Sebut e-Katalog Sarang Korupsi, OTT KPK Bikin Negara Jelek, Kelakar Luhut: Kalau Mau Bersih di Surga
Dalam e-katalog ada Rp1,6 triliun yang bisa dimasukan ke dalam. Rp1,2 triliun dari belanja pemerintah dan Rp400 triliun belanja dari BUMN.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan menyebut proyek e-Katalog sebagai salah satu sarang korupsi.
Ia mengatakan perputaran uang di sana sangatlah besar, mencapai Rp1,6 triliun.
"Kita enggak usah cari yang mana macam korupsi, itu (e-katalog) salah satu tempat korupsi, sarangnya," kata Luhut saat menyampaikan sambutan di acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi Tahun 2023-2024 yang digelar Stranas PK di Jakarta, Selasa (20/12/2022).
"Karena e-katalog itu ada Rp1,6 triliun yang bisa kita masukan ke dalam. Rp1,2 triliun dari belanja pemerintah dan Rp400 triliun belanja dari BUMN. Itu sama dengan US$105 miliar," katanya.
Baca juga: Luhut Sebut OTT KPK Malah Buat Citra Buruk bagi Indonesia: Jangan Pula Sedikit-sedikit Tangkap!
Luhut menyinggung hal itu ketika menyampaikan perihal pentingnya keberadaan e-katalog untuk meminimalisasi adanya penyalahgunaan dalam urusan pengadaan.
Maka itu dia mendorong penerapan pencegahan yang lebih maksimal melalui digitalisasi di berbagai sektor.
Menurut Luhut, jika seluruh uang langsung masuk ke dalam sistem digital, celah korupsi akan semakin tertutup.
"Kalau sudah masuk kan Itu uangnya di situ, sudah berapa ribu triliun, apa yang mau dikorupsi lagi," ungkap Luhut.
Luhut juga menyebut salah satu sektor yang menjadi sarang korupsi adalah pelabuhan. Maka itu dia menargetkan ada 14 pelabuhan yang berhasil didigitalisasi hingga akhir tahun 2022.
"Digitalisasi pelabuhan baru 14 pelabuhan tahun ini selesai. Saya sudah bilang tahun depan 149 lagi pelabuhan-pelabuhan kecil harus masuk dan itu kita kaitkan dengan pelabuhan udara. Semua pelabuhan udara kita digitalisasi, jadi orang mau korupsi apa lagi?" tuturnya.
Luhut juga menargetkan akan ada 2,3 juta item yang dapat didaftarkan ke dalam e-katalog.
Jika berhasil, kondisi itu diyakininya berdampak pada tumbuhnya lapangan kerja.
"Jadi 2,3 juta item tahun ini kita targetkan Rp 400 triliun harus masuk dalam e-katalog itu ternyata masuk hampir Rp 600-900 triliun ya yang masuk dia e-katalog yang orang belanja di e-katalog komitmen. Dan itu yang buatan dalam negeri itu sudah hampir dekat Rp 400 triliun," ujarnya.
Luhut mengatakan efisiensi yang terjadi dari digitalisasi bisa terasa di berbagai aspek.
Digitalisasi juga bisa meningkatkan multiplier effect bagi penerimaan negara, industri teknologi, pendidikan, hingga UMKM.
"Penerimaan negara bagaimana tidak naik, tadi seperti pajak dari semua digitalize, kita efisiensi pelabuhan sudah turun sekarang jadi 18 persen dari 23 persen. Negara-negara ASEAN itu masih 15 persen, jadi kita bisa padahal baru 2 tahun," imbuh dia.
Dengan demikian, Luhut menegaskan kembali bahwa jika pemerintah dan seluruh stakeholder bahu-membahu mengupayakan ekosistem digitalisasi, tindak pidana korupsi yang membuat rakyat menderita bisa saja musnah.
Langkah pencegahan dengan e-katalog itu bahkan diyakini Luhut jauh lebih baik ketimbang KPK harus menindak orang melalui OTT.
Luhut pun mengkritik cara kerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
"Kita enggak usah bicara tinggi-tinggi lah kita. OTT-OTT itu kan ndak bagus sebenarnya, buat negeri ini jelek banget. Tapi kalau digitalize siapa yang mau melawan kita," tegasnya.
Di akhir sambutannya, Luhut berkelakar bahwa sebenarnya tidak ada individu atau pihak yang benar-benar bersih.
Tapi kondisi itu bukan menjadi pembenar bagi penegak hukum utamanya KPK untuk menangkap seseorang.
