Dicap Bela Putri Candrawathi agar Tak Tahan, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi Disorot
Siti Aminah Tardi berpengalaman menangani kasus kebebasan beragama/berkeyakinan, dan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah seorang Komisioner dari Komisi Nasional Perempuan ( Komnas Perempuan), Siti Aminah Tardi menjadi sorotan warganet dan perbincangan publik.
Pasalnya, sejumlah pernyataannya dicap membela Putri Candrawathi tidak ditahan.
Bahkan, saat ini Putri Candrawathi telah menjadi tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Brigadir Yosua Hutabarat, ia minta Putri tak ditahan.
Bahkan baru-baru ini, Siti Aminah tetap bergeming dengan pernyataan awalnya terkait istri Ferdy Sambo, meski banyak pihak sudah mengungkapkan soal banyaknya nasib para ibu lain yang tetap ditahan.
Ia berani mempertahankan pendapatnya sesuai undang-undang dan aturan, meski banyak yang mencap tidak punya perasaan terhadap pihak keluarga korban yang dibunuh, yakni keluarga Brigadir J.
Baca juga: Komnas Perempuan Jawab Pernyataan LPSK Soal Kejanggalan Dugaan Kekerasan Seksual Istri Ferdy Sambo
Sebagai Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah mengklaim memiliki alasan kuat hingga terus membela agar Putri Candrawathi tidak ditahan.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah, Polri telah menjalankan amanat undang-undang sesuai aturan.
Ia mengatakan berdasarkan KUHAP, perempuan yang ditetapkan sebagai tersangka namun tengah hamil, menyusui dan mengasuh anak tidak perlu ditahan.
"Berdasarkan instrumen hak asasi perempuan bahwa perempuan yang sedang menjalani fungsi maternitasnya sepeti hamil, menyusi, dan mengasuh anak itu tidak ditahan sebelum persidangan,"kata Siti Aminah dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Sabtu (3/9/2022).
Siti Aminah mengklaim aturan itu bukan hanya berlaku bagi Putri Candrawathi, tetapi semua perempuan.
Ia mengatakan tidak ada perlakuan istimewa dari Komnas Perempuan untuk Putri Candrawathi.
"Dan itu berlaku tidak hanya untuk Ibu P (Putri), tapi semua tahanan terdakwa perempuan,"katanya.
"Menjadi pertanyaan kenapa perlakuan berbeda antara yang satu dengan yang lain? Ini kembali ke KUHAP tidak ada pemantauan, tidak ada mekanisme yang memantau kewenangan penyidik, penuntut umum mau pun hakim terkait penahanan,"tambahnya.
Menurut Siti Aminah, agar tidak ada perempuan hamil, menyusui, dan mengasuh anak ditahan perlu mendorong pembaruan KUHAP.
Baca juga: Telusuri Dugaan Pelecehan Seksual Putri Candrawathi, Komnas HAM: Kalau Perlu Pakai Lie Detector
"Sekaligus memasukkan isu hak maternitas di penahanan. Kemudian ini harus bisa dibedakan dengan posisi perempuan sebagai terpidana.
Ketika perempuan oleh hakim dinyatakan bersalah dan harus menjalani pembinaan di Lapas, ia memang diijinkan untuk mengasuh anak.
Yang dalam UU Lapas terbaru itu maksimal usia 3 tahun. Sebelumnya 5 tahun,"katanya.
Profil Siti Aminah Tardi
Siti Aminah Tardi dilansir Tribuncirebon.com dari komnasperempuan.go.id, adalah seorang peneliti dan Advokat Publik sejak tahun 2000.
Pernah mengabdi di Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), LBH APIK Semarang, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Tengah, Kelompok Kerja Keadilan Jender dan HAM (K2JHAM) LBH Semarang dan Yayasan Warung Konservasi Indonesia (WARSI) Jambi.
Memiliki keahlian di bidang hukum pidana, hukum acara pidana, dan hak asasi perempuan.
Ia berpengalaman menangani kasus kebebasan beragama/berkeyakinan, dan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Telah menerbitkan sejumlah buku diantaranya Paralegal bukan Parabegal, Studi Persepsi Masyarakat atas Peran Paralegal dalam Memenuhi Hak Bantuan Hukum (2019), Sumber Hak Kebebasan Beragama/Berkeyakinan, Wahid Foundation (2017).
Kemudian Religious Hate Speech in Islam and Law Perspective, Rahima Institute, (2017), Keadilan dari Kampus; Buku Panduan Memberikan Bantuan Hukum untuk LKBH Kampus, (2016), Menjadi Sahabat Keadilan: Panduan Menyusun Amicus Brief, ILRC (2016) dan Panduan Bantuan Hukum, (2008, dan 2010).
Sampai saat ini masih aktif menulis artikel dalam isu hak perempuan.
Dilansir Tribuncirebon.com dari women unlimited, Siti Aminah Tardi ini akrab disapa Ami lahir di Jakarta tahun 1974.
Ia meraih gelar Sarjana Hukum (S.H) dari Universitas Diponegoro pada tahun 1998 dan mendapatkan PILnet International Fellowship untuk issue hak-hak minoritas.
Baca juga: Tersangka di 2 Kasus, Komnas HAM Yakin Ferdy Sambo Dihukum Berat Walau Dugaan Pelecehan Terbukti
Ami adalah Advokat Publik, dan peneliti yang mendedikasikan pengetahuan dan ketrampilannya untuk membantu masyarakat miskin dan marginal, khususnya untuk kelompok perempuan dan anak-anak.
Saat bergabung di Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Ami ikut mempromosikan metode Pendidikan Hukum Klinis (Clinical Legal Education) di Fakultas Hukum, sebagai salah satu cara membangun kepekaan mahasiswa akan realita yang ada.
Kemudian Ami juga sempat mengelola pendidikan anti korupsi, dimana para mahasiswa melakukan penyuluhan hukum untuk menolak korupsi peradilan.
Sebagai advokat, Ami menjadi kuasa hukum untuk kasus-kasus kelompok minoritas, memfasilitasi peningkatan kapasitas para pengabdi bantuan hukum, dan mendorong perubahan kebijakan.
Juga, bersama advokat yang lain menjadi advokat probono yang memberikan bantuan hukum untuk kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.
Ami memiliki keahlian di isu hukum pidana, hak-hak perempuan, hak kebebasan beragama/berkeyakinan, CLE dan bantuan hukum.
Ia menjadi fasilitator di berbagai kegiatan pelatihan gender dan pelatihan HAM.
Ami juga merupakan seorang peneliti, hasil penelitian umumnya tentang bantuan hukum, hak kebebasan beragama/berkeyakinan dan modul-modul pelatihan. (Tribun Cirebon/Dedi Herdiana)
Artikel ini telah tayang di TribunCirebon.com dengan judul SOSOK Siti Aminah, Komisioner Komnas Perempuan yang Dicap Membela Putri Candrawathi Tak Ditahan