Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Refleksi Akhir Tahun 2022, PKB Beri Perhatian Tata Kelola Pangan Nasional

Wakil Sekjen PKB Daniel Johan menyoroti tata kelola pangan nasional saat refleksi akhir tahun 2022.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Refleksi Akhir Tahun 2022, PKB Beri Perhatian Tata Kelola Pangan Nasional
dok. DPR RI
Wakil Sekjen PKB yang juga menjabat sebagai Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekjen PKB Daniel Johan menyoroti tata kelola pangan nasional saat refleksi akhir tahun 2022.

Menurut Daniel, perhatian terhadap pangan khususnya pertanian agak menurun.

Hal ini dapat dilihat anggaran pertanian hanya Rp 14 triliun rupiah, jauh lebih kecil dibandingkan dengan tahun sebelum-sebelumnya.

Daniel mencatat anggaran sektor pertanian pada tahuan 2021 mencapai Rp 21 triliun.

Sedangkan pada tahun 2020 sebesar Rp 15 triliun.

"Hal ini terlihat fokus pemerintah tidak menunjukkan keseriusan bicara soal pangan karena bicara pangan tidak terlepas dari bicara soal dukungan anggaran dalam hal produksi yaitu pertanian," kata Daniel Johan dalam keterangan tertulis, Jumat (23/12/2022).

Berita Rekomendasi

Anggota Komisi IV DPR RI itu mengungkapkan persoalan yang muncul 
ketika anggaran pertanian menurun.

Semisal produksi pangan khususnya beras menjadi polemik di akhir tahun. 

"Data produksi dan realitas yang ada terlintas antara Kementerian Pertanian dan Bulog saling lempar tanggung jawab, hal menunjukan ketidaksinkronan data diantara lembaga yang ada yang mengurusi soal pangan ini," kata Daniel.

PKB, tutur Daniel, memandang bahwa tidak seharusnya hal tersebut terjadi.

Belum lagi soal input pertanian yang carut-marut didalamnya diantaranya soal harga pupuk yang melambung tinggi, ketidakmampuan dalam hal manajemen distribusi pupuk yang tidak tepat waktu menyebabkan petani gagal produksi.

Daniel juga mengatakan bahwa pada tahun 2022, pemerintah melakukan pembatasan soal jenis tanaman yang boleh mendapatkan pupuk subsidi.

"Padahal petani kita berbagai jenis komoditi yang diusahakannya butuh pupuk dan rata-rata mereka belum mandiri soal pupuk," katanya.

Baca juga: Antisipasi Potensi Bencana Industri, Pupuk Kaltim Gelar Simulasi Tanggap Darurat

"Dengan tegas PKB menolak pembatasan jenis komoditi yang diberikan pupuk subsidi. Pembatasan jenis komoditi yang diberikan menyebabkan petani sangat keberatan sehingga petani bisa mengalami kemunduran produksi," tambah Daniel.

PKB, kata Daniel, melalui Komisi IV DPR meminta agar Permentan Nomor 10 Tahun 2022 direvisi atau dicabut, karena tidak memberikan azas keadilan bagi petani. 

Ia menyebut alasan pemerintah untuk melakukan tata kelola pupuk.

Namun demikian merugikan petani yang di luar 9 komoditi diantaranya padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kopi dan kakao. 

"Diluar ini tidak mendapatkan alokasi sehingga ini akan membebani petani apalagi di tahun 2023 akan dijalankan dengan penuh," ujar Daniel. 

"Melihat hal ini PKB tidak tinggal diam, karena semangatnya adalah subsidi adalah hak warga negara yang harus diatur sedemikian rupa agar mendapatkan keadilan.  Indonesia dijuluki sebagai negara agraris, pun juga sebagai negara maritim," tambahnya.

Daniel menilai kedua julukan ini masih relevan, namun tata kelolanya masih belum besar sebagaimana julukanya. 

Daniel pun merangkum dan sekaligus merefleksikan capaian dan kritik terhadap pangan nasional:

1. Carut marut soal pangan khususnya beras terjadi, hal ini karena adanya ketidakseriusan pemerintah dalam mengelola pangan dengan baik terbukti dari anggaran sektor pertanian sebagai core produksi tidak ditanggung dengan anggaran yang cukup.

2. Harga input pertanian yang terus melambung tinggi semnetara output pertanian harganya tidak stabil. 

3. SDM pertanian yang masih belum dikelola dengan baik, meskipun sudah ada petani milenial dengan kombinasi pemanfaatan teknologi digital bermunculan, itupun karena inisiatif melihat masalah pangan yang ada, pemerintah masih minim soal dukungan kepada petani muda, masih sebatas seremonial belum berupa wujud dukungan fasilitasi, dukungan anggaran, dukungan jejaring. 

4. Program Food Estate yang sudah dikerjakan dan tidak membuahkan hasil agar dibatalkan, anggaran FE ini sangat besar dan tidak berdampak pada peningkatan ketersediaan pangan. Lebih baik, anggaran FE diberikan kepada petani, menaikan anggaran subsidi, kemudian membeli hasil panen petani dengan harga tinggi itu lebih baik daripada anggara FE tidak bermanfaat.

Baca juga: Tak Terima Beras RI Disebut Termahal di Asia Tenggara, Maruf Amin: Harus Dilihat Secara Rata-rata

5. Bicara soal perikanan dan kelautan, masalah utama adalah pada dukungan infrastruktur nelayan diantara yang utama adalah soal langka dan mahalnya BBM untuk nelayan, infrastruktur penyedia SPBN yang minim dan mahalnya BBM. pemerintah lamban melihat persoalan ini. SDM nelayan yang masih jauh dari kata sejahtera, terutama di pesisir-pesisir yang masih belum diperhatikan.

"Tidak lengkap, jika kritik tanpa adanya solusi. PKB menyoroti soal pangan ini sebagai suatu hal yang fundamental dan masalah hidup mati suatu bangsa," kata Daniel.

Daniel mengatakan Fraksi PKB menugaskan anggotanya di Komisi IV untuk mengawal pangan dengan serius, dan mengawal pemerintah agar program-program lebih terukur, tepat sasaran serta memberikan dampak konkrit bagi peningkatan pangan. 

PKB, lanjut Daniel, memiliki landasan yang jelas soal pangan ini yaitu landasan kemandirian pangan, bukan ketahanan pangan. 

Maka itu, Daniel terus berupaya agar paradigma kedaulatan pangan ini menjadi pandangan bersama, sehingga arah kebijakan pangan menyasar pada kemandirian pangan dan kedaulatan pangan.

"Dengan punya pemahaman yang sama soal kedaulatan pangan maka kebijakan-kebijakan mengarah pada kedaulatan