"Ya kalau hidup-hidup sedikit bolehlah, kita mau bersih-bersih amat di surga aja lah kau," kata Luhut.
Baca juga: Luhut Sarankan Belanja TNI dan Polri Masuk e-Katalog: Masa Mau Pakai Celana Dalam Rahasia
Kendati begitu, dia optimistis, jika pengelolaan keuangan negara dilakukan dengan digitalisasi dan setiap transaksi menjadi semakin transparan, maka tindak pidana korupsi itu bisa dicegah.
"Jadi KPK jangan pula sedikit-sedikit tangkap tangkap, ya lihat-lihatlah. Tapi kalau digitalisasi ini sudah jalan tidak akan bisa main-main," imbuhnya.
Terpisah, mantan penyidik KPK, Novel Baswedan mengaku tidak sependapat dengan pernyataan Luhut tersebut yang menyebut OTT membuat nama negara menjadi jelek.
"Kalau dikatakan OTT membuat nama negara jelek, saya kira tidak ya. Justru kondisi sekarang Pemberantasan korupsi yang dilemahkan membuat pandangan negara- negara lain terhadap Indonesia menjadi kurang positif," ujar Novel.
"Karena dengan perkembangan teknologi Informasi membuat masyarakat internasional mudah mengetahui suatu negara praktik korupsinya turun, atau tidak diberitakan karena tidak ditangkap mereka juga pasti tahu," sambungnya.
Selain itu, Novel menyebut bahwa sejumlah negara tetangga menilai pemberantasan korupsi di Indonesia yang lemah. Pandangan itu diharap menjadi pelecut pemberantasan korupsi semakin masif.
"Saya mengetahui hal tersebut karena ketika Ketua IM57 diundang hadir pada acara anti korupsi di Malaysia yang dihadiri lebih dari 14 negara, mereka menyayangkan kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia yang melemah," ucap Novel.
Menurut Novel, pemberantasan korupsi tak cukup mengandalkan upaya pencegahan semata.
Upaya penindakan, juga tetap penting untuk dijalankan sebagai upaya
memberikan efek jera pada pelaku pidana rasuah.
"Pemberantasan korupsi itu dilakukan dengan 3 pola secara bersamaan, yaitu penindakan, pencegahan dan pendidikan. Kalau penindakan tidak dilakukan, pencegahan dan pendidikan tidak akan berdampak efektif,"
ungkap Novel.
"Contoh soal e-katalog, ternyata banyak modus korupsi dilakukan dengan 'mengakali' sistem e-katalog. Begitu juga dengan digitalisasi sistem
pengawasan. Faktanya hanya elektronisasi saja, tidak dilakukan digitalisasi," sambungnya.
Karenanya ia berharap pejabat dapat melihat setiap tahapan penanganan korupsi sebagai langkah serius dari penegak hukum untuk memastikan pelaku dapat memperoleh hukuman setimpal atas perbuatannya.
"Kita semua tentu berharap pejabat-pejabat negara melihat korupsi itu sebagai masalah serius, tidak baik kemudian tidak peduli atau permisif terhadap praktik korupsi. Apakah masih belum bisa memahami
dampak dari korupsi yang begitu besar?" kata Novel.
Sedangkan anggota Komisi III DPR Habiburokhman meminta pernyataan Luhut
dipahami secara utuh.
Apalagi, kata Habiburokhman jika Luhut langsung dituding antiberantas korupsi hanya karena pernyataannya mekinta tidak lagi ada OTT.
Baca juga: Respon Ucapan Luhut Soal OTT KPK, Legislator PKS: Pernyataan Aneh, Berantas Korupsi Harus Didukung
"Kita jangan respons pernyataan Pak LBP (Luhut Binsar Panjaitan) sepotong-sepotong lalu buat judgement, beliau anti pemberantasan korupsi," kata Habiburokhman.
Menurut Habiburokhman, pernyataan Luhut akam jelas makna dan maksudnya, apabila dibaca dan dipahami secara utuh.
"Kalau saya baca lengkap maksud beliau bagus, yakni maksimalkan pencegahan dengan digitalisasi. Jadi kalau semua proses pengadaan dan pelayanan sudah didigitalisasi maka semakin minim peluang penyimpangan," kata Habiburokhman.
Habiburokhman kemudian mencontohkan penerapan konkret pencegahan dengan
sistem digitalisasi ialah penerapan tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE).
"Sekarang ada ETLE yang memangkas perilaku transaksi suap di jalan raya. Kalau semua sudah transparan maka dengan sendirinya OTT akan turun," ujarnya.(tribun network/ham/mam/dod)