Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ICW: KPK Pernah Dapat Award karena OTT, Luhut Kurang Referensi Bacaan soal Tindak Pidana Korupsi

Merespons pernyataan Luhut soal OTT KPK, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai sang menteri kurang memiliki referensi bacaan.

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in ICW: KPK Pernah Dapat Award karena OTT, Luhut Kurang Referensi Bacaan soal Tindak Pidana Korupsi
TRIBUN/IQBAL FIRDAUS
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berdiskusi dalam acara talkshow POLEMIK di d'consulate resto, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019). Talkshow ini memiliki tema KPK Adalah Koentji yang membahas tentang revisi Undang-Undang KPK yang sedang bergulir. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS 

TRIBUNNEWS.COM - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, kurang memperdalam bacaannya tentang tindak pidana korupsi.

Komentar tersebut disampaikan Kurnia saat merespons pernyataan Luhut soal relevansi tindak operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia.

Apalagi upaya KPK dalam hal penindakan koruptor di Indonesia telah menorehkan banyak prestasi.

Kurnia menyebut, ratusan koruptor telah berhasil ditangkap KPK dengan menggunakan sistem OTT.

Tentunya ini suatu keuntungan bagi negara.

"Pernyataan itu menggambarkan Pak Luhut kurang referensi bacaan soal tindak pidana korupsi."

Baca juga: Dukung Pernyataan Luhut Soal OTT KPK, Ahmad Hariri Sebut Pendidikan Antikorupsi Penting Dilakukan

"Kemudian yang kedua, kami curiga Pak Luhut tidak paham apa yang ia sampaikan, operasi tangkap tangan merupakan salah satu cara KPK dalam menindak tindak pidana korupsi di luar mekanisme building."

Berita Rekomendasi

"OTT KPK telah berhasil menyeret ratusan pejabat publik dari lintas cabang kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan juga legislatif."

"Ini mengartikan kerja-kerja KPK yang merupakan representasi negara berhasil membersihkan negara dari tindak pidana korupsi," kata Kurnia, dikutip dari Kompas TV, Jumat (23/12/2022).

Kurnia justru mempertanyakan apakah Luhut tidak senang jika perwakilan negara memberantas korupsi.

Menurut Kurnia, sebagai pejabat publik, Luhut harus ditegur oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena memberikan pernyataan yang justru kontra produktif dengan agenda pemberantasan korupsi

Lantaran, apapun pernyataan Luhut, seharusnya bisa dipertanggungjawabkan.

"Penting untuk Pak Luhut pahami, tahun 2013 KPK itu pernah menerima Ramon Magsaysay Award, itu penghargaan bergengsi karena kerja-kerja pemberantasan korupsi KPK salah satunya adalah tangkap tangan."

Baca juga: Menko Luhut Jelaskan Pernyataanya soal OTT KPK Bikin Citra Indonesia Jelek

"Beliau adalah pejabat publik, mestinya bisa dipertanggungjawabkan pernyataannya, sebab selama ini operasi tangkap tangan KPK terbukti berhasil dalam proses persidangan."

"Terbukti secara sah dan meyakinkan itu mengartikan mekanisme formil dan materiilnya terbukti dalam proses persidangan," jelas Kurnia.

Adapun terkait saran Luhut untuk pendigitalisasian tindak pencegahan kegiatan korupsi, menurut Kurnia hal ini kurang efektif.

Pasalnya, tetap banyak praktik korupsi di dalam kegiatan pemerintahan.

Seperti hal mekanisme pengadaan barang dan jasa, meskipun sudah digitalisasi

"Soal digitalisasi itu penting didorong, tapi tidak menutup celah korupsi juga, karena selama ini mekanisme pengadaan barang dan jasa sudah digitalisasi, tapi tetap banyak praktek korupsi di dalamnya," jterang Kurnia.

Baca juga: Ketua LBH Jakarta Respons Pernyataan Luhut soal OTT KPK: Kenapa Kita Harus Malu?

Komentar Ma'ruf Amin

Wakil Presiden Maruf Amin memberikan nasihat pernikahan untuk putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep dan Erina Gudono setelah akad nikah di Pendopo Agung Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Sabtu (10/12/2022) siang.
Wakil Presiden Maruf Amin memberikan nasihat pernikahan untuk putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep dan Erina Gudono setelah akad nikah di Pendopo Agung Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Sabtu (10/12/2022) siang. (Capture Youtube Presiden Joko Widodo)

Pendapat ICW senada dengan respons Wakil Presiden, Ma'ruf Amin.

Menurut Ma'ruf Amin, OTT masih tetap relevan dilakukan sebagai sebuah upaya penindakan KPK terhadap para koruptor.

Hal ini sesuai strategi Trisula pemberantasan korupsi yakni dengan melalui pendidikan, pencegahan, dan penindakan.

Sehingga OTT tindakan masih diperlukan dalam memberantas korupsi di Indonesia.

"Pencegahan dan penindakan ini sangat berkorelasi, jadi kalau pencegahan atau pendidikan dan pencegahan ini sudah berhasil, mungkin penindakan itu bisa tidak ada atau minim."

"Tapi kalau ini masih belum berhasil pendidikan dan pencegahan mungkin akibatnya ada pada penindakan."

"Jadi ini untuk (dilakukan) bagaimana supaya tidak lagi terjadi penindakan, maka (harus diupayakan) lebih masif pada pendidikan dan pencegahan (terhadap kejahatan korupsi)," kata Ma'ruf Amin, dikutip dari Kompas TV, Jumat.

Baca juga: Sebut e-Katalog Sarang Korupsi, OTT KPK Bikin Negara Jelek, Kelakar Luhut: Kalau Mau Bersih di Surga

Novel Baswedan: Justru KPK Kurang Maksimal

Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan usai memberikan keterangan ke Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai KPK ke Aparatur Sipil Negara (ASN) di kantor Komnas HAM Jakarta pada Jumat (28/5/2021).
Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan usai memberikan keterangan ke Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai KPK ke Aparatur Sipil Negara (ASN) di kantor Komnas HAM Jakarta pada Jumat (28/5/2021). (Foto: Tribunnews.com/Gita Irawan)

Pendapat Luhut pun juga dikomentari eks Penyidik KPK, Novel Baswedan.

Novel Baswedan menilai bahwa OTT masih menjadi salah satu cara untuk memberantas korupsi.

“Kalau dikatakan OTT membuat nama negara jelek, saya kira tidak ya."

“Apakah masih belum bisa memahami dampak dari korupsi yang begitu besar,” kata Novel Baswedan, Selasa (20/12/2022).

Justru, Novel menilai bahwa KPK kurang maksimal dalam memberantas rasuah di dalam negeri.

Hal itulah yang membuat citra Indonesia di kancah internasional kurang positif.

Hal itu pun berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, sehingga masyarakat internasional dapat dengan mudah mencari kabar terkait tingkat korupsi di suatu negara.

“Saya mengetahui hal tersebut karena ketika Ketua IM57 diundang hadir pada acara anti korupsi di Malaysia yg dihadiri lebih dari 14 negara, mereka menyayangkan kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia yang melemah,” jelas Novel.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Fersianus Waku)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas