Dalam Eksepsinya, Lin Che Wei Sebut Perkara Minyak Goreng Bukan Kasus Korupsi
perbuatan terdakwa tidak ada hubungannya dengan kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Lin Che Wei mengajukan sejumlah nota keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) atas perkara dugaan korupsi dalam penerbitan persetujuan ekspor Crude Palm Oil (CPO) periode Januari-Maret 2022.
Keberatan tersebut dituangkan dalam eksepsi yang dibacakan oleh tim kuasa hukum Lin Che Wei saat persidangan di Pengadialan Tindak Pidana Koruspi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Alasan kami mengajukan eksepsi karena Surat Dakwaan terhadap Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei disusun secara tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sebagaimana dimaksud oleh Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP. Kami juga memandang dakwaan terhadap Lin Che Wei salah sasaran dan ini bukan perkara korupsi, sehingga Pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili,” ucap Maqdir Ismail, kuasa hukum Lin Che Wei, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Menurut Maqdir, dalam surat dakwaan, JPU menyatakan bahwa perbuatan Lin Che Wei telah menyebabkan kenaikan dan kelangkaan minyak goreng.
Padahal, perbuatan terdakwa tidak ada hubungannya dengan kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng.
Lin Che Wei dihubungi oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi justru untuk menjadi teman diskusi dan membantunya mengatasi kelangkaan minyak goreng yang terjadi setelah Kementerian Perdagangan menetapkan harga eceran tertinggi (HET).
“Komunikasi terdakwa Lin Che Wei dengan Menteri Perdagangan Mohammad Lutfi pada tanggal 14 Januari 2022 terjadi karena Menteri Perdagangan meminta bantuan Terdakwa untuk menjadi teman diskusi dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi karena langka dan mahalnya harga minyak goreng,” kata Maqdir.
Lelyana Santosa dari firma hukum Lubis, Santosa, dan Maramis (LSM) menambahkan, kedudukan Lin Che Wei adalah sebagai Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang menjadi mitra diskusi Menteri Perdagangan.
Baca juga: Kasus Minyak Goreng: Kebijakan CPO Bikin Wilmar Nabati Indonesia Rugi Rp1,5 Triliun
Sebagai mitra diskusi, Lin Che Wei memberikan saran atau usulan berdasarkan pendapat profesional yang sifatnya tidak mengikat siapa pun.
“Lin Che Wei bukanlah pihak yang memiliki kewenangan, tugas, dan tanggung jawab untuk menerapkan kewajiban DMO maupun menerbitkan Persetujuan Ekspor, seperti yang selalu disampaikannya dalam rapat-rapat pembahasan. Hal itu sepenuhnya berada pada Kementerian Perdagangan. Jadi, tidak seharusnya Lin Che Wei didudukkan sebagai terdakwa. Karena itu, Surat Dakwaan ini kami anggap error in persona,” jelas Lelyana, yang juga menjadi kuasa hukum Lin Che Wei.
Dalam surat dakwaan, Lin Che Wei juga disebutkan melanggar Pasal 25 dan dan Pasal 54 ayat (2) huruf a, b, e, f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Apabila perbuatan Lin Che Wei dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Perdagangan, maka seharusnya tidak serta merta menjadi tindak pidana korupsi.
Berdasarkan asas Systematicsche Specialitet (kekhususan yang sistematis), undang-undang itu dapat digunakan untuk mengategorikan satu perbuatan pidana sebagai perbuatan korupsi, jika dinyatakan bahwa pelanggaran terhadap undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi.
“Undang-Undang Perdagangan tidak menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap undang-undang tersebut bisa masuk kategori pidana korupsi. Dengena demikian, ini bukan perkara korupsi sehingga Pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili perkara ini,” kata Maqdir.
Baca juga: Terdakwa Korupsi Ekspor Minyak Goreng Minta Eks Menteri Perdagangan Lutfi Tanggung Jawab
Lin Che Wei juga didakwa melakukan perbuatan melawan hukum bersama-sama dengan Indrasari Wisnu Wardhana (Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag), Master Parulian Tumanggor (Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia); Stanley MA (Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group); dan Pierre Tagore Sitanggang (General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas).
