Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sulitnya Pengambilan Aset Koruptor di Luar Negeri, Kejaksaan: Restorative Justice Jadi Opsi

persepktif penerapan restorative justice dalam kasus korupsi, hanya jika aset-asetnya tersimpan di luar negeri.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Sulitnya Pengambilan Aset Koruptor di Luar Negeri, Kejaksaan: Restorative Justice Jadi Opsi
Ist
Ketua Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa, Narendra Jatna 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wacana restorative justice bagi koruptor tengah mencuat ke permukaan.

Hal itu bermula dari pernyataan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak yang baru saja dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada hari ini, Jumat (28/10/2022).

Dirinya sempat melontarkan pernyataan adanya kemungkinan penerapan restorative justice dalam kasus korupsi saat uji kelayakan calon pimpinan KPK pada bulan lalu.

Sementara Ketua Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa, Narendra Jatna memberikan persepktif penerapan restorative justice dalam kasus korupsi, hanya jika aset-asetnya tersimpan di luar negeri.

“Kalau asetnya disimpan di luar negeri, itu gak gampang (untuk dirampas dan dikembalikan ke negara),” ujarnya dalam Webinar Nasional: Restorative Justice untuk Penyelesaian Kasus Korupsi pada Jumat (28/10/2022).

Dia mencontohkan suatu kasus korupsi yang pernah ditangani Kejaksaan Agung padda tahun 2005. Hingga kini, aset-aset dari terpidananya sulit untuk dikembalikan ke negara karena berada di luar negeri.

Berita Rekomendasi

Pada saat itu, dia mengungkapkan adanya kendala dari penghitungan aset yang disimpan di suatu akun bank luar negeri.

“Dihitung disana asetnya enggak cocok dengan putusan pengadilan,” katanya.

Baca juga: Calon Pimpinan KPK Johanis Tanak Usul Restorative Justice untuk Kasus Korupsi, Apa Mungkin?

Narendra juga menjelaskan bahwa dalam konteks aset di luar negeri yang jumlahnya sangat besar, diperlukan waktu hingga puluhan tahun atau bahkan sama sekali tidak bisa dikembalikan.

Oleh sebab itu, restorative justice dinilainya dapat menjadi opsi bagi kasus korupsi seperti itu.

Akan tetapi, restorative justice tidak berarti menghilangkan tanggung jawab terhadap tindak pidana lainnya dalam rangkaian kasus yang sama.

“Biasanya dalam korupsi itu diikuti tindak pidana lainnya,” ujar Narendra.

Hanya saja, untuk mempercepat pengembalian aset dalam jumlah besar di luar negeri, maka opsi tersebut tak menutup kemungkinan untuk digunakan.

“Opsi ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk kita semua.”

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak membuka opsi penerapan restorative justice dalam kasus korupsi. Menurutnya, restorative justice tak hanya bisa dilakukan dalam kasus pidana umum.

“Pikiran saya, RJ tidak hanya bisa dilakukan pada tindak pidana umum termasuk juga perkara tindak pidana khusus dalam hal ini korupsi," katanya di Ruang Rapat Komisi III DPR RI pada Rabu (28/9/2022).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas