Bawaslu Diminta Hati-hati Menjalankan Peran Ajudikasi: Harus Objektif Menempatkan Diri
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekarang ini memiliki peran ajudikasi pada Pemilu 2024
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pusat Kajian Konstitusi dan Pemerintahan (PK2P) Fakultas Hukum UMY (Kota Yogyakarta), King Faisal menyebut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekarang ini memiliki peran ajudikasi.
Peran ini disebut King Faisal sangat signifikan di Pemilu 2024 mendatang jika dibandingkan dengan Bawaslu pada periode sebelumnya.
Baca juga: Punya Kesamaan Karakteristik, Bawaslu: Indonesia Bisa Belajar dari Brasil Soal Penggunaan e-Voting
“Bawaslu sekarang ini memiliki peran ajudikasi, penyelesaian sengketa pemilu yang sangat signifikan dibandingkan dengan rezim pemilu sebelumnya karena dia bisa melakukan diskualifikasi dan sebagainya,” ujar King Faisal dalam paparannya dalam Serial Diskusi Menyisir Problematika Pemilu 2024: Refleksi dan Aksi yang berlangsung secara daring, Kamis (13/10/2022).
Hal ini disebut King Faisal sebagai kesempatan Bawaslu, mengingat Pemilu 2024 bakal sangat kompleks. Tentu dengan satu catatan, yaitu Bawaslu tetap mengerti di mana menempatkan diri secara objektif dalam menjalankan tugasnya.
“Ini sebenarnya kesempatan bagi Bawaslu kalau dalam pengertian dia mampu menempatkan diri secara objektif dalam memberikan atau melaksanakan tanggung jawab,” jelas King Fasial.
Baca juga: Bambang Widjojanto Soroti Soal Ribuan Anggota KPU dan Bawaslu Habis Masa Jabatan pada 2023-2024
King Faisal sendiri dalam pemetaannya melihat banyak sekali problematika yang kemungkinan besar bakal terjadi di Pemilu 2024,.
Adapun beberapa problematika utama tersebut menyangkut distribusi logistik pemilu yang terlambat karena faktor manajemen atau sumber daya alam dan juga faktor alam serta geografi.
Kemudian terkait pemuktahiran data pemilih, pola rekrutmen kapasitas dan beban kerja penyelenggara KPPS, masifnya politik uang, dan pendidikan politik oleh partai politik serta penyelenggara pemilu yang dirasa masih kurang.
“Dilanjutkan dengan defisit partisipasi politik masyarakat, minusnya pendidikan politik penyelenggara pemilu dan peserta pemilu, meningkatnya floating mass di kalangan pemilih pemula, massifnya kampanye hitam, serta politisasi birokrasi,” jelas King Faisal.
Baca juga: Elektabilitas Puan Jauh di Bawah Ganjar Pranowo, PDIP: Elektoral Bukan Pertimbangan Utama
Integgritas penyelenggara, pengamanan gangguan Kamtimbas di daerah konflik, antisipasi konflik, membludaknya pelanggaran pemilu, serta kesiapan MK dalam penyelesaian perselisihan juga tidak luput dalam pemetaan.