Soal Gagal Ginjal Akut, Komisi III DPR Nilai Oknum BPOM Bisa Terjerat Pidana jika Terbukti Lalai
maraknya penyakit gagal ginjal akut pada anak menimbulkan desakan agar ada proses hukum terhadap pihak yang dianggap lalai.
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Santoso menilai, maraknya penyakit gagal ginjal akut pada anak menimbulkan desakan agar ada proses hukum terhadap pihak yang dianggap lalai.
Santoso melihat oknum-oknum pegawai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berpotensi terkena jerat hukum apabila terbukti lalai.
"Secara kelembagaan, BPOM tidak bisa dipidana. Namun, jika ada oknum pegawai dan pejabat di sana melakukan kelalaian terhadap pengawasan obat maka bisa dijerat pasal lalai seperti yang dirumuskan dalam KUHP," kata Santoso dalam keterangannya, Jumat (28/10/2022).
Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, maraknya kejadian gagal ginjal akut pada anak belakangan ini masuk kategori peristiwa pidana.
Kealpaan, kelalaian, atau culpa, dikatakan Santoso, adalah jenis kesalahan dalam hukum pidana sebagai akibat dari kurang kehati-hatian, sehingga secara tidak sengaja sesuatu itu terjadi.
Santoso melanjutkan, Undang Undang (UU) juga tidak mengartikan maksud dari culpa.
Namun, terkait dengan culpa, di Indonesia terdapat pasal kelalaian yang mengakibatkan kematian orang lain. Hal ini diatur dalam Pasal 359 KUHP.
"Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Selain itu, bisa juga dijerat dalam pasal turut serta seperti yang tertuang dalam pasal 55 KUHP," kata Santoso.
Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut, Partai Buruh: Pengelolaan Kesehatan Pelayanan Bukan Cari Untung
Ditambah, Santoso menyebut sudah dinyatakan ada kandungan berbahaya dalam obat sirop yang selama ini beredar di masyarakat.
Dia pun meminta kepada penegak hukum khususnya Polri agar bertindak tegas dan menyelidiki kasus ini sampai tuntas.
"Jika ada pejabat atau staf BPOM yang tidak kooperatif dalam memberikan informasi data obat-obatan kepada penegak hukum, maka bisa dijerat dengan pasal menghalang-halangi penyelidikan-penyidikan. Artinya, dalam hal mengungkap kasus ini penyidik sudah punya legitimasi kuat dari UU, tinggal gaspol, tandas Santoso.
Sebelumnya Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril menyampaikan dari total 269 kasus yang tersebar di 27 provinsi dan tercatat per 26 Oktober 2022, DKI Jakarta jadi provinsi dengan total kasus gangguan ginjal akut pada anak terbanyak.
Berdasarkan data Kemenkes, DKI Jakarta memiliki 57 kasus dengan rincian 27 pasien meninggal dunia, 23 sedang dalam perawatan, dan 7 orang telah dinyatakan sembuh.
Tepat di bawah DKI Jakarta, ada Provinsi Jawa Barat dengan jumlah kasus gangguan ginjal akut pada anak terbanyak kedua.
Jawa Barat memiliki total 36 kasus gangguan ginjal akut, dengan rincian 19 meninggal dunia, 14 sedang dalam perawatan dan 3 pasien dinyatakan sembuh.
Syahril menyampaikan dari data per 26 Oktober 2022 yakni 269 kasus gangguan ginjal akut pada anak, sebanyak 73 pasien masih dirawat, 39 dinyatakan sembuh, dan 157 pasien meninggal dunia atau punya tingkat fatality rate 58 persen.
Namun dari tambahan 18 kasus sejak 24 Oktober 2022 lalu yang sebanyak 241 kasus, hanya 3 kasus yang benar-benar merupakan kasus baru. Sedangkan 15 lainnya adalah kasus yang baru dilaporkan yang terjadi sejak akhir September hingga pertengahan Oktober 2022.