Deretan Konflik Internal PPP: dari Suryadharma Ali-Romahurmuziy hingga Suharso-Mardiono
Berikut deretan konflik internal PPP dari Suryadharma Ali dengan Romahurmuziy hingga Suharso Monoarfa dengan Mardiono.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali masuk dalam arus konflik internal.
Terbaru, terjadi konflik internal antara Suharso Monoarfa dengan Muhammad Mardiono terkait status ketua umum partai berlambang Kabah tersebut.
Dikutip dari Tribunnews, Suharso diberhentikan melalui musyawarah yang dilakukan oleh tiga pimpinan Majelis DPP PPP dan digantikan oleh Plt Muhammad Mardiono.
Menanggapi keputusan ini, Suharso pun menolak hasil Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di Serang, Banten.
Penolakan tersebut dirinya lontarkan saat mengikuti Workshop DPRD PPP se-Indonesia di Hotel Red Top Pecenongan, Jakarta, Selasa (6/9/2022).
"Saya masih ketua umum Partai Persatuan Pembangunan. Saya adalah ketua umum Partai Persatuan Pembangunan. Apa yang telah dikembangkan adalah tidak benar," katanya dalam sebuah video yang diterima Tribunnews.
Baca juga: Suharso Monoarfa Ternyata Sudah Ingin Mundur Sejak Lama Sebelum Diberhentikan PPP, Ini Alasannya
Adapun konflik internal di tubuh PPP tidak kali ini saja terjadi.
Sebelumnya terjadi dua konflik internal yang terjadi antara Suryadharma Ali-Romahurmuziy dan Romahurmuziy- Djan Faridz.
Untuk selengkapnya berikut riwayat dari dua konflik internal yang Tribunnews rangkum dari berbagai sumber:
Suryadharma Ali-Romahurmuziy
Konflik internal sempat terjadi pada tahun 2014 saat ketua umum ketika itu, Suryadharma Ali secara terang-terangan mendukung Prabowo Subianto sebagai capres 2014.
Imbasnya, 27 DPW PPP mendesak agar Suryadharma Ali diberi sanksi yakni pemberhentian hingga pemecatan akibat manuver politiknya itu.
Bak gayung bersambut, Sekretaris Jenderal PPP saat itu, Romahurmuziy menggelar rapat pimpinan nasional (rapimnas) pada 19 April 2014 di Kantor DPP PPP di Menteng, Jakarta Pusat.
Romahurmuziy berharap Suryadharma Ali agar hadir dalam rapimnas tersebut akibat kisruh internal PPP setelah mantan Menteri Agama itu mendukung Prabowo.
"Jadi intinya rapimnas ini sah adanya untuk menyelesaikan perbedaan pendapat yang ada agar kita bisa konsentrasi fokus pada agenda-agenda koalisi dan kepresidenan," katanya dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Tak Ingin Ada Dualisme, Sekjen PPP: Kami Yakin Bang Suharso dan Pak Mardiono Bisa Selesaikan Ini
Namun justru Suryadharma Ali tidak datang dalam rapimnas tersebut.
Satu bulan berselang, tepatnya pada 23 Mei 2014, KPK justru menetapkan Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi dana haji.
Romahurmuziy-Djan Faridz
Ditetapkannya Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi dana haji membuat tampuk ketua umum PPP mengalami kekosongan.
Alhasil kubu Romahurmuziy dan kubu Djan Faridz menggelar muktamar di beda tempat.
Dikutip dari Kompas.com, Djan Faridz terpilih sebagai Ketua Umum PPP secara aklamasi versi Muktamar VIII Jakarta yang digelar pada 2 November 2014.
Sama dengan Djan Faridz, Romahurmuziy juga terpilih secara aklamsi melalui Muktamar VIII PPP yang digelar di Surabaya.
"Saya, bismilahhirhmanirohim, bresedia dicalonkan menjadi Ketua Umum PPP," kata politisi yang akrab disapa Rommy itu di lokasi muktamar.
Baca juga: PPP Tegaskan Tetap Bagian dari KIB Seusai Pemberhentian Suharso dari Jabatan Ketua Umum
Dualisme pun terjadi di tubuh PPP di mana ada dua ketua umum.
Kubu Djan Faridz pun mengajukan gugatan terhadap kubu Romahurmuziy sebanyak empat perkara di Mahkamah Konstitusi (MK), dua perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dan enam perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Namun, seluruh gugatan tersebut ditolak.
Singkatnya, konflik antara Romahurmuziy-Djan Faridz berujung damai pada tahun 2021.
Hal itu terbukti saat nama Djan Faridz masuk dalam susunan kepengurusan PPP yang diketuai oleh Suharso Monoarfa.
Suharso Monoarfa-Muhammad Mardiono
Konflik internal di tubuh PPP kembali terjadi saat Suharso Monoarfa diberhentikan sebagai ketua umum.
Hal ini dibenarkan oleh Wakil Sekretaris Majelis Pertimbangan DPP PPP Usman M. Tokan.
Usman menjelaskan adanya pencopotan lantaran ramai dan gaduhnya soal Suharso Monoarfa secara pribadi serta dari kalangan simpatisan PPP.
"Sehingga pada tgl 30 Agustus 2022, dengan berat hati, Pimpinan 3 Majelis yang merupakan Majelis Tinggi DPP akhirnya melayangkan surat ketiga yang atas dasar kewenangannya mengeluarkan Fatwa Majelis yakni Memberhentikan Saudara Suharso Monoarfa dari Jabatan Ketua Umum DPP PPP terhitung sejak surat tersebut ditandatangani," kata Usman, Senin (5/9/2022).
Suharso pun menanggapi pencopotan tersebut dengan menegaskan dirinya masih menjadi Ketua Umum PPP.
"Saya masih ketua umum Partai Persatuan Pembangunan. Saya adalah ketua umum Partai Persatuan Pembangunan. Apa yang telah dikembangkan adalah tidak benar," katanya.
Dalam kesempatan itu, Suharso juga meminta agar apa yang terjadi di internal partai tak membawa-bawa Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Soal Kisruh PPP dan Posisi Suharso Monoarfa di Kabinet, Ini Kata Jokowi
Ia pun menegaskan, bahwa Presiden Jokowi tidak ikut campur dalam urusan internal PPP.
"Jangan bawa-bawa nama presiden, jangan bawa-bawa nama lembaga lembaga negara dan saya juga tidak sedang membawa nama presiden dan membawa nama lembaga lembaga negara," ujarnya.
"Saya tekankan sekali lagi jangan bawa nama presiden. Presiden tidak ikut campur dalam hal semacam ini," tegas Suharso.
Suharso juga menegaskan, bahwa tidak ingin ada konflik di PPP jelang Pemilu 2024. Pasalnya, ia merasa semua kader PPP telah lelah terus dihantam konflik di internal partai.
"Pemilu sudah dekat kita harus konsolidasi yang tidak mau konsolidasi minggir," kata Suharso.
"Kita sudah lelah. Jangan memprovokasi hal hal yang tidak benar. Sekali lagi ya saya ingin mengatakan sekali lagi saya adalah ketua umum PPP," jelas Suharso.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Fransiskus Adhiyuda Prasetia)(Kompas.com/Dani Prabowo/Kistyarini/Sabrina Asril)
Artikel lain terkait Suharso Monoarfa Diberhentikan PPP