Hariyana Hermain Sebut Jaksa Tak Rincikan Pihak Korban Dalam Kasus Dana Donasi ACT
Hariyana Hermain menyatakan dakwaan yang dibacakan jaksa tidak menjelaskan secara rinci siapa yang menjadi korban dalam perkara dana donasi ACT
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Dewan Pembina sekaligus Senior Vice President Operational Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Hariyana Hermain mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait dugaan penyelewengan dana donasi korban pesawat Lion Air JT610.
Dalam eksepsi yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kubu Hariyana menyatakan dakwaan yang dibacakan jaksa tidak menjelaskan secara rinci siapa yang menjadi korban dalam perkara ini.
"Bahwa di dalam surat dakwaan, Penuntut Umum tidak secara jelas menguraikan siapa sebenarnya pihak yang mengalami kerugian dan menjadi korban dalam perkara ini," kata kuasa hukum Hariyana, Wildat dalam sidang Selasa (22/11/2022).
Tak hanya itu, kubu Hariyana juga menyebut laporan perkara yang melibatkan beberapa petinggi ACT termasuk dirinya sangat tidak berdasar.
Sebab kata dia, pemberitaan mengenai ACT dari sebuah media konvensional tidak bisa dijadikan acuan pelaporan pidana.
Baca juga: Didakwa Lakukan Penggelapan Dana Donasi, Eks Presiden ACT Ahyudin Tak Layangkan Nota Keberatan
Tak hanya itu, laporan pidana itu juga kata dia dilakukan oleh pihak kepolisian lantaran berita viral di media sosial.
"Yang mendiskreditkan Yayasan ACT dalam Majalah Tempo edisi 2 Juli 2022. Di mana pihak-pihak yang memberikan informasi kepada Majalah Tempo tersebut tidak diketahui sumbernya dengan jelas," kata dia.
Selain itu, kubu Hariyana juga menyatakan kalau pihak ahli waris korban belum sekalipun melayangkan somasi atau gugatan hukum kepada ACT.
"Bahwa faktanya progres pekerjaan pembangunan fasilitas sosial BCIF Boeing sudah mencapai 75 persen. Dan hingga saat dakwaan ini diajukan tidak pernah ada permasalahan hukum baik somasi maupun gugatan hukum dari Boeing maupun ahli waris korban," kata dia.
Baca juga: Sidang Perdana Eks Bos ACT: Terungkap Jumlah Donasi yang Diselewengkan, dan Terancam 5 Tahun Penjara
Karenanya, tim kuasa hukum menilai dakwaan dari jaksa penuntut umum harus batal demi hukum.
Dengan begitu, kubu Ibnu Khajar meminta kepada majelis hakim untuk menolak seluruh dakwaan jaksa penuntut umum.
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum nomor register perkara: PDM-269/Eoh.2/10/JKTSL.TN/2022 tertanggal 1 November 2022 batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak diterima. Melepaskan terdakwa dari tahanan," tukas Wildat.
Dakwaan Jaksa
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Ahyudin melakukan penggelapan dana donasi itu bersama Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain selaku Dewan Pembina ACT.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia.
Baca juga: Beda dengan Ahyudin, 2 Terdakwa Kasus Penyelewengan Donasi ACT Ajukan Keberatan atas Dakwaan Jaksa
Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.
"Atas peristiwa tersebut Boeing menyediakan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610," ucap Jaksa.
"Selain itu Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan," sambungnya.
Namun, uang donasi BCIF tersebut tidak langsung diterima oleh ahli waris, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
ACT, sebagai pihak ketiga mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk menjadi lembaga pengelola dana donasi BCIF tersebut
Dalam perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial BCIF sebesar USD 144.500 atau senilai Rp2 miliar per ahli waris dengan total dana sekitar Rp138 miliar dari Boeing.
Namun, uang donasi BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain sebesar Rp117 miliar bukan untuk peruntukannya.
"Telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997,diluar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," ucap Jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa pasal 374 subsider 372 KUHP juncto pasal 55 ayat ke 1 ke 1 KUHP soal Tindak Pidana Penggelapan Dana.