5 Perubahan RUU Sisdiknas: Wajib Belajar 13 Tahun, Pendidikan Pancasila jadi Mapel Wajib
5 perubahan RUU Sisdiknas: Wajib belajar 13 tahun dan Pendidikan Pancasila jadi mata pelajaran wajib. Berikut ini selengkapnya.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Inilah perubahan dalam RUU Sisdiknas versi Agustus 2022.
Pemerintah telah resmi mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan Tahun 2022 kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Rabu (24/8/2022), dikutip dari Kemendikbud.
Kemendikbud telah merilis lima poin RUU Sisdiknas yang mengubah kebijakan dalam satuan pendidikan, Senin (29/8/2022).
Dalam RUU Sisdiknas disebutkan, wajib belajar kini ditingkatkan menjadi 13 tahun.
Selain itu, Pendidikan Pancasila menjadi mata pelajaran wajib di setiap satuan pendidikan.
Berikut ini poin-poin perubahan dalam RUU Sisdiknas:
Baca juga: P2G Khawatir RUU Sisdiknas Bakal Menjadi RUU Roro Jonggrang
1. Perluasan wajib belajar
Sebelum:
Cakupan wajib belajar dalam UU Sisdiknas yang berlaku saat ini adalah pendidikan dasar sembilan tahun.
Perluasan wajib belajar kependidikan menengah kerap dilakukan di daerah tanpa memastikan kualitas pendidikan dasar yang sudah mencukupi.
Sesudah:
Wajib belajar 13 tahun dimulai dari sepuluh tahun pendidikan dasar prasekolah dan kelas 1 sampai 9. Lalu tiga tahun pendidikan menengah.
Perluasan kependidikan menengah dilakukan secara bertahap pada daerah yang kualitas pendidikan dasarnya telah memenuhi standar pemerintah pusat akan membantu daerah yang paling membutuhkan.
Baca juga: Kemendikbudristek: Dalam RUU Sisdiknas Pemberian Tunjangan Guru Tidak lagi Berdasarkan Sertifikasi
2. Pendanaan wajib belajar semakin jelas
Sebelum:
Satuan pendidikan negeri seringkali menghadapi masalah jika masyarakat ingin berkontribusi secara sukarela.
Sesudah:
Pemerintah mendanai penyelenggaraan wajib belajar satuan pendidikan negeri tidak memungut biaya dari orangtua/wali murid. Namun, masyarakat boleh berkontribusi secara sukarela tanpa paksaan dan tidak mengikat.
3. Nomenklatur satuan pendidikan dapat disesuaikan
Sebelum:
Penamaan satuan pendidikan seperti Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah dan sebagainya ada di dalam RUU Sisdiknas sehingga nomenklatur yang ada tidak bisa diubah.
Sesudah:
Sekolah madrasah pesantren dan satuan pendidikan keagamaan tingkat dasar dan menengah diatur sebagai bentuk satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah dalam batang tubuh RUU Sisdiknas.
Namun pengaturan Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah dan sebagainya menjadi contoh dalam penjelasan sehingga pemerintah dapat menyesuaikan nomenklatur tersebut jika diperlukan.
Baca juga: Surati Presiden Jokowi, Aliansi Peduli Pendidikan Minta Pembahasaan RUU Sisdiknas Ditunda
4. Mobilitas pelajar pesantren formal dengan satuan pendidikan lain semakin mudah
Sebelum:
Pesantren diatur secara terpisah dari sistem pendidikan nasional.
Lulusan pesantren formal seringkali kesulitan jika ingin pindah ke satuan pendidikan lain di luar pesantren.
Sesudah:
Standar nasional pendidikan berlaku pada keseluruhan jalur pendidikan formal termasuk untuk pesantren formal.
Lulusan Pesantren formal bisa lebih mudah pindah ke sekolah madrasah maupun universitas dan begitupun sebaliknya.
5. Pendidikan pancasila menjadi mapel wajib
Sebelum:
Pancasila bukan merupakan muatan maupun mata pelajaran atau mapel wajib di kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Sesudah:
Pendidikan Pancasila menjadi mata pelajaran wajib bersama dengan pendidikan agama dan bahasa Indonesia.
Selain mata pelajaran di atas juga ada muatan wajib Matematika IPA, IPS, seni budaya, pendidikan jasmani dan olahraga keterampilan atau kecakapan hidup dan muatan lokal.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait RUU Sisdiknas