Pi: Varian Potensial Covid-19 Setelah Omicron, Apakah Berbahaya?
Simak informasi mengenai Pi, varian potensial Covid-19 setelah Omicron. Apakah berbahaya?
Penulis: Nurkhasanah
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Covid-19 akan terus bermutasi menjadi varian baru.
Omicron adalah varian Covid-19 terparah yang terakhir diketahui dan diidentifikasi pada bulan November tahun lalu.
Dikutip dari independent.co.uk, para ahli saat ini sedang menyelidiki apakah varian baru yang besar dapat muncul dan membawa gelombang infeksi baru.
Ketika varian baru itu benar-benar muncul, para ahli telah sepakat menyebutnya Pi, huruf berikutnya setelah Omicron dalam alfabet Yunani.
Meski begitu, para ilmuwan belum dapat memastikan apakah Pi benar-benar sedang dalam perjalanan.
Baca juga: Sebaran 4.188 Kasus Sembuh Covid-19 di Indonesia 14 November 2022: DKI Jakarta Terbanyak
Apakah Varian Pi berbahaya?
Profesor Greg Towers, dari University College London, mengatakan dia berharap meskipun mungkin ada lebih banyak perubahan dalam susunan genetik virus, varian Pi tidak akan mengakibatkan kembalinya penyakit serius.
Sementara itu, Profesor Alexi Sigal dari AHRI mengatakan ada perdebatan antara mereka yang percaya bahwa situasi saat ini lebih jinak adalah karena vaksin dan infeksi telah membangun dinding kekebalan yang efektif.
Meski demikian, Profesor Alexi Sigal juga memperingatkan bahwa evolusi virus dapat membawa kita kembali ke titik awal dalam perang melawan Covid.
Baca juga: Meski Belum Muncul, Varian Baru Covid-19 Sudah Diberi Nama: Pi
Lebih lanjut, Profesior Alexi Sigal mengatakan bahwa varian baru akan dapat menginfeksi orang meskipun mereka sudah divaksinasi, dikutip dari telegraph.co.uk.
Namun sementara para ilmuwan mungkin masih mempertimbangkan risiko varian baru Covid-19, mereka mengakui masyarakat semakin tidak peduli untuk melanjutkan kewaspadaannya terhadap pandemi.
Profesor Helen Rees dari Universitas Witwatersrand, yang juga ketua Dewan Kontrol Obat Afrika Selatan mengatakan, pejabat kesehatan mungkin masih menganggap pandemi sebagai darurat kesehatan, tetapi masyarakat tidak.
(Tribunnews.com/Nurkhasanah)