Bareskrim Geledah Gudang Distributor Milik Swasta di Kasus GGAPA, Obat-obatan Disita
Bareskrim Polri kembali melakukan penggeledahan terkait kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang membuat ratusan anak meninggal
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri kembali melakukan penggeledahan terkait kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang membuat ratusan anak meninggal dunia.
Kali ini, penyidik menggeledah gudang distributor obat milik PT DN.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa penyidik menyita obat-obatan yang terkait kasus GGAPA. Barang bukti yang disita telah diamankan oleh penyidik Bareskrim.
"Melakukan penambahan barang bukti obat jadi di gudang distributor PT DN," kata Ramadhan dalam konferensi pers virtual, Kamis (24/11/2022).
Ramadhan menjelaskan bahwa pihaknya juga masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah drum bekas yang diduga terdapat bahan campuran obat.
"Melakukan pengecekan terhadap drum bekas yang diduga merupakan bahan campuran obat yang diproduksi oleh PT AF yaitu PG dengan merk Dow Chemical and Lyondell," jelasnya.
Lebih lanjut, Ramadhan menambahkan penyidik juga sedang melaksanakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap distributor supplier bahan baku yaitu PT MAK di Bareskrim Polri terkait dokumen penjualan ke PT AF.
"Kemudian perlu disampaikan juga bahwa berdasarkan hasil analisa penyidik ditemukan adanya kesesuaian barang bukti yang disita dari PT AF yaitu nomor base bahan PG yang diuji Puslabfor Polri menunjukkan hasil di atas ambang batas maksimal," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri menetapkan bos CV Samudra Chemical berinisial E menjadi dugaan tersangka kasus obat sirop penyebab gagal ginjal akut.
Penetapan tersangka itu dibenarkan oleh Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto.
Baca juga: Bareskrim Periksa Kepala Laboratorium BPOM di Kasus Obat Sirop Penyebab Gagal Ginjal Akut
Menurutnya, penetapan tersangka itu dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara.
"Iya, kita kan sudah dilakukan gelar perkara untuk tingkatkan menjadi tersangka," kata Pipit kepada wartawan, Selasa (22/11/2022).
Pipit menuturkan penyidik juga telah memiliki alat bukti yang cukup untuk menetapkan E menjadi tersangka. Sebaliknya, penyidik telah menemukan unsur pidana yang dilakukan tersangka.
"Tindak pidananya terjadi sudah dilihat tadi kan sudah ditemukan sama penyidik. Yang kedua ada petunjuk-petunjuk yang mengatakan mereka bareng-bareng dibeli dari situ (CV SC). Kan itu sudah jelas," ungkapnya.
Di sisi lain, Pipit menuturkan bahwa tersangka E kini masih tengah dalam proses pencarian oleh penyidik Bareskrim Polri. Sebab, pelaku sudah dua kali mangkir dalam pemanggilan penyidik.
"Kita kan yang jelas sudah memanggil dua kali tidak datang nanti arahnya kita akan lakukan langkah-langkah berikutnya. Ya penyidik kan sedang melakukan penyelidikan keberadaan saudara E ini. Kita kan mencari ini gak bisa segampang itu. Penyidiknya juga belum pernah ketemu, belum pernah kenal ya kan," pungkasnya.
Sebagai informasi, Bareskrim Polri menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus gagal ginjal akut. Kedua korporasi tersebut yakni PT Afi Farma (AF) dan CV Samudra Chemical (SC).
Kedua korporasi tersebut diduga melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu.
Dalam kasus ini, PT AF disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Sementara untuk CV. SC disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Adapun Polri masih tengah melakukan pendalaman terhadap kemungkinan adanya dugaan supplier lain PG yang memenuhi standar mutu untuk pembuatan obat ke PT A dan melakukan pemeriksaan saksi dan ahli, serta melakukan analisa dokumen yang ditemukan.