Dalam surat dakwaan terpisah untuk para terdakwa lain, masih ada mama-nama lain yang disebutkan melakukan perbuatan melawan hukum secara bersama-sama.
Misalnya, terdakwa Tumanggor masih dikatakan bersama-sama dengan orang lain yaitu Tommy Muksim.
Stanley MA juga masih dikatakan bersama-sama dengan orang lain yaitu David Virgo.
Begitu juga halnya dengan Pierre Togar Sitanggang dalam melakukan perbuatannya masih bersama orang lain yaitu A Hui, Rudi Krisnajaya dan John.
Namun, nama-nama ini tidak dikatakan melakukan perbutan bersama-sama Lin Che Wei.
“Nama-nama ini tidak ada dalam surat dakwaan terhadap Lin Che Wei. Ini kan membingungkan,” lontar Maqdir.
Hal lain yang juga membingungkan dan menjadi keberatan Lin Che Wei adalah terkait dengan perhitungan kerugian keuangan negara dalam surat dakwaan.
Pasalnya, kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dan keuntungan perusahaan yang diperoleh akibat penerbitan persetujuan ekspor angkanya berbeda.
Padahal, menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 25/PUU-XIV/2016 tanggal 25 Januari 2017 hasil penghjitungan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam perkara korupsi harus nyata dan pasti.
Lin Che Wei dalam eksepsi mempertanyakan mengenai penghitungan kerugian keuangan negara yang didasarkan pada bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp6 triliun untuk membantu masyarakat menghadapi lonjakan harga minyak goreng.
Begitu juga dengan penghitungan kerugian perekonomian negara dari penerbitan persetujuan ekspor CPO yang cantumkan dalam surat dakwaan sebesar Rp12,3 triliun.
“Penyaluran BLT itu kan kebijakan pemerintah dan bentuk tanggung jawab pemerintah ketika melihat dan merasakan kesulitan yang dialami masyarakat. Bagaimana hal itu kemudian dianggap sebagai kerugian keuangan negara? Penghitungan kerugian perekonomian negara yang jumlahnya begitu fantastis juga menurut kami tidak tepat. Apalagi, kalau penghitungannya dilakukan seolah-olah ekspor CPO beserta turunannya sama dengan penjulan produk terlarang untuk diperdagangkan,” papar Maqdir.
Lebih lanjut Maqdir mengatakan, dakwaan terhadap Lin Che Wei dengan menggunakan Pasal 18 Undang-Undang Tipikor bukan hanya berlebihan, tetapi justru melawan hukum.
Sebab, tidak ada fakta bahwa ada uang ataupun barang yang diperoleh oleh Lin Che Wei karena telah membantu Menteri Perdagangan.
“Motif terdakwa Lin Che Wei membantu Menteri Perdagangan karena niat baik untuk membantu kesulitan yang dialami akibat krisis minyak goreng, bukan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, hal ini juga dinyatakan dalam surat dakwaan bahwa Lin Che Wei tidak mendapat fee dari bantuan yang diberikannya. Tidak ada harta atau kekayaan yang dia terima, selain nama buruk karena didakwa melakukan korupsi dan diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor,” sanggah Maqdir.
JPU dalam surat dakwaan juga menuduh Lin Che Wei yang mengusulkan agar syarat persetujuan ekspor berupa pemenuhan realisasi distribusi dalam negeri (domestic market obligation/DMO) yang telah di tetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8/2022 diubah atau dikembalikan sebagaimana Permendag Nomor 2/2022.
“Justru, pihak yang mengusulkan telah di jelaskan oleh JPU dalam surat dakwaan huruf a halaman 12, yaitu Saudara Lie Tju Tjien/Chin Wilmar dan Thomas Muskim dari Wilmar Group serta pengusaha lainya yang menyampaian keberatan dan merasa terbebani atas persyaratan DMO. Artinya, Lin Che Wei telah didakwa atas perbuatan orang lain,” tandas Maqdir.