KPK Sambut Johanis Tanak: Sarat Pengalaman dari Kejaksaan Agung, Penguat Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut optimis terpilihnya pimpinan KPK baru, Johanis Tanak.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Diberitakan, Komisi III DPR memilih Johanis Tanak sebagai pimpinan KPK pengganti Lili Pintauli Siregar.
Pemilihan Johanis Tanak sebagai pimpinan KPK dilakukan usai Komisi III DPR melakukan voting, di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022).
Johanis Tanak dipilih oleh 38 anggota Komisi III DPR. Sementara itu calon pimpinan KPK lainnya yakni I Nyoman Wara meraih suara sebanyak 14.
Sementara itu ada satu suara yang tidak dinyatakan tidak sah. Total ada 53 suara sesuai kehadiran.
"Berdasarkan hasil dari perolehan suara seleksi calon pimpinan KPK masa jabatan 2019-2023 adalah sebagai berikut. Atas nama saudara Johanis Tanak terpilih sebagai calon anggota pengganti pimpinan KPK masa jabatan 2019-2023, apakah dapat disetujui?" tanya Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir.
"Setuju," jawab anggota dewan.
Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon pimpinan KPK, Johanis mengusulkan keadilan restoratif atau restorative justice untuk menyelesaikan kasus tindak pidana korupsi.
"Saya mencoba berpikir untuk RJ untuk tindak pidana korupsi. Restoratif justice. Tetapi apakah mungkin yang saya pikirkan itu bisa diterima? harapan saya bisa diterima. Karena pikiran saya, RJ tidak hanya bisa dilakukan pada tindak pidana umum termasuk juga perkara tindak pidana khusus dalam hal ini korupsi," kata Johanis di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022).
Baca juga: Sosok Johanis Tanak, Pimpinan KPK Pengganti Lili Pintauli Siregar, Lama Berkarir di Kejaksaan
Menurut Johanis Tanak, restorative justice bisa saja diterapkan meski dalam pasal 4 UU Tipikor, disebutkan bahwa apabila ditemukan kerugian negara maka tidak bisa menghapus proses tindak pidana korupsi. Dia menggunakan teori hukum untuk menjawab kendala itu.
"Hal itu sangat dimungkinkan berdasarkan teori ilmu hukum yang ada, peraturan yang ada sebelumnya dikesampingkan dengan aturan yang ada setelahnya," ujarnya.
Merujuk pada UU tentang BPK, Johanis Tanak menjelaskan, jika dalam audit investigasi BPK ditemukan suatu kerugian keuangan negara, maka BPK akan memberikan kesempatan 60 hari kepada yang bersangkutan untuk mengembalikan kerugian negara tersebut.
"Tetapi saya kemudian berpikir, kalau kemudian mengembalikan keuangan negara maka pembangunan dapat berlanjut. Tapi dia sudah melakukan suatu perbuatan yang menghambat proses pembangunan," ujarnya.
"Kalau saya ilustrasikan, kalau saya meminjam uang di bank, kalau saya minjam ada bunganya, Pak. Dari pokok kemudian bunga. Kemudian ketika saya melakukan penyimpangan saya dapat dikenakan denda. Jadi selain bayar bunga, bayar juga denda. Saya punya pemikiran walaupun belum ada di UU Tipikor, tapi bisa juga diisi dengan suatu peraturan untuk mengisi kekosongan hukum mungkin dengan perpres. Di mana nantinya ada yang lakukan korupsi saya berharap dia dapat kembalikan uang tersebut, dia kena denda juga kena sanksi juga. Kalau dia rugikan negara Rp10 juta, dia kembalikan ke negara Rp20 juta. Jadi uang negara tidak keluar, PNBP untuk negara ada," kata Johanis.