Fakta Temuan Komnas HAM soal Tragedi Kanjuruhan: Gas Air Mata Ditembakkan saat Situasi Kondusif
Fakta temuan Komnas HAM soal Tragedi Kanjuruhan. Gas air mata ditembakkan saat situasi kondusif. Komnas HAM juga kantongi video kunci.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan beberapa temuan terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur yang terjadi pada 1 Oktober 2022.
Pihaknya telah melakukan investigasi di sekitar lokasi Stadion Kanjuruhan sejak tanggal 2 Oktober 2022 seusai tragedi yang menewaskan 132 orang.
Mereka juga telah meminta keterangan kepada sejumlah pihak.
Untuk memperkuat investigasi, Komnas HAM telah meminta sejumlah video dan foto dari saksi dan korban tragedi Kanjuruhan.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, menyampaikan temuan yang diperoleh dari hasil invetigasi.
Baca juga: Lebih Dari 100 Korban Kanjuruhan Mengadu ke Posko, Sebagian Alami Sesak Nafas dan Sakit Tenggorokan
"Ini temuan awal ya dan masih bisa berkembang," kata Anam di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (12/10/2022) melalui kanal YouTube KompasTV.
Berikut ini beberapa temuan dari Komnas HAM:
Video Eksklusif dari Para Saksi dan Korban
Komnas HAM mengonfirmasi ada beberapa video kunci yang berhasil mereka kumpulkan.
Kumpulan video tersebut adalah rekaman yang belum pernah beredar di internet, sehingga menjadi dokumen eksklusif Komnas HAM.
Anam mengatakan ada satu video dari seorang penonton yang memperlihatkan dengan jelas, mulai daridi stadion hingga berada di pintu keluar tempat para korban berjatuhan.
Namun, perekam video kunci itu justru menjadi satu dari 132 Aremania yang tak selamat dalam tragedi kelam tersebut.
"Jadi memang video ini sangat krusial. Dia bisa merekam dari sejak di tribun sampai di titik pintu itu, dan merekam banyak hal, dan, dia sendiri bagian dari yang meninggal," kata Anam.
Penembakan Gas Air Mata saat Situasi Kondusif
Dalam video yang beredar, terlihat beberapa suporter yang turun ke lapangan.
Para Aremania yang turun tersebut hanya ingin menyemangati pemain Arema dan tidak berbuat rusuh.
Komnas HAM mengatakan situasi itu kondusif selama 14-20 menit setelah peluit panjang tanda pertandingan selesai, dibunyikan.
Hingga akhirnya gas air mata ditembakkan pertama kali oleh polisi sekitar pukul 22.08 WIB.
"Telah ditemukan penggunaan gas air mata dan mendapatkan informasi terkait karakter gas air mata dan senjata yang digunakan," kata Anam.
Gas air mata yang ditembakkan terdiri dari berbagai jenis, di antaranya warna biru, kuning, hijau, dan merah.
"Bekas selonsongnya itu jarak 30 sentimeter masih panas (paparannya)," kata Anam menjelaskan efek dari selongsong gas air mata.
Sementara, temuan gas air mata saat ini sedang diuji ke laboratorium.
"Dengan menguji gas air mata, kita ingin melihat apa yang terkandung, zat kimia yang terkandung di sana, dan bagaimana efeknya terhadap kesehatan," kata Anam.
Pintu Stadion Terbuka
Komnas HAM menemukan fakta bahwa pintu stadion Kanjuruhan Malang tidak tertutup saat tragedi terjadi.
"Kami ingin mengonfirmasi dari berbagai video yang tersebar di internet dan memperlihatkan pintu yang tertutup, padahal pintunya itu terbuka," kata Anam.
Ia mengonfirmasi, seluruh pintu stadion, termasuk pintu di sisi selatan.
Namun, pintu yang terbuka sangat kecil dan hanya muat dilalui oleh dua orang.
Sehingga, pintu tersebut tidak dapat meloloskan para penonton yang berhamburan keluar dalam jumlah yang banyak karena menghindari gas air mata.
Anam mengatakan, sebelumnya tidak pernah terjadi tragedi di stadion Kanjuruhan meski pintu keluar terbuka dengan ukuran yang kecil.
Namun, situasi pada 1 Oktober 2022 ketika polisi menembakkan gas air mata, menyebabkan penonton berebut keluar.
Sehingga, penonton yang berjumlah ratusan tersebut saling berdesakan hingga kekurangan oksigen dan terpapar gas air mata yang menyesakkan.
Baca juga: Setelah Komnas HAM, Hari Ini Giliran LPSK Sampaikan Investigasi Tragedi Kanjuruhan ke Publik
Dokumen Perencanaan Laga
Komnas HAM juga melakukan investigasi dari pihak penyelenggara pertandingan.
Mereka mengatakan telah mengantongi dokumen rencana pengamanan, termasuk analisis prakondisi hingga terjadinya tragedi Kanjuruhan.
Anam lalu menunjukkan postur keamanan di Stadion Kanjuruhan, termasuk kebutuhan personel dan persenjataannya, yang dipersiapkan kurang lebih 10 hari sebelumnya.
"Termasuk permintaan PHH (Pasukan Huru-hara). Nanti kami sampaikan ketika laporan akhir," sebut Anam.
Penonton Melebihi Kapasitas
Komnas HAM menemukan fakta bahwa jumlah penonton saat tragedi Kanjuruhan melebihi kapasitas.
"Kapasitas resmi stadion Kanjuruhan hanya 38.054 orang," kata Anam.
Anam mengatakan, Eks Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat, sebenarnya telah meminta agar kapasitas penonton yang datang ke stadion dikurangi.
Namun, pihak penyelenggara sudah mencetak 43.000 tiket dan sudah ada 42.516 tiket yang dipesan.
Komnas HAM juga mengaku telah mengantongi jejak komunikasi di balik batalnya usul memajukan jadwal laga Arema vs Persebaya dari semula malam menjadi sore.
"(Eks) Kapolres Malang mengajukan perubahan jadwal pertandingan semula jam 20.00 menjadi jam 16.00 namun ada penolakan dari PT LIB (Liga Indonesia Bersatu) sehingga dilaksanakan sesuai jadwal semula," kata Anam.
"Kami tahu apa yang terjadi, termasuk kenapa (jadwal pertandingan) tidak bisa diubah walaupun salah satu alasannya (perubahan jadwal) soal keamanan. Nanti poin itu kami akan buat di laporan akhir," jelasnya.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM Kupas Tuntas Soal Obat Ternak, Sepatu dan Tembakan Gas Air Mata
Banyak Sepatu di Lapangan
Menjelang akhir konferensi pers, Anam mengatakan Komnas HAM menemukan banyak sepatu yang bertebaran di lapangan.
Berdasarkan hasil investigasi sementara, sepatu-sepatu itu adalah sepatu suporter yang dilempar setelah mereka panik karena ditembaki gas air mata.
Mereka melempar sepatu sebagai perlawanan pada para polisi yang menembakkan gas air mata.
"Di laporan akhir kami jelaskan titik krusial kenapa kok jatuh korban di pintu-pintu krusial," ujar Anam.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan