Sejarah dan Makna Hari Pahlawan pada 10 November
Simak sejarah dan makna dari Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November setiap tahunnya untuk memperingati peristiwa di Surabaya
Penulis: Pondra Puger Tetuko
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Berikut sejarah mengenai Hari Pahlawan yang diperingati setiap 10 November setiap tahunnya.
Pada tahun ini, Hari Pahlawan jatuh pada hari Kamis, (10/11/2022).
Hari Pahlawan merupakan hari nasional yang didedikasikan untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur terlebih dahulu.
Para pahlawan telah berjuang merebut dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.
Hari Pahlawan yang diperingati 10 November ini bukan termasuk dalam hari libur.
Baca juga: Inilah Sosok KGPAA Paku Alam VIII yang Akan Diberi Gelar Pahlawan Nasional dari DIY Tahun Ini
Hal itu ditetapkan dan ditandatangani oleh Presiden Soekarno saat itu, melalui Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur.
Diketahui, Hari Pahlawan ini memiliki sejarah panjang seperti yang dikutip melalui kemdikbud.go.id.
Sejarah Hari Pahlawan
Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November ini upaya untuk mengenang para pahlawan yang yang melakukan pertempuran besar.
Pertempuran besar itu terjai pada 10 November 1945 antara tentara Indonesia dengan pasukan Inggris.
Hal ini menjadi pertempuran pertama Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dan masuk dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Dimulai dengan genjatan senjata antara Indonesia dengan Inggris pada 29 Oktober 1945, hingga akhirnya bentrokan memuncak.
Puncak bentrokan itu setelah Brigadir Jendral (Brigjend) Mallaby ternuhun pada 30 Oktober 1945.
Brigjend Mallaby merupakan pimpinan tentara Inggris yang berada di Jawa Timur.
Hal tersebut membuat pihak Inggris marah besar dan mengganti pimpinannya dengan Mayor Jendral Eric Carden Robert Mansergh.
Selain itu, pihak Inggris juga mengeluarkan Ultimmatum bahwa 10 November 1945 meminta Indonesia uuntuk menyerahkan senjata dan berhenti melakukan perlawanan kepada AFNEI dan NICA.
Serta mengancam akan menggempur Kota Surabaya dari darat, laut, dan udara apabila Indonesia tidak mematuhi perintah Inggris.
Namun, ultimatum tersebut tidak ditaati oleh masyarakat Surabaya dan mengakibatkan pertempuran yang sangat dahsyat selama kurang lebih tiga minggu.
Baca juga: Sosok H Salahuddin bin Talabuddin yang Akan Diberi Gelar Pahlawan Nasional dari Maluku Utara
Dilansir laman semarangkota.go.id, dalam medan perang itu mengakibatkan 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban, 150.000 warga terpaksa meninggalkan Surabaya.
Sedangkan, prajurit Inggris yang tewas berjumlah 1.600 di Surabaya yang saat itu jadi mendapat julukan 'Nerala'.
Kemudian kota Surabaya dikenang sebagai kota pahlawan.
Diketahui, dalam peristiwa ini ada sosok yang dinela, yakni Bung Tomo yang menggerakkan dan mengobarkan semangat rakyat Surabaya.
Seruan Bung Tomo yang berhasil mengobarkan semangat adalah “Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!”.
Seruan itu disebarluaskan dalam siaran-siaran radio sehingga bantuan bagi rakyat Surabaya berdatangan dari berbagai penjuru baik dalam bentuk tenaga maupun logistik.
Makna Hari Pahlawan
Makna dari Hari Pahlawan ini untuk mengenang serta mengingat seberapa besar jasa perjuangan para pahlawan yang terlah gugur dalam pertempuran itu.
Dikutip dari medantourism, saat itu para pahlawan harus bertempur untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.
Saat itu senjata Indonesia sangat sedikit dan mengharuskan menggunakan senjata dari bambu runcing, para pahlawan tersebut tetap gagah dan berani melawan tentara Inggris.
Terdapat salah satu tokoh terkenal dalam perjuangan itu, yakni Bung Tomo yang mengobarkan semangat para pemuda Surabaya melalui siaran radio.
Selain itu, terdapat juga ungkapan bahwa 'Bangsa yang besar ialah bangsa yang menghargai dan menghormati jasa pahlawannya'.
Yang mempunyai arti apabila suatu bangsa tidak memiliki pahlawan, tidak adanya yang dibanggakan dari bangsa tersebut.
Selanjutnya, apabila suatu bangsa tidak mempunyai se sosok yang dibanggakan, berarti bangsa tersebut belum memiliki harga diri.
(Tribunnews.com/Pondra Puger)