JNE Rela Honor Kerja Sama Dipotong agar Beras Bansos Tidak Disalahgunakan
JNE mengungkap alasan mengubur beras Bantuan Sosial (Bansos) Presiden di Kawasan Tirtajaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan jasa pengiriman, PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) mengungkap alasan mengubur beras Bantuan Sosial (Bansos) Presiden di Kawasan Tirtajaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat.
Kuasa Hukum JNE, Hotman Paris Hutapea mengatakan pihaknya takut jika beras yang sudah busuk itu dibuang ke sembarang tempat akan disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggungjawab.
“Kalau nanti ini beras dibuang sembarangan takutnya disalahgunakan orang, dipakai,” kata Hotman Paris dalam konferensi pers di kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (4/8/2022).
"Apalagi itu karung itu kan ada logonya banpres kalau kita buang sembarang tempat nanti sama orang diambil dibuang nanti kita yang dituduh membuangnya," kata Hotman.
Baca juga: Hotman Paris Ungkap Nilai Bansos Rusak yang Dibuang JNE
Selain itu, kata Hotman, beras yang rusak itu pun sudah diganti dengan yang baru oleh perusahaan untuk selanjutnya kembali dibagikan ke masyarakat.
“Beras penggantinya dipesan baru dan kemudian dibagikan ke rakyat. Dari kantong sendiri JNE sebagai perusahaan,” ucap Hotman.
Ia menjelaskan, mekanisme pembayaran atas beras yang rusak ini melalui pemotongan honor kerja sama antara JNE dengan stakeholder terkait.
“Untuk mencegah beras disalahgunakan karena sudah busuk takut timbulkan masalah apalagi ada stempel banpres nanti malah JNE yang dituduh,” tuturnya.
Hotman menyatakan, beras yang didistribusikan oleh JNE sebanyak 6.199 ton untuk 247.997 keluarga penerima manfaat (KPM) di wilayah Depok.
Menurutnya dari sekian ribu ton bansos tersebut, pastinya menjadi hal wajar jika ada sebagian kecil mengalami kerusakan saat pengiriman.
"Tentu Anda maklum 6 ribu ton ini diangkut, kemungkinan rusak ada kena hujan dan sebagainya. Menurut kontrak, kalau ada kerusakan tanggung jawab JNE, harus ganti beras baru," ujarnya.
Dengan demikian, setiap ada kerusakan, JNE minta ke PT StoreSend eLogistic Indonesia (SSI) untuk beras baru menggantikan yang rusak.
"Beras baru mengganti beras rusak, namanya dokumen debit note. Kalau dari 6.199 ton beras banpres, kalau ada yang rusak, maka tanggung jawab dari JNE, harus ganti rugi," kata Hotman.
Setelah JNE meminta beras pengganti yang rusak hanya 3,4 ton, kemudian segera dikirimkan kepada keluarga penerima manfaat.
"Jumlah beras yang rusak hanya 3,4 ton dari 6.199 ton, atau 3.400 kilogram. Jadi, bukan 340 ton yang rusak, kalau secara persentase hanya 0,05 persen, kurang dari setengah persen yang rusak," ujar Hotman.
Kini lanjut Hotman Paris Hutapea pihaknya sedang mempertimbangkan untuk melaporkan Rudi Samin. Rudi Samin merupakan seorang warga yang mengaku lahan di Lapangan KSU, Tirtajaya, Sukmajaya, Kota Depok, adalah miliknya.
Diketahui, lahan tersebut menjadi tempat penguburan beras Bantuan Sosial Presiden (Bansos) yang telah rusak. “Kita lagi memikirkan untuk pencemaran nama baik. Kita lagi pertimbangkan untuk lapor polisi atau perdata,” kata Hotman Paris.
Menurut Hotman, Rudi telah memfitnah JNE terkait beras bansos yang dikubur tersebut. Padahal, sambung dia, JNE mengubur beras bansos yang rusak dan telah diberi pengganti.
“Itu jujur membohongi rakyat Indonesia, membohongi rakyat Indonesia dong. Masa memfitnah orang menyatakan menimbun bantuan presiden,” kata Hotman.
“Sekali lagi tidak ada unsur melawan hukum dalam isu soal beras bantuan presiden yang didistribusikan oleh JNE,” lanjutnya.
Dihentikan Polisi
Polda Metro Jaya menghentikan kasus dugaan penimbunan sembako yang terjadi di Lapangan KSU, Tirtajaya, Sukmajaya, Kota Depok. Alasan penghentian karena tidak ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan penimbunan sembako ini.
Menanggapi hal tersebut, pemilik lahan sekaligus warga yang pertama kali membongkar kasus ini, Rudi Samin, mengatakan tidak mempersoalkan penghentian kasusnya.
"Saya kan hanya sebagai penemu barang ini. Masalah urusan diduga korupsi, maka itu adalah urusan Polda Metro Jaya. Tapi Polda Metro Jaya menghentikan," jelas Rudi.
Rudi menyampaikan, meski dihentikan di Polda namun kasus ini tetap berlanjut di Mabes Polri, terkait Undang-Undang Pangan.
"Tapi untuk Undang-Undang Pangan di Mabes Polri tetap lanjut sampai hari ini. Saya tadi sudah koordinasi, hari ini juga masih ada pemeriksaan juga," jelasnya.
Rudi juga menegaskan, bahwa dirinya tidak melakukan fitnah terhadap JNE. "Ini kan saya sebagai masyarakat menemukan barang ini, masukan dari masyarakat ada barang bukti di sini," ungkapnya.
"Kalau dibilang sama beliau (JNE) fitnah, tapi barang ini ada kok, nyata. Saya angkat dengan disaksikan oleh polres, polsek, jelas itu memang ada, fitnahnya dimana," pungkasnya.
Diketahui, Polda Metro Jaya menghentikan penyelidikan kasus penimbunan sembako bantuan sosial (bansos) presiden di Lapangan KSU, Sukmajaya, Depok. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan menjelaskan, tim khusus (Timsus) yang dibentuk untuk mengusut penimbunan bansos presiden tersebut sudah melakukan penyelidikan.
"Kemudian sudah dilakukan beberapa pemeriksaan terhadap pihak terkait baik dari Kemensos, Bulog dan juga dari PT pemenang yang mendistribusikan, termasuk di dalamnya JNE Express," ujar Zulpan.
Dari situ, kata Zulpan, penyidik menyimpulkan bahwa tidak ada unsur pidana yang ditemukan terkait dengan penimbunan sembako bansos presiden tersebut.
Sebab, sejauh ini memang tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat penimbunan bansos presiden tersebut oleh JNE Express selaku pihak penyalur bantuan ke masyarakat.
"Beras 3,4 ton yang ditanam ini adalah beras rusak. Kemudian terhadap beras 3,4 ton sudah diganti oleh pihak JNE kepada pemerintah dalam hal ini Kemensos," ujar Zulpan.
(Tribun Network/den/fal/van/kps/wly)