Pimpinan MPR: Repatriasi Prasasti Pucangan Bagian Upaya Penanaman Nilai-nilai Kebangsaan
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menilai keterhubungan emosi dan ideologi suatu bangsa menjadi penentu pelestarian setiap benda bersejarah.
Editor: Hasanudin Aco
Ketua Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia, Ninny Susanti Tejowasono mengungkapkan Prasasti Pucangan yang terdiri dari dua bagian itu memaparkan perjalanan sejarah Raja Airlangga dan orang-orang di sekitarnya dan ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno.
Sejak 2003, ungkap Ninny, pihaknya sudah menjadikan Prasasti Pucangan sebagai bagian kajian terkait sepak terjang Raja Airlangga.
Menurut Ninny, pada bagian prasasti yang bertuliskan bahasa Jawa Kuno sudah mengalami kerusakan yang cukup parah.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar mengungkapkan bahwa Prasasti Pucangan adalah sebuah prasasti yang dikeluarkan oleh Sri Maharaja atau raja sejajar dengan titah dewa-dewa, sehingga prasasti itu dianggap keramat.
Kekuatan Raja Airlangga di masa lalu, tegas Agus, ikut menjaga keutuhan kerajaan-kerajaan di Nusantara dari serbuan pihak luar, pascajatuhnya Kerajaan Sriwijaya.
Di akhir diskusi, jurnalis senior Saur Hutabarat menilai Prasasti Pucangan merupakan benda bersejarah yang sangat penting untuk segera dibawa kembali ke Indonesia.
Raja Airlangga, ujar Saur, sudah menerapkan prinsip-prinsip toleransi dengan berkembangnya agama Hindu dan Budha di masa kepemimpinannya.
Namun saat ini, ujar Saur, di negeri ini masih saja terjadi praktik intoleransi di sejumlah daerah. Karena itu, tegasnya, sangat penting Prasasti Pucangan untuk bisa segera kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Saur menyarankan tim ahli Indonesia-India harus segera dibentuk agar bisa melakukan penelitian. Sedangkan untuk upaya diplomasi dalam proses repatriasi, Saur mendorong, agar diangkat ke tingkat politik yang lebih tinggi setingkat pimpinan negara.