Perdamaian Syarat Mutlak dan Satu-satunya Jalan Menuju Kesejahteraan
Para petinggi agama seluruh dunia dan otoritas pemerintahan di Roma berkumpul bersama membaharui tekad perdamaian.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah krisis perdamaian, di tengah gelombang kebencian dan balas dendam, Minggu (23/10/2022) malam waktu Roma, para petinggi agama seluruh dunia dan otoritas pemerintahan di Roma berkumpul bersama membaharui tekad perdamaian, di bawah judul "The Cry for Peace" (Il Grido della Pace" - Rintihan Perdamaian).
“Para pembicara sepakat bahwa perdamaian adalah syarat mutlak dan satu-satunya jalan menuju kemajuan dan kesejahteraan bersama. Agar bisa hidup damai, dibutuhkan kesediaan untuk mengampuni, berani mengalah,dan mengembangkan budaya dialog, budaya kerjasama, budaya pertemuan, dan saling mengenal serta memahami dalam suasana penuh rasa hormat, dan semangat resiprositas (timbal-balik),” tutur Romo Markus Solo Kewuta SVD, dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com pada Senin malam (24/10/2022).
Padre Marco, demikian satu-satunya pejabat Takhta Suci Vatikan asal Indonesia, menyebutkan pertemuan tersebut juga dihadiri antara lain Presiden Italia Sergio Mattarella, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Sekjen Liga Muslim Sedunia Muhammad Bin Abdul Karim Al-Isa, Tokoh Yahudi Prancis Haim Korsa, Pendiri Sant Egidio Dr Andrea Riccardi, Ketua Konferensi Uksup Italia, Kardinal Matteo Zuppi.
Hadir juga delegasi Muslim Indonesia yakni Prof Din Syamsuddin dari Muhammadiyah dan KH Marsyudi Suhud, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Agama harus menjadi bagian dari solusi dan bukan bagian dari masalah”, ujar Presiden Mattarella menggarisbawahi pernyataan Paus Fransiskus di dalam pidatonya.
Mattarella, sebut Padre Marco, juga menegaskan bahwa tidak ada perang suci. Yang ada adalah perdamaian yang suci.
Presiden Macron pada gilirannya memberikan motivasi dan semangat harapan kepada dunia dengan menyimpulkan bahwa sekalipun banyak tantangan dan kesulitan, perdamaian selalu mungkin.
“Butuh keberanian dan tidak boleh putus asa,” ucap Macro, seperti dikutip Padre Marco.
Program "The Cry for Peace" kali ini berlangsung 3 hari dengan banyak seminar dan berakhir dengan Doa Bersama di Colosseum yang dihadiri oleh Paus Fransiskus.
Menurut Padre Marco, ada hal yang menarik dalam acara Minggu malam tersebut, adalah kesaksian nyata Olga Makar, seorang gadis Ukraina yang luput dari gempuran kota Kiev pada masa agresi Rusia ke Ukraina beberapa saat lalu.
“Kesaksiannya disambut tepuk tangan meriah oleh ribuan hadirin di dalam aula besar itu, pertanda dukungan mereka terhadap perdamaian di Ukraina,” ungkap Padre Marco.
Padre Marco menjelaskan bahwa acara tersebut diselenggarakan oleh Gerakan awam Katolik Sant Egidio yang berbasis di Roma, yang menyelenggarakan acara yang sama setiap tahun pada bulan Oktober.
Acara ini dilakukan untuk mengenang Hari Doa Sedunia bersama ratusan tokoh agama dunia pertama kali dalam sejarah yang digelar oleh Paus Yohanes Paulus II di Assisi pada 26 Oktober 1986 silam.
“Tahun ini Sant Egidio mengadakannya untuk ke-36 kalinya, bertempat di Auditorium Nuvola, Eur, Roma," pungkas Padre Marco. (*)