LPSK Ungkap Permohonan Perlindungan yang Diminta Bharada E Didasari Karena Adanya Ancaman
Bharada E mengaku hal yang menjadi dasar permohonan perlindungan dilayangkan ke LPSK karena yang bersangkutan mengalami ancaman.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkap beberapa pernyataan Bharada E saat menjalani pemeriksaan assessment psikologis untuk memperoleh perlindungan.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan, dalam keterangannya, Bharada E mengaku hal yang menjadi dasar permohonan perlindungan dilayangkan ke LPSK karena yang bersangkutan mengalami ancaman.
"Ya memang Bharada E menyampaikan sesuatu hal yang menurut dia memang akan mengancam dia," kata Edwin Partogi Pasaribu kepada awak media, Kamis (4/8/2022).
Hal tersebut sekaligus mempertegas pernyataan Kuasa Hukum Bharada E yakni Andreas Nahot Silitonga yang menyebut kalau koordinasi pihaknya dengan LPSK sebagai langkah permohonan preventif untuk sang klien.
Andreas juga menyatakan hal senada, namun enggan membeberkan secara detail bentuk pengancaman yang diterima oleh kliennya.
Menanggapi hal tersebut, Edwin Partogi Pasaribu juga enggan menyebutkan bentuk pengancaman dan siapa sosok yang mengancam Bharada E.
Pembahasan tersebut kata Edwin Partogi Pasaribu hanya akan disampaikan dalam rapat pimpinan LPSK dan belum dapat disampaikan kepada publik.
"Tetapi itu juga mohon maaf belum bisa kami sampaikan kepada publik kami hanya sampaikan kepada rapat pimpinan LPSK," tukas Edwin Partogi Pasaribu
Sebagai informasi, LPSK menerima permohonan perlindungan dari Bhayangkara Dua Richard Eliezer atau Bharada E pada 14 Juli 2022 silam terkait insiden baku tembak yang menewaskan Brigadir J.
Adapun permohonan perlindungan itu dilayangkan guna melindungi Bharada E yang disebut sebagai saksi dari dugaan kasus tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi serangkaian dengan insiden baku tembak tersebut.
Hingga kini proses pemberian assessment perlindungan terhadap Bharada E di LPSK masih berlangsung.
Baca juga: Bunyi Pasal 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP yang Dipakai untuk Jerat Bharada E
Kekinian, yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menewaskan Brigadir J tersebut.
Bharada E diduga melakukan pembunuhan dengan dijerat Pasal 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Penetapan tersangka itu juga setelah penyidik memeriksa sedikitnya 42 orang sebagai saksi.
Selain itu, penyidik juga melakukan penyitaan sejumlah barang bukti.
Polri memastikan penyidikan kasus itu tidak akan berhenti sampai penetapan Bharada E sebagai tersangka.
Bukan Hanya Bharada E, IPW: Publik Menduga Irjen Ferdy Sambo Terlibat dalam Kematian Brigadir J
Indonesia Police Watch (IPW) menilai keputusan penyidik menyertakan pasal 55 dan 56 saat menetapkan Bharada E sebagai tersangka dalam kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sudah tepat.
Artinya, dalam kasus kematian Brigadir J ini pelaku pembunuhan tersebut tidak hanya Bharada E, melainkan ada dugaan pelaku lain yang ikut terlibat dalam kasus tersebut
"Sudah tepat strategi penyidik menetapkan Bharada E sebagai tersangka pasal 338 KUHP jo pasal 55 jo pasal 56. Artinya penyidik sedang membidik adanya tersangka lain yang turut serta bersama Bharada E melakukan pembunuhan pada Brigpol Y dan atau yang membantu melakukan dengan menyediakan bantuan atas pembunuhan Brigpol J," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya, Kamis (4/8/2022).
Sugeng Teguh Santoso menyebut publik tidak percaya jika pelaku pembunuhan Brigadir J hanya dilakukan oleh Bharada E.
Publik, sebut IPW, menduga ada keterlibatan Kadiv Propam Polri Non-aktif Irjen Pol Ferdy Sambo dalam kasus tersebut.
"Publik tidak percaya pelaku penembakan hanya Bharada E. Publik menduga bahwa Irjen Ferdy Sambo terlibat dalam penembakan tersebut," ucap Sugeng Teguh Santoso.
Baca juga: Bharada E Rampung Jalani Assessment Psikologis, Kuasa Hukum Tunggu Keputusan LPSK
Di sisi lain, IPW menyoroti soal pihak keluarga Brigadir J yang menemui Menko Polhukam, Mahfud MD.
Hal ini menunjukkan sinyal bahwa keluarga Brigadir J tidak percaya akan kinerja Timsus Polri.
"Upaya pencarian keadilan keluarga Brigpol Y sebagai korban mati ditembak mengadu kepada Menkopolhukam Mahfud MD adalah sinyal bahwa terdapat ketidakpercayaan orang tua Brigpol Y pada proses kerja Polri melalui Timsus," ungkap Sugeng Teguh Santoso.
Menurut Sugeng Teguh Santoso, upaya tersebut merupakan bentuk tekanan politik kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Jenderal Sigit diharapkan betul-betul mengawal kerja Timsus agar dapat memenuhi rasa keadilan bagi keluarga Brigadir J.
"Kapolri harus memperhatikan manuver ini untuk kemudian bisa mengarahkan timsus yang dipimpin Wakapolri memenuhi harapan keluarga," kata Sugeng Teguh Santoso.