Hakim Agung Gazalba Saleh Tersangka KPK, Anggota Majelis Kasasi Penyunat Vonis Edhy Prabowo
Hakim Agung Gazalba Saleh tersangka baru kasus dugaan suap penanganan perkara di MA, dia anggota majelis kasasi penyunat vonis Edhy Prabowo.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hakim Agung Gazalba Saleh (GS) sebagai tersangka baru kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap penanganan perkara di MA yang menjerat Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati dan kawan-kawan.
Belum diketahui, perkara yang diduga menjadi bancakan Gazalba untuk menerima suap hingga ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Lembaga antirasuah itu belum menyampaikan keterangan resmi mengenai penetapan tersangka baru kasus dugaan suap penanganan perkara di MA ini.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron tak membantah soal penetapan tersangka baru ini.
Namun, ia meminta semua pihak menunggu hasil pengembangan penyidikan.
"Tunggu saja dulu kita sedang mengembangkan penyidikan," katanya.
Berdasarkan penelusuran, Gazalba Saleh yang merupakan hakim agung untuk kamar pidana MA diketahui pernah menangani sejumlah perkara.
Satu di antaranya, Gazalba Saleh menjadi hakim anggota kasasi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam perkara suap pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur.
Dalam putusan yang diambil pada 7 Maret 2022 tersebut, majelis kasasi MA menyunat hukuman Edhy Prabowo menjadi 5 tahun penjara.
Hukuman tersebut berkurang 4 tahun dibanding putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memvonis Edhy Prabowo dengan 9 tahun pidana penjara.
Majelis hakim kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap Edhy Prabowo berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp9,68 miliar dan 77.000 dolar AS.
Uang pengganti ini memperhitungkan uang yang telah dikembalikan Edhy Prabowo.
Hukuman uang pengganti ini sama dengan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Pengadilan Tipikor Jakarta.
Selain pidana pokok, majelis hakim kasasi juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 2 tahun setelah Edhy Prabowo selesai menjalani masa pidana pokok.
Dalam pertimbangan putusannya, majelis kasasi MA menilai Edhy telah bekerja baik selama menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Menurut majelis kasasi MA, kinerja Edhy selama menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan telah memberikan harapan besar kepada masyarakat, khususnya nelayan.
Salah satunya dengan mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 dengan tujuan adanya semangat memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat.
Sebelumnya, KPK dikabarkan menetapkan tersangka baru kasus dugaan suap penanganan perkara di MA.
Tersangka baru itu merupakan kolega Sudrajad Dimyati yang telah menjadi tersangka kasus suap tersebut.
"Ada (tersangka baru, red). Temannya (Sudrajad Dimyati, red). Hakim Agung juga," ungkap seorang sumber saat dikonfirmasi, Rabu (9/11/2022).
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap penanganan perkara di MA yang menjerat Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati.
Berdasarkan informasi, hakim agung yang menyandang status tersangka KPK ialah Gazalba Saleh.
"Benar," kata sumber singkat.
Gazalba Saleh sendiri sudah pernah diperiksa KPK pada Kamis (27/10/2022).
Saat itu ia diperiksa kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Sudrajad Dimyati.
Seusai pemeriksaan, Gazalba Saleh memilih untuk tidak banyak bicara.
Ia malah terlihat berusaha menghindari kerumunan wartawan yang ingin mencari tahu materi yang ditanyakan tim penyidik KPK kepada dirinya.
"Semua tanyakan pada penyidik, sudah disampaikan ke penyidik," tutur Gazalba Saleh di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022) sore.
Ruangan Hakim Agung Gazalba Saleh pun sudah digeledah tim penyidik KPK beberapa waktu lalu.
Diketahui, KPK sudah menjerat Sudrajad Dimyati bersama lima PNS di MA sebagai tersangka penerima suap.
Diduga, mereka menerima suap untuk merekayasa putusan kasasi pailit sebuah koperasi.
Perkara dugaan suap ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 21 September di Semarang dan Jakarta.
Diduga telah ada pemberian suap sebesar 202 ribu dolar Singapura atau sekira Rp2,2 miliar.
Suap diduga untuk mengatur vonis kasasi Koperasi Intidana agar dinyatakan pailit.
Pemberi suap yakni dua debitur koperasi dan dua pengacara yang jadi kuasa hukum pengajuan kasasi, yakni Yosep Parera dan Eko Suparno selalu pengacara serta Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Dilihat dari laman resmi MA, kasasi gugatan pailit itu tercatat dengan nomor perkara 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022.
Sudrajad Dimyati duduk sebagai anggota majelis bersama dengan Hakim Agung Ibrahim.
Sementara Ketua Majelis dipimpin Hakim Agung Syamsul Ma'arif.
Dalam putusan pada 31 Mei 2022, kasasi atas kepailitan itu dikabulkan oleh majelis.
Penerima suap dalam kasus ini 6 orang dari pihak MA.
Mereka ialah hakim agung Sudrajad Dimyati; hakim yustisial/panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu; PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie; serta PNS MA Albasri dan Nurmanto Akmal.
Diduga ada bagi-bagi uang Rp2,2 miliar agar kasasi dikabulkan.
Baca juga: KPK Tambah Masa Penahanan Hakim Agung Sudrajad Dimyati Dkk
Pembagian uangnya; Desy Yustria menerima Rp250 juta, Muhajir Habibie menerima Rp850 juta, Elly Tri Pangestu menerima Rp100 juta, dana Sudrajad Dimyati menerima Rp800 juta.
Namun pada saat OTT, bukti yang didapatkan KPK 205 ribu dolar Singapura dan Rp50 juta. Uang diduga merupakan suap.
Diduga, ada perkara lain yang melibatkan Desy Yustria dkk. Hal itu masih didalami penyidik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.