Komisi II DPR Terima Pengaduan Elemen Masyarakat Terkait Kasus Pertanahan
Panja Mafia Tanah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendapatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat dalam memberantas mafia tanah.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Panitia Kerja (Panja) Mafia Tanah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Junimart Girsang mendapatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat dalam memberantas mafia tanah.
Dukungan pemberantasan mafia tanah itu diberikan langsung dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan beberapa elemen masyarakat terkait masalah Pertanahan di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Senayan, Senin (5/9/2022).
RDPU itu dihadiri Perhimpunan Petani Konawe Selatan, Paguyuban Masyarakat Citanam Bersatu, Masyarakat Veteran Pejuang Medan, Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Tanah Way Dadi Bandar Lampung, Masyarakat Korban Tanah PT KAI Kelurahan Pasir Gintung Bandar Lampung, Pattuhan Munthe Partibi Lama, Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI dan Agus Widjajanto & Partners.
"Saya minta pimpinan yang terhormat, kami mendukung Komisi II untuk mari bersama-sama dengan rakyat, kita perangi mafia tanah dengan menghadirkan satgas atau apapun bentuknya. Di pundak kalian kami masyarakat menaruh harap," kata pengacara dari Agus Widjajanto & Partners, Hendrikus Hali Atagoran.
Kepada Panja Mafia Tanah, Hendrikus mengungkapkan bahwa selama ini masyarakat telah mendapatkan banyak pengalaman yang 'menarik' terkait permasalahan tanah.
Di mana banyak menduga dengan kuat adanya oknum di internal Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Ia menyinggung permasalahan yang tengah ditanganinya.
"Ketika kita mengajukan gugatan terkait soal lahan di daerah Hambalang. Proses persidangan sedang berjalan, ATR/BPN kita tarik juga sebagai pihak didalam gugatan yang kita ajukan, tiba-tiba masuk agenda pembuktian, ada setifikat yang dikeluarkan oleh ATR/BPN," ujarnya.
Padahal, ketika permasalahan tengah berproses di pengadilan dan belum mendapatkan kekuatan hukum tetap, maka segala proses sertifikasi di ATR/BPN dihentikan.
Namun kenyataannya, ketika proses persidangan berjalan ATR/BPN setempat justru menerbitkan sertifikat dari salah satu pihak yang berperkara.
"Sampai hari ini begitu banyak masyarakat di republik ini yang belum mendapatkan keadilan, belum merasakan kehadiran Negara untuk melindungi rakyatnya. Hambalang ini kan begitu dekat dengan ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, di sentul. Ini saja belum mendapatkan perhatian serius, bagaiman teman-teman di daerah lain," ujar Hendrikus.
Baca juga: Keluarga Nirina Zubir Kecewa 3 Notaris Kasus Mafia Tanah Hanya Divonis 2 Tahun
Disebutkan, sertifikat yang dikeluarkan ATR/BPN bisa menjadi senjata pamungkas. Masyarakat dari kelompok manapun ketika menyodorkan data selengkap apapun pasti akan ditolak. Termasuk ketika berperkara di kepolisian.
Siap Tindaklanjuti Aduan Masyarakat
Sementara itu, Anggota Panja Mafia Tanah Komisi II DPR RI Guspardi Gaus, menyebut kehadiran langsung beberapa elemen masyarakat mengadukan permasalahan tanah ke DPR sangat tepat.
Dari aduan yang masuk, Komisi II akan segera menindaklanjuti agar masyarakat mendapatkan keadilan.
"Kehadiran bapak ibu sangat tepat mendatangi kami Komisi II yang membidangi apa yang bapak ibu sampaikan," kata legislator dari Sumatera Barat tersebut.
Anggota Fraksi PAN itu menyatakan, pihaknya nyaris setiap hari mendapatkan aduan atau laporan dari masyarakat terkait mafia tanah.
Komisi II juga terus berkoordinasi dengan ATR/BPN dan kementerian terkait mencari solusi untuk masyarakat.
"Kami sudah pernah ke Karo (Sumut) dipimpin Pak Junimart Girsang dan langsung mendatangi tempat-tempat yang bermasalah. Artinya adalah bahwa Komisi II sangat serius menyikapi yang bapak ibu sampaikan," ucap Guspardi.
"Insyaallah akan kami tindaklanjuti aspirasi bapak-bapak," tandasnya.
Baca juga: Kapolri Listyo Sigit Diharapkan Dapat Menindak Tegas Oknum Polisi yang Terlibat Kasus Mafia Tanah
Untuk diketahui, dugaan adanya pelanggaran hukum merujuk pada penerbitan Sertifikat HGB No 3037/Hambalang.
Padahal, di saat bersamaan, obyek tanah tersebut masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dugaan pelanggaran itu juga itu telah dilaporkan ke Ombudsman RI.