Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wacana Revisi PP 109/2012, Pemerintah Diminta Lindungi Ritel dari Kebijakan Tembakau Eksesif

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) meminta pemerintah melindungi industri hasil tembakau (IHT) dari regulasi yang eksesif dan menekan.

Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Wacana Revisi PP 109/2012, Pemerintah Diminta Lindungi Ritel dari Kebijakan Tembakau Eksesif
Tribun Jatim/Danendra Kusuma
Ilustrasi tembakau. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah melindungi industri hasil tembakau (IHT) dari regulasi yang eksesif dan meneka 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah melindungi industri hasil tembakau (IHT) dari regulasi yang eksesif dan menekan.

Pasalnya, produk tembakau menyumbang penjualan yang signifikan bagi sektor ritel.

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, pemerintah harus berdaulat dan terbebas dari pengaruh pihak mana pun dalam memutuskan kebijakan pertembakauan di Indonesia.

Hal ini dia sampaikan terkait rencana revisi PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

“Berkaitan dengan revisi PP 109, perlu ada evaluasi terlebih dulu. Bukan berarti kita mengikuti tekanan, tetapi kita harus punya kedaulatan tersendiri untuk menentukan sikap kita di luar dari kepentingan yang tidak relevan dari tujuan kita untuk bertumbuh secara ekonomi,” ujar Roy saat mengisi FGD Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) bertajuk Diskursus Kedaulatan: Indonesia sebagai Pemimpin Global yang Berdaulat – Studi Kasus Regulasi Tembakau di Indonesia, dalam keterangan yang diterima, Selasa (1/11/2022).

Baca juga: Aprindo Optimis Sektor Ritel Semakin Meningkat saat Ramadan

Roy menjelaskan dalam menyusun kebijakan soal IHT pemerintah perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan ekonomi.

Berita Rekomendasi

Untuk kepentingan kesehatan, menurut Roy, aspek paling penting yang harus dilakukan adalah edukasi sejak dini.

Dia juga menyoroti hambatan dari regulasi berupa kurangnya sosialisasi sehingga implementasinya tidak maksimal.

“Aspek penting dari kesehatan berupa edukasi dan kurikulum perlu diberi tahu sejak dini. Sehingga, itu bisa membuat pencegahan secara dini," ujar dia.

Baca juga: Aprindo Beberkan Penyebab Minimnya Pasokan Minyak Goreng Murah ke Ritel

Menurut Roy, dalam ekosistem IHT yang di dalamnya juga termasuk sektor ritel, membutuhkan kepastian hukum dan kemudahan usaha dalam menjalankan tata niaga.

Dalam implementasinya, dia menilai pengusaha tidak antiregulasi selama kebijakan yang disusun tidak berbentuk pelarangan yang berpotensi mematikan ekosistem usaha.

“Kita harap kalau ada aturan, produktivitas industri tetap terjaga. Apalagi ada kepentingan investasi produsen sehingga kita juga harus menjaga keberlangsungannya, jangan sampai drop,” ujar Roy.

Adanya regulasi yang berimbang juga, sambung Roy, memberikan perlindungan bagi konsumen.

Terkait wacana pelarangan total iklan rokok pada beleid tersebut, Roy mengatakan bahwa konsumen juga memiliki hak untuk mendapatkan informasi mengenai produk dengan jelas dan membeli produk secara aman.

"Sebagai masyarakat atau konsumen di gerai retail, perlu kita lindungi ini bagian daripada konsumen rokok,” katanya.

Sementara itu, Pakar Kebijakan Publik Unjani Riant Nugroho, dalam forum yang sama, juga mengatakan pemerintah harus berdaulat penuh dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan nasional.

Dia juga melihat bahwa PP 109 yang saat ini berlaku sudah mengatur pertembakauan secara komprehensif dan menjadi titik temu berbagai kepentingan.

“PP yang sudah ada, sudah baik untuk kepentingan Indonesia. Jadi, dijalankan saja dulu, diimplementasikan sepenuh hati oleh semua pemangku kepentingan, tidak perlu diubah. Jika perlu, itu pun berupa evaluasi dan dievaluasi oleh tim independen profesional lintas bidang,” ujar Riant.

Riant mendorong agar pemerintah tidak mudah dipengaruhi oleh isu-isu internasional yang dikaitkan dengan lokal oleh sejumlah lembaga yang berujung pada intervensi kebijakan, apalagi dengan adanya momentum Presidensi G20 yang seharusnya dimanfaatkan oleh pemerintah untuk berkolaborasi saling mendukung dan teguh untuk konsisten menunjukkan kedaulatannya di hadapan negara-negara lain.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas