp 8,7 miliar.
Di luar itu disebutkan Petinggi ACT itu bahkan memakai uang tersebut untuk pengadaan armada truk kurang lebih Rp 10 miliar.
Peran 4 Tersangka
Adapun 4 orang petinggi ACT yang dijadikan tersangka adalah Ahyudin (A), Ibnu Khajar (IK), Hariyana Hermain (HH) , Novariadi Imam Akbari (NIA).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa Ahyudin dan Ibnu Khajar membuat surat keputusan bersama (SKB) pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20-30 persen.
1. Ahyudin adalah mantan presiden dan pendiri ACT
Menurut polisi Ahudyin selaku petinggi ACT menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul termasuk dari dana Boeing tidak sesuai dengan peruntukannya.
2. Ibnu Khajar (IK) presiden ACT saat ini.
Ibnu Khajar disebut membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor yang mengerjakan proyeksi CSR atau Boeing Community Investment Fund (BCIF) terkait dana kemanusiaan kepada ahli waris korban Lion Air JT-610.
“Kemudian sebagai presidium yang juga menentukan kebijakan penggunaan dana dari donasi yang dipotong sebesar 30 persen,” kata Brigjen Ahmad Ramadhan.
3. Hariyana Hermain (HH).
Selaku pengawas yayasan ACT tahun 2019-2022 dan saat ini sebagai anggota pembina ACT saat ini. Dia dianggap bertanggung jawab atas seluruh pembukuan dan keuangan ACT, termasuk soal pembukuan uang bantuan Boeing.
4. Novariadi Imam Akbari (NIA).
Mantan Sekretaris dan saat ini menjabat Ketua Dewan Pembinan ACT.
Dia disebut bertugas menyusun dan menjalankan program ACT.
Tindakan bersalah
Ramadhan juga mengungkapkan peran dan actus reus atau tindakan bersalah dari keempat tersangka.
Menurutnya, Ahyudin bersama ketiga tersangka lainnya memperoleh gaji serta fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina pengawas, dan pengurus ACT.
Ahyudin dan Ibnu disebutkan juga duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan Yayasan ACT.
“Bahwa hasil usaha dari badan hukum yang didirikan oleh yayasan tak harusnya juga digunakan untuk tujuan berdirinya yayasan, akan tetapi dalam hal ini A menggunakannya untuk kepentingan pribadi,” ujar dia.
Selain itu, Ahudyin selaku petinggi ACT, juga menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul termasuk dari dana Boeing tidak sesuai dengan peruntukannya.
Kemudian, tersangka Ibnu Khajar, disebut membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor yang mengerjakan proyeksi CSR atau Boeing Community Investment Fund (BCIF) terkait dana kemanusiaan kepada ahli waris korban Lion Air JT-610.
“Kemudian sebagai presidium yang juga menentukan kebijakan penggunaan dana dari donasi yang dipotong sebesar 30 persen,” tambah dia.
Pada saat Ahyudin menjabat sebagai ketua pembina ACT, tersangka Hariyana bersama Novariadi yang menentukan pemotongan dana donasi sebesar 20-30 persen untuk membayar gaji karyawan.
“Sedangkan ketentuan pengurus pembina dan pengawas tidak boleh menerima gaji tidak boleh menerima upah maupun honorarium,” tegasnya.
Keempat tersangka dikenakan pasal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau tindak pidana pencucian uang.
Pasal Berlapis
Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan keempat tersangka dijerat dengan pasal berlapis.
Itu antara lain pasal tindak pidana dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan tindak pidana informasi dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau tindak pidana pencucian uang sebagai mana dimaksud dalam pertama dalam Pasal 372 KUHP dan Pasal 374 KUHP dan Pasal 45 a ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Para tersangka juga dijerat Pasal 170 juncto Pasal Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Pasal 3,4 dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.
“Ancaman penjara untuk TPPU 20 tahun dan penggelapan 4 tahun,” kata Ramadhan.
Punya 10 Perusahaan Cangkang
Bareskrim Polri mengungkap lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) memiliki 10 perusahaan cangkang yang diduga turut menerima aliran donasi umat.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan menyatakan kesepuluh perusahaan tersebut masih didalami oleh penyidik Polri.
"Masih didalami satu persatu, mohon sabar," kata Whisnu kepada wartawan, Selasa (26/7/2022).
Adapun nama-nama ke-10 perusahaan cangkang tersebut adalah PT Sejahtera Mandiri Indotama, PT Global Wakaf Corpora, PT Insan Madani Investama, dan PT Global Itqon Semesta.
Selanjutnya, PT Global Wakaf Corpora, PT Trihamas Finance Syariah, PT Hidro Perdana Retalindo, PT Agro Wakaf Corpora, PT Trading Wakaf Corpora, PT Digital Wakaf Ventura, dan PT Media Filantropi Global.
Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf menyampaikan bahwa perusahaan cangkang itu sebagiannya merupakan kepentingan bisnis para pengurus ACT.
"Ada 10 yang sudah ada. (Perusahaan) ada macam-macam. Ada bisnis, ada juga untuk sosial," kata Helfi.
Ia menuturkan perusahaan-perusahaan itu juga diduga turut menerima aliran donasi umat dari ACT. Contohnya, salah satu perusahaan pernah menerima pengadaan armada truk Rp2 miliar.
"(Dipakai) untuk operasional kepentingan afiliasi ACT. ACT kan ada membangun beberapa perusahaan afiliasinya, pengurusnya mereka juga. Kemudian uang dimasukkan ke afiliasinya, terus kembalikan ke individunya," pungkasnya. (*)