Cerita Afung Diminta Irfan Widyanto Ganti CCTV Kompleks Rumah Dinas Ferdi Sambo, Pastikan DVR Hidup
Afung menceritakan dirinya diminta Irfan Widyanto ganti CCT di sekitar kompleks rumah dinas Ferdy Sambo usai peristiwa penembakan Brigadir J.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha CCTV Tjong Djiu Fung alias Afung dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Kamis (3/11/2022).
Afung merupakan orang yang diminta terdakwa Irfan Widyanto untuk mengganti DVR CCTV yang berada di Kompleks Polri Duren Tiga atau skitar rumah Ferdy Sambo pasca penembakan Brigadir J.
Dalam sidang tersebut, Afung membeberkan awal mula dirinya dihubungi Irfan Widyanto.
Kata dia peristiwa itu terjadi sekitar pukul 15.00 WIB di hari Jumat 8 Juli 2022.
"Jadi pertama saya di WA oleh saudara Irfan dan dia mengatakan 'izin pak Afung, saya Irfan'. Terus saya bilang gini 'ada yang bisa saya bantu?' lalu dia bilang 'saya Irfan mau ada...pergantian dua unit DVR CCTV'. Saya bilang bisa," kata Afung dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dari situ, Irfan menanyakan harga terkait dengan CCTV yang dijual Afung.
Baca juga: Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Baiquni Wibowo, Terdakwa Obstruction of Justice Kasus Ferdy Sambo
Afung lantas menanyakan spesifikasi jenis kamera dan mesin DVR CCTV yang dibutuhkan Irfan.
Kata dia, berdasarkan rincian yang dijelaskan Irfan, jenis kamera CCTV yang diinginkan yakni merupakan pabrikan China.
"Lalu dalam sepengetahuan saya itu, itu adalah mesin merk china biasa toko-toko ada karena sesuai dengan kebutuhan mereka. Karena saya tahu itu cuma mesin China dan saya tahu," ucap Afung.
Singkatnya, kedua pihak itu sepakat perihal pergantian perangkat DVR CCTV bahkan hingga pembelian harddisk.
Baca juga: Pengacara Ferdy Sambo Tanyakan Kehidupan Rumah Tangga, Ayah Brigadir J: Hanya untuk Pancing Emosi
Saat itu, Afung langsung diminta Irfan datang ke lokasi yang diminta, yakni di kawasan Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan sekitar pukul 17.00 WIB sore.
Setibanya di lokasi, Afung diminta untuk masuk ke posko keamanan komplek yang lokasinya tepat berseberangan dengan rumah dinas Ferdy Sambo atau lokasi kejadian penembakan Brigadir J.
Afung langsung melakukan pengecekan, ternyata didapat sebagian besar CCTV yang terpasang di komplek itu sejatinya masih hidup dan berfungsi.
"Di sana saya sebagai teknisi di lapangan itu saya memperhatikan posisi kamera yang nyala itu ada beberapa titik, saya memperhatikan kamera nomor 1 dan 8 itu mati yang bisa diartikan dalam DVR itu ada dua unit atas sama bawah," kata dia.
"Itu masih hidup (kamera dan DVR nya)," lanjut Afung.
Baca juga: Hakim Minta Susi ART Ferdy Sambo Selalu Hadir dalam Sidang, Kejaksaan Negeri Jaksel Angkat Suara
Mendengar keterangan itu, jaksa penuntut umum lantas menanyakan apakah kamera itu merekam atau sekadar hidup saja.
Namun, Afung tidak dapat mengenali secara detail apakah kamera itu merekam atau tidak, pastinya kata dia, kamera itu hidup dan minta untuk diganti.
"Kalau merekam saya tidak jelas, karena intinya pekerjaan saya tidak mengambil bagian untuk mengetahui apa," ucap Afung lantas dipotong oleh jaksa.
"Saksi tidak nanya kenapa diganti?" tanya jaksa.
"Tidak pak," jawab Afung.
"Yang saksi lihat masih hidup, masih nyala?" tanya lagi jaksa.
"Masih nyala," tukas Afung.
Sebagai informasi, dalam sidang ini jaksa tak hanya menghadirkan Afung sebagai saksi, melainkan ada beberapa anggota Polri dari Polres Jakarta Selatan.
Di antaranya yang dihadirkan yakni mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ridwan Soplanit.
Diketahui, dalam perkara ini ada tujuh anggota polri yang ditetapkan sebagai terdakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J dengan menghancurkan dan menghilangkan barang bukti termasuk CCTV.
Mereka adalah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan; Agus Nurpatria; Chuck Putranto; Irfan Widianto; Arif Rahman Arifin; dan Baiquni Wibowo.
Keseluruhannya didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.