Kejaksaan Bantah Tudingan Benny Tjokro Soal Tebang Pilih Penanganan Kasus Asabri
Kejaksaan Agung membantah pernyataan terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asabri Benny Tjokrosaputro.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung membantah pernyataan terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), Benny Tjokrosaputro terkait adanya 'tebang pilih' dalam proses perkara ini.
"Tidak benar (ada tebang pilih)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana kepada Tribunnews.com pada Minggu (20/11/2022).
Menurut Ketut, pernyataan Benny Tjokro tersebut tak lebih dari sekadar bagian dari upaya pembelaan dirinya sebagai terdakwa.
"Mereka berusaha untuk melakukan pembelaan diri," kata Ketut.
Sebelumnya Benny Tjokro telah membacakan pledoi atau nota pembelaan terkait perkara ini pada Rabu (16/11/2022) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dalam pembelaannya, Benny Tjokro merasa telah dirugikan atas proses hukum yang berjalan.
"Saya melalui kesempatan ini menyampaiakan unek-unek kepada Yang Mulia Majelis Hakim, bagaimana saya sudah dirugikan atas proses hukum yang tebang pilih oleh penyidik Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan jaksa penuntut umum," ujarnya di dalam persidangan pada Rabu (16/11/2022).
Dalam pledoinya, Benny menyebut adanya pihak perorangan dan instansi yang muncul hingga ratusan kali di dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saksi-saksi di persidangan.
Pihak tersebutlah yang diklaim Benny harus bertanggung jawab atas kerugian negara hingga triliunan rupiah.
Namun pihak tersebut tidak pernah dijadikan tersangka apalagi terdakwa.
"Terhadap pribadi dan instansi ini, jaksa penuntut umum juga cenderung duduk manis saja," kata Benny.
Tak hanya itu, dalam pledoinya Benny juga menuding JPU berusaha menghapuskan keuntungan trilounan rupiah yang diterima Asabri dari hasil pekerjaannya.
Menurut Benny, hal itu dilakukan dengan menyebutkan uang keluar dari Asabri tanpa menerangkan adanya uang yanh diterima.
"Anehnya hitungan itu kemudian diamini saja oleh BPK, seolah-olah PT Asabri hanya mengeluarkan uang tanpa pernah menerima apapun," katanya.
Sebagai informasi, dalam kasus ini, Benny Tjokro telah dituntut hukuman mati oleh tim jaksa penuntut umum (JPU).
"Menghukum terdakwa menjatuhkan pidana mati," kata jaksa di persidangan pada Rabu (26/10/2022).
Baca juga: 164.000 Meter Persegi Lahan Benny Tjokro di Tigaraksa Disita Negara
Selain itu, Benny Tjokro juga dituntut dengan hukuman uang pengganti sebesar Rp 5.733.250.247.731.
Jika uang pengganti tidak dibayarkan dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam tuntutannya, jaksa mengungkapkan bahwa Benny Tjokro secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Perbuatan tersebut pada akhirnya menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 22,7 triliun.
Kerugian itu disebut jaksa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor: 07/LHP/XXI/05/2021 tertanggal 17 Mei 2021.
Dalam pertimbangan memberatkan, jaksa menyebut Benny selama persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah dan penyesalan sedikit pun atas perbuatan yang telah dilakukannya.
Selain itu menurut jaksa, perbuatan Benny Tjokro termasuk extraordinary crime dengan modus investasi melalui bursa pasar modal, menyembunyikan ke dalam struktur bisnis, dan menyalahgunakan bisnis yang sah.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati, Benny Tjokro Mengaku Dirugikan Atas Proses Hukum yang Tebang Pilih
"Perbuatan terdakwa mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan terhadap kegiatan investasi di bidang asuransi dan pasar modal," kata jaksa penuntut umum.