Terdakwa Kasus Paniai Diputus Bebas, Komnas HAM Sarankan Jaksa Agung Lakukan Upaya Hukum
Proses penyidikan dan penuntutan yang tidak transparan serta tidak melibatkan saksi korban menyebabkan ketidakpercayaan dari pihak saksi korban
Penulis: Gita Irawan
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Abdul Haris Semendawai mengatakan pihaknya memberikan sejumlah rekomendasi atas putusan Pengadilan HAM Peristiwa Paniai yang membebaskan terdakwa Mayor Inf (Purn.) Isak Sattu selaku Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai.
Pertama, kata dia, Komnas HAM merekomendasikan Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti putusan dengan memproses secara hukum terhadap pelaku yang memiliki tanggung jawab komando dalam Peristiwa Paniai tahun 2014 sesuai hasil penyelidikan Komnas HAM.
Kedua, kata dia, Jaksa Agung untuk memproses pelaku lapangan dalam Peristiwa Paniai tahun 2014 sesuai hasil penyelidikan Komnas HAM.
"Ketiga, Jaksa Agung untuk mengambil upaya hukum terkait dengan putusan tersebut," kata Semendawai dalam keterangan resmi Humas Komnas HAM RI pada Kamis (8/12/2022).
Baca juga: Aliansi Masyarakat NTB Desak Komnas HAM Periksa Pelanggaran HAM di PT Amman Mineral
"Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk pro-aktif dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak saksi dan korban dalam Peristiwa Paniai 2014," sambung dia.
Berdasarkan catatan Komnas HAM, kata dia, proses penyidikan dan penuntutan yang tidak transparan serta tidak melibatkan saksi korban menyebabkan ketidakpercayaan dari pihak saksi korban beserta keluarga terhadap proses peradilan.
Selain itu, kata dia, proses pembuktian tidak berjalan dengan maksimal karena ketiadaan partisipasi aktif dari saksi korban dan keluarga.
Dengan demikian, lanjut dia, mayoritas saksi yang dihadirkan dalam persidangan berasal dari aparat/anggota TNI dan Polri.
"Penetapan Mayor Inf. (Purn.) Isak Sattu selaku Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai pada saat peristiwa terjadi sebagai terdakwa tunggal dengan dakwaan yang menggunakan pertanggungjawaban komando dapat mengakibatkan tidak terungkapnya kebenaran dan tercapainya keadilan, baik bagi saksi, korban, dan masyarakat luas," kata dia.
"Hal ini terbukti dengan Putusan Pengadilan HAM Nomor 1/Pid.SusHAM/2022/PN.Mks tanggal 8 Desember 2022 yang memutus Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM yang berat serta membebaskan Terdakwa dari segala tuntutan karena tidak terbuktinya unsur pertanggungjawaban komando," sambung dia.
Komnas HAM menemukan bahwa Hakim ad hoc Pengadilan HAM belum mendapatkan hak-hak keuangannya.
Lebih lanjut, dalam proses peradilan korban tidak mengajukan kompensasi, restitusi, rehabilitasi sehingga tidak ada korban yang mendapatkan pemulihan hak dan perlindungan atas hak-haknya.
"Komnas HAM mengapresiasi adanya upaya Hakim dalam memberikan pertimbangan hukum yang objektif dan kritis yang dapat dilihat dari adanya dua hakim yang memberikan dissenting opinion," kata dia.