Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perjalanan Kasus Kardus Durian yang Jadi Perhatian KPK

Kasus Kardus Durian di Kemenakertrans tahun 2011 kembali mencuat setelah Ketua KPK Firli Bahuri memberikan tanggapan.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Perjalanan Kasus Kardus Durian yang Jadi Perhatian KPK
TRIBUNNEWS.COM/YOGI GUSTAMAN
Satuan Pengamanan KPK menggotong kardus durian berisi uang yang menjadi barang bukti bagi penyidik. Di dalam kardus tersebut berisi uang diduga senilai Rp 1.5 miliar. Kini kasus tersebut menjadi sorotan setelah Ketua KPK Firli Bahuri angkat bicara. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri baru-baru ini menyatakan memberikan perhatian kepada kasus kardus durian yang diduga menyeret nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

Kardus durian merupakan tempat uang senilai Rp 1,5 miliar yang ditemukan petugas KPK di Kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) pada tahun 2011.

Hal itu disinggung Firli bahuri saat menjawab pertanyaan awak media usai menggelar konferensi pers penahanan tersangka kasus dugaan suap perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022).

"Perkara lama yang disebut kardus durian ini juga menjadi perhatian kita bersama. Tolong kawal KPK, ikuti perkembangannya. KPK pastikan setiap perkara disampaikan kepada rekan-rekan semua," ucap Firli Bahuri di kantornya.

Baca juga: Firli Bahuri Bicara Soal Kasus Kardus Durian: Tolong Kawal KPK

Kasus kardus durian adalah kasus suap pembahasan anggaran untuk dana optimalisasi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) di Kemnakertrans.

Kasus ini juga melibatkan PT Alam Jaya Papua sebagai pihak swasta.

Berita Rekomendasi

Diketahui, saat kasus korupsi terjadi, Cak Imin saat itu menjabat sebagai Menakertrans.

Tim penindakan KPK kala itu melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 25 Agustus 2011 dan meringkus dua anak buah Cak Imin.

Mereka adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya dan bekas Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans Dadong Irbarelawan.

Baca juga: Alexander Marwata: Bupati Bangkalan Tersangka KPK

Dua anak buah Menakertrans Muhaimin Iskandar tersebut diduga menerima suap Rp 1,5 miliar dari pengusaha yang bernama Dharnawati terkait dengan program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT).

Dharnawati yang merupakan kuasa direksi PT Alam Jaya Papua juga diamankan petugas KPK dalam OTT itu.

Dadong Irbarelawan membuat pengakuan yang memojokkan keterlibatan Cak Imin.

Ia mengatakan komitmen fee dari Dharnawati Rp 1,5 miliar diduga memang akan diberikan kepada Cak Imin.

Dadong, saat pemeriksaan terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 2012, menyebutkan beberapa fakta tentang keterlibatan Cak Imin.

Pada Mei 2011, Nyoman memanggil Dadong datang ke ruangannya.

Di dalam ruangan sudah ada Dharnawati dan Dhany S Nawawi, mantan Staf Khusus Presiden Bagian Tim Penilai Akhir.

Nyoman memperkenalkan keduanya kepada Dadong yang hendak ikut mengerjakan proyek di Kemenakertrans itu.

"Katanya Pak Dhany sudah ketemu dengan Pak Muhaimin," kata Dadong menirukan ucapan Nyoman ketika diperiksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/3/2012).

"Pada waktu itu, saya diam saja," katanya.

Pada 23 Agustus 2011, dua hari sebelum dicokok KPK, kata dia, Sindu Malik memanggilnya ke lantai dua Kementerian di Kalibata, Jakarta Selatan.

Sindu adalah mantan pejabat Kementerian Keuangan.

Dadong mengetahui ruang itu kerap ditempati Sindu.

Di ruangan itu, selain ada Sindu, ada Muhammad Fauzi.

Dia mantan anggota tim asistensi Menteri Muhaimin.

Dadong bertanya kepada dua orang tersebut siapa yang akan menerima duit dari Dharnawati.

"Dijawab Pak Sindu dan Pak Fauzi, untuk Trans I," kata Dadong.

Ia memberikan pernyataan ini setelah mendapat pertanyaan dari ketua majelis hakim Herdin Agustien.

"Setahu saya, Trans I itu Pak Muhaimin," ujar Dadong.

Ia melanjutkan, "Kata Fauzi, nanti saya klarifikasi lebih lanjut."

Dadong pernah juga berhubungan melalui telepon dengan Dhany.

Dia mengatakan Dhany menelepon untuk meng-clear-kan adanya komitmen fee 10 persen dari proyek PPID transmigrasi itu.

Dharnawati, kata Dadong, mulanya tidak mau memberikan komitmen fee sebesar itu, tapi Sindu Malik mengancam akan mengalihkannya ke pengusaha lain jika tidak sanggup memenuhi komitmen fee 10 persen tersebut.

Akhirnya, melalui Dhany, Dharnawati menyanggupi komitmen fee itu.

"Oke, kalau begitu saya komit. Tapi ada sebagian dana yang diambil untuk saya serahkan ke Pak Menteri," kata Dhany seperti dikutip oleh Dadong.

Dadong juga mengatakan bahwa Dhany menyatakan Dharnawati mendapat informasi Menteri butuh lebih dari Rp1,5 miliar.

Kemudian Dharnawati menitipkan buku tabungan, kartu anjungan tunai mandiri, dan PIN ATM kepadanya, yang di dalamnya berisi Rp500 juta.

"Saya titip buku tabungan untuk disampaikan langsung ke Menteri," ujar Dharnawati, yang ditirukan oleh Dadong.

Dadong juga mengatakan yang dimaksud dengan menteri adalah Muhaimin Iskandar.

Namun, dalam beberapa kesempatan, Cak Imin berkali-kali membantah, baik di dalam atau luar persidangan.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara kepada I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan.

Tak hanya itu, majelis hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Berdasarkan fakta pengadilan, Suisnaya dan Dadong terbukti bersalah menerima suap pada program PPIDT.

Sementara, Dharnawati dijatuhi hukuman 2,5 tahun bui dan denda Rp100 juta.

Hakim menyatakan Dharnawati terbukti melakukan perbuatan sesuai dengan dakwaan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tipikor.

Ia dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi memberikan suap kepada dua pejabat negara.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas