Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Eks KSAU Bantah Tak Kooperatif, KPK: Silakan Jelaskan di Hadapan Penyidik

KPK mempersilakan Agus Supriatna untuk menyampaikan hal tersebut di hadapan tim penyidik, jika merasa pemanggilan terhadap dirinya dirasa kurang tepat

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Eks KSAU Bantah Tak Kooperatif, KPK: Silakan Jelaskan di Hadapan Penyidik
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna. Eks KSAU Bantah Tak Kooperatif, KPK: Silakan Jelaskan di Hadapan Penyidik 

Sebelumnya, ia sempat mengajukan praperadilan, namun ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Irfan adalah Direktur PT Diratama Jaya Mandiri sekaligus pengendali PT Karsa Cipta Gemilang.

Kasus ini bermula pada Mei 2015 ketika Irfan dan pegawai perusahaan AgustaWestland Lorenzo Pariani bertemu Mohammad Syafei yang saat itu menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.

Pertemuan itu membahas akan dilaksanakannya pengadaan helikopter AW-101 VIP atau VVIP TNI AU

Irfan selaku agen AW diduga memberikan proposal harga pada Syafei dengan mematok harga satu unit heli 56,4 juta dolar AS. 

Sementara antara Irfan dengan pihak AW, harga yang disepakati adalah 39,3 juta dolar AS atau Rp514 miliar.

Pada November 2015, panitia pengadaan helikopter AW 101 VIP mengundang Irfan dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang proyek. 

Berita Rekomendasi

Namun, hal ini tertunda karena adanya arahan pemerintah menunda pengadaan helikopter.

Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers penahanan mengatakan rencana pengadaan ini berlanjut pada 2016 dengan nilai kontrak Rp738,9 miliar dan metode lelang yang hanya diikuti dua perusahaan. 

“Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai Harga Perkiraan Sendiri kontrak pekerjaan,” kata Firli.

Harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015 senilai 56,4 juta dolar AS dan disetujui oleh PPK. 

KPK menduga Irfan aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan PPK Fachri Adamy. 

Proses lelang ini diduga diakali sehingga hanya perusahaan Irfan yang akan menang.

KPK menduga Irfan sudah mendapatkan bayaran 100 persen. 

Ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, seperti tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda. 

Akibat perbuatannya, KPK menengarai Irfan merugikan negara sejumlah Rp224 miliar. 

Saat digelandang ke mobil tahanan, Irfan irit bicara. 

“Saya masih lama di sini, nanti saja bertanyanya,” kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas