Pengamat Hukum Sebut Pemberhentian Suharso Monoarfa Harus Sesuai AD/ART
Praktisi hukum Pitra Romadoni Nasution menilai Mukernas yang memberhentikan Suharso Monoarfa sebagai Ketua Umum PPP tidak sah.
Penulis: Erik S
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi hukum Pitra Romadoni Nasution menilai Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang memberhentikan Suharso Monoarfa sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bisa dikatakan tidak sah.
Apalagi jika para peserta Mukernas itu tidak dihadiri ketua, sekretaris, dan bendahara sebagaimana layaknya organisasi.
"Kalau dari pandangan hukum, mengenai organisasi politik harus sesuai AD/ART- nya. Kalau bertentangan dengan AD/ART- nya, nggak sah hasil keputusannya," ujar Pitra Romadoni, Rabu (7/9/2022).
Pitra menegaskan, semua persoalan yang terjadi di organisasi harus mengacu pada AD/ART.
Jika ada yang bertentangan dengan AD/ART maka hasil keputusannya ilegal alias tidak sah secara hukum.
Begitupun yang terjadi di internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menggusur Suharso Monoarfa sebagai ketua umum.
Karena itu, dalang dari Mukernas PPP di Serang, Banten, harus diusut.
Baca juga: Suharso Monoarfa Dicopot, Taj Yasin: Internal PPP Tetap Solid
"Aktor intelektualnya harus diusut.Apabila bukan pemegang mandat PPP sesuai AD ART, itu merupakan pembegalan terhadap ketua yang sah" katanya.
Presiden Kongres Pemuda Indonesia ini mengatakan, pergantian ketua umum PPP juga harus jelas. Jika tidak ada salahnya maka hal tersebut adalah masalah hukum yang mereka lakukan.
Karena legalitas pengurusan partai politik harus melalui keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).
Perintah dari Pasal 23 UU Parpol yang menyatakan: susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan parpol tingkat pusat didaftarkan ke Menkumham paling lama 30 hari terhitung sejak terbentuknya kepengurusan yang baru.
Baca juga: PPP Dengan Ketua Umum Mardiono Tegaskan Tetap di KIB
"Jika ditinjau dari perspektif legal-formal, kekhawatiran tersebut di atas agak berlebihan karena kewenangan atributif Menkumham untuk mengesahkan perubahan kepengurusan parpol hanya dapat dilakukan dalam keadaan normal atau tidak terdapat konflik," jelasnya.
Sementara terkait izin Mukernas dari polisi, Pitra menuturkan, hal tersebut hanya masalah pengamanan dan sifatnya administrasi.
Namun yang dipermasalahkan adalah keputusannya. Karena pergantian Suharso Monoarfa sebagai Ketua Umum PPP terkesan mengandung hostile take over.
Baca juga: Wakil Ketua Sebut DPW PPP Lampung Dukung Pemberhentian Suharso Manoarfa: Ini Alasannya
"Jadi harus menyampaikan dasar apa, mereka ganti ketumnya. Apakah ada kesalahan dan sudah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Partai.Sebab menurit UU No. 2 tahun 2011, Mahkamah Partai itu adalah organ partai untuk menyelesaikan tiap sengketa," paparnya.
Suharso Monoarfa mengatakan, berdasarkan laporan yang didapatnya Mukernas kemarin tidak mendapatkan STTB dari Polri.