Jokowi Enggan Tanggapi soal Wacana Dirinya Jadi Cawapres, Pertanyakan Siapa yang Pertama Memunculkan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait adanya wacana dirinya bisa menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024 mendatang.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku enggan menanggapi terkait wacana yang menyebutkan dirinya bisa maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024 mendatang.
Jokowi pun mempertanyakan dari siapa awal mula wacana dirinya menjadi cawapres ini muncul.
Kemudian Jokowi menegaskan jika wacana itu bukan dari dirinya, maka ia tidak ingin menjelaskan terkait isu tersebut.
"Ini muncul lagi jadi wapres (cawapres). Itu dari siapa? Kalau dari saya, akan saya terangkan. Kalau enggak dari saya, saya enggak mau saya nerangin," kata Jokowi dilansir Kompas.com, Jumat (16/9/2022).
Lebih lanjut Jokowi menekankan bahwa sejak berbagai wacana muncul terkait kepemimpinannya, ia sudah menjawabnya dengan tegas.
Termasuk soal wacana presiden tiga periode yang sudah jelas Jokowi tolak.
Baca juga: Tolak Wacana Prabowo-Jokowi di Pilpres 2024, Elite PKS: Tidak Sehat
"Sejak awal saya sampaikan bahwa ini yang menyiapkan bukan saya loh ya. Urusan tiga periode sudah saya jawab, begitu itu sudah dijawab muncul lagi yang namanya perpanjangan. Juga sudah saya jawab," tutur Jokowi.
Diketahui sebelumnya, isu terkait wacana Jokowi menjadi Cawapres awalnya disampaikan oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI-P Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul.
Bambang Pacul menyebut jika Jokowi bisa saja menjadi Wakil Presiden pada 2024.
"Kalau Pak Jokowi mau jadi wapres, ya sangat bisa. Tapi, syaratnya diajukan oleh parpol atau gabungan parpol," kata Pacul saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).
Pasalnya menurut Bambang, tidak ada aturan yang melarang Jokowi maju sebagai cawapres.
Apalagi masa jabatan Jokowi sebagai Presiden akan berakhir di tahun 2024.
Baca juga: Jokowi Ogah Komentari Soal Isu Dirinya Berpeluang Jadi Cawapres di Pemilu 2024
Wacana Jokowi Jadi Cawapres Melecehkan Seluruh Pakar Hukum
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menyoroti soal wacana Jokowi menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto.
Menurutnya, wacana yang dimunculkan juru bicara Mahkamah Konstitusi dan didukung kader PDIP itu, selain melanggar etika politik, secara teoritik upaya itu telah melecehkan seluruh pakar hukum tata negara di dunia.
"Dari Van Vollehhoven, Utrech hingga Jimly Asshiddiqie. Apalagi wacana itu muncul dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang pernah dipimpin Jimly Asshiddiqie, pernyataan juru bicara MK itu memalukan institusi negara," kata Ubedilah dalam pesan yang diterima, Jumat (16/9/2022).
Ubed mengutip dalam pasal 7 UUD 1945, di mana disebutkan Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Baca juga: Jokowi Tanggapi soal Wacana Maju Jadi Calon Wakil Presiden RI pada Pilpres 2024
"Jadi hanya untuk dua periode baik posisi sebagai presiden maupun wakil presiden," kata dia.
Lebih lanjut, Ubed mengatakan capres dan cawapres itu dicalonkan dalam satu paket sebagaimana tertuang dalam pasal 6A UUD 1945 yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
"Satu pasangan itu juga maknanya melekat berlaku periode untuk presiden dan wakil presiden beserta larangannya yang tidak boleh mencalonkan lagi setelah dua periode untuk jadi capres maupun jadi cawapres," ujar Ubedilah.
Jadi, dikatakan Ubedilah, selain melanggar etika politik, berdasar logika hukum atau ratio legis berdasarkan tafsir a contrario atau dalam terminologi fikih politik disebut mafhum muwafaqah.
Baca juga: Politikus PAN: Jokowi Tak Langgar Konstitusi Jika Jadi Cawapres, Tapi Rusak Tradisi Ketatanegaraan
Apabila seorang presiden yang telah menjabat dua periode dilarang menjabat presiden untuk ketiga kalinya, itu maknanya apalagi menjabat jabatan yg lebih rendah yakni jabatan wakil presiden tentunya jauh tidak dapat dibenarkan secara logika hukum tata negara.
"Jika upaya pencalonan Jokowi untuk jadi Cawapres itu ngotot terus dilakukan itu maknanya bisa dimungkinkan muncul kesimpulan ada semacam motif jahat untuk dibuka, mengapa ingin terus berkuasa?" tandas dia.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Reza Deni)(Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)