Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anak Buah Ferdy Sambo Serahkan DVR CCTV ke Chuck Putranto di Rumah Saguling

Setelah bertemu Irfan dan diberi DVR tersebut, Arianto langsung bergegas kembali ke rumah saguling untuk menyerahkan alat tersebut.

Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Anak Buah Ferdy Sambo Serahkan DVR CCTV ke Chuck Putranto di Rumah Saguling
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Mantan Ajudan Ferdy Sambo peragakan kondisi para saksi saat jenazah Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J tergeletak di rumah dinas Ferdy Sambo, peragaan dilakukan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (9/11/2022). [Rizki Sandi Saputra] 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pekerja harian lepas (PHL) Divisi Propam Polri, Ariyanto menyebut menyerahkan langsung DVR CCTV yang berhasil dicabut oleh Irfan Widyanto ke Chuck Putranto.

Penyerahan itu dilakukan Ariyanto di rumah pribadi Ferdy Sambo yakni di Jalan Saguling III, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Awalnya, Ariyanto bercerita dirinya diperintah Chuck untuk mengambil DVR CCTV kepada Irfan yang berada di pos sekuriti Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan atau tepatnya di depan rumah dinas Ferdy Sambo.

Setelah bertemu Irfan dan diberi DVR tersebut, Arianto langsung bergegas kembali ke rumah saguling untuk menyerahkan alat tersebut.

"Kembali ke Saguling. Di Saguling bertemu dengan siapa?" tanya Jaksa.

"Langsung ketemu Pak Chuck. Saya bilang 'Pak ini titipan CCTV dari Pak Irfan'. Kata Pak Chuck 'ya sudah taruh saja di bagasi mobil', seperti itu," jawab Ariyanto.

Berita Rekomendasi

"Jadi saksi memperlihatkan?" ungkap Jaksa.

"Betul, jadi saya begini, ini Pak CCTV nya dari Pak Irfan. Kata Pak Chuck Ya sudah taruh aja di mobil, bagasi belakang," ucap Ariyanto.

Ariyanto menyebut penyerahan DVR CCTV itu persis dilakukan di depan rumah pribadi Ferdy Sambo.

Baca juga: Anak Buah Ferdy Sambo Ngaku Diperintah Chuck Putranto Ambil CCTV Usai Penembakan Brigadir J

Setelah, Chuck membuka mobilnya dengan remote kunci mobilnya, Ariyanto langsung menaruh di belakang mobil Chuck.

"Itu saksi dikasih kunci sama Pak Chuck?" tanya Jaksa.


"Enggak, langsung dibukain dari jauh pakai remote," jawab Ariyanto.

"Oh pakai remote. Saksi taruhnya di mana?" ungkap Jaksa.

"Di belakang," jawabnya.

"Belakang mana?" tegas Jaksa.

"Di bagasi belakang. Itu kan ada jok, saya taruh di belakang jok itu," tutur Ariyanto.

Irfan Hubungi Pengusaha CCTV

Pengusaha CCTV Tjong Djiu Fung alias Afung dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Kamis (3/11/2022).

Afung merupakan orang yang diminta oleh terdakwa Irfan Widyanto untuk mengganti DVR CCTV yang berada di Komplek Polri Duren Tiga pasca penembakan Brigadir Yosua.

Dalam sidang tersebut, Afung membeberkan awal mula dirinya dihubungi oleh Irfan Widyanto, kata dia peristiwa itu terjadi sekitar pukul 15.00 WIB di hari Jumat 8 Juli 2022.

"Jadi pertama saya di WA oleh saudara Irfan dan dia mengatakan 'izin pak afung, saya irfan'. Terus saya bilang gini 'ada yang bisa saya bantu?' lalu dia bilang 'saya irfan mau ada...pergantian dua unit DVR CCTV. Saya bilang bisa," kata Afung dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Dari situ, Irfan menanyakan harga terkait dengan CCTV yang dijual oleh Afung. Afung lantas menanyakan spesifikasi jenis kamera dan mesin DVR CCTV yang dibutuhkan oleh Irfan.

Kata dia, berdasarkan rincian yang dijelaskan oleh Irfan, jenis kamera CCTV yang diinginkan yakni merupakan pabrikan China.

"Lalu dalam sepengetahuan saya itu, itu adalah mesin merk china biasa toko-toko ada karena sesuai dengan kebutuhan mereka. Karena saya tahu itu cuma mesin china dan saya tau," ucap Afung.

Baca juga: Sosok Afung, Saksi di Sidang Kasus Obstruction of Justice Brigadir J, Tak Dikenali Terdakwa

Singkatnya, kedua pihak itu sepakat perihal pergantian perangkat DVR CCTV bahkan hingga pembelian harddisk.

Saat itu, Afung langsung diminta oleh Irfan datang ke lokasi yang diminta, yakni di kawasan Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan sekitar pukul 17.00 WIB sore.

Setibanya di lokasi, Afung diminta untuk masuk ke posko keamanan komplek yang lokasinya tepat berseberangan dengan rumah dinas Ferdy Sambo atau lokasi kejadian penembakan.

Afung langsung melakukan pengecekan, ternyata didapat sebagian besar CCTV yang terpasang di komplek itu sejatinya masih hidup dan berfungsi.

"Di sana saya sebagai teknisi di lapangan itu saya memperhatikan posisi kamera yang nyala itu ada beberapa titik, saya memperhatikan kamera nomor 1 dan 8 itu mati yang bisa diartikan dalam DVR itu ada dua unit atas sama bawah," kata dia.

"Itu masih hidup (kamera dan DVR nya)," jawab Afung.

Mendengar keterangan itu, jaksa penuntut umum lantas menanyakan apakah kamera itu merekam atau sekedar hidup saja.

Namun, Afung tidak dapat mengenali secara detail apakah kamera itu merekam atau tidak, pastinya kata dia, kamera itu hidup dan minta untuk diganti.

"Kalau merekam saya tidak jelas, karena intinya pekerjaan saya tidak mengambil bagian untuk mengetahui apa," ucap Afung lantas dipotong oleh jaksa.

"Saksi tidak nanya kenapa diganti?" tanya jaksa.

"Tidak pak," jawab Afung.

"Yang saksi lihat masih hidup, masih nyala?" tanya lagi jaksa.

"Masih nyala," tukas Afung.

Diketahui Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas