KPK Tetapkan Hakim Yustisial Inisial EW Tersangka Pengurusan Perkara di MA
KPK menetapkan seorang hakim yustisial sebagai tersangka, pengembangan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA)
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan seorang hakim yustisial sebagai tersangka.
Hakim itu ditetapkan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA), yang sebelumnya telah lebih dulu menjerat dua hakim agung, Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
"Setelah ditemukan kecukupan alat bukti dari proses penyidikan perkara dugaan suap dengan 13 orang sebagai tersangka, KPK kembali kembangkan penyidikan perkara tangkap tangan tersebut," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (19/12/2022).
"Saat ini KPK telah menetapkan 1 orang hakim yustisi di MA sebagai tersangka," imbuhnya.
Hanya saja, Ali belum bisa mengungkapkan identitas sang hakim.
Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun, hakim yustisial tersebut berinisial EW.
EW juga panitera pengganti kamar perdata.
"Identitas tersangka dan uraian lengkap dugaan perbuatan tersangka akan kami umumkan ketika penyidikan cukup dan dilakukan upaya paksa penahanan," katanya.
Dalam kasus ini, KPK telah manahan dua Hakim Agung dan sejumlah ASN di MA lainnya. Terakhir, KPK menahan Gazalba Saleh.
Dalam kasusnya, Gazalba Saleh diduga menerima suap terkait pengurusan kasasi tindak pidana pemalsuan akta dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman selaku pengurus Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Budiman diperkarakan oleh Heryanto Tanaka selaku debitur koperasi yang menunjuk Yosep Parera dan Eko Suparno selaku pengacara.
Pengadilan Negeri Semarang menyatakan Budiman tidak terbukti bersalah dan divonis bebas. Jaksa kemudian mengajukan kasasi.
Heryanto Tanaka dkk diduga memberikan suap untuk memastikan kasasi dikabulkan. Salah satunya kepada Gazalba.
Dalam putusan pada 5 April 2022, MA mengabulkan kasasi tersebut.
Budiman dinyatakan bersalah dengan hukuman 5 tahun penjara.
Merujuk situs MA, majelis kasasi itu ialah Sri Murwahyuni sebagai Ketua dan Gazalba Saleh serta Prim Haryadi sebagai anggota.
Adapun kasus tersebut merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati.
Dia terjerat kasus suap terkait gugatan kepailitan koperasi Intidana. Sudrajad Dimyati merupakan Hakim Agung Kamar Perdata.
Pemberi suap dalam kasus tersebut adalah Heryanto Tanaka dan satu debitur lainnya, Ivan Dwi Kusuma Sujanto.
Keduanya menunjuk pengacara yang sama yakni Yosep Parera dan Eko Suparno.
Kasus Gazalba ini masih berkaitan dengan kasus Sudrajad, sebab tersangka pemberi suapnya sama.
Kasus keduanya berbeda tetapi masih memiliki keterkaitan.
Satu di lingkup pidana yang memperkarakan Budiman, satu lagi di lingkup perdata yang meminta koperasi Intidana pailit.
Dalam dua perkara itu, Heryanto Tanaka dkk diduga menyiapkan uang 202 ribu dolar Singapura atau setara Rp2,2 miliar untuk suap.
KPK belum menjelaskan pembagian uang yang disiapkan Heryanto Tanaka tersebut.
Sebab dalam prosesnya, diduga suap kepada Hakim Agung ini dimuluskan melalui sejumlah PNS hingga Hakim Yustisial di MA. Mereka juga sudah dijerat tersangka.
Selain menjerat Gazalba, KPK juga menetapkan 12 orang sebagai tersangka di kasus suap penanganan perkara di MA.
Mereka adalah Hakim Yustisial Prasetio Nugroho dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.
Sementara 10 orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Hakim Agung MA nonaktif Sudrajad Dimyati, Hakim Yudisial atau panitera pengganti, Elly Tri Pangestu (ETP); dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal (NA), dan Albasri (AB).
Berikutnya, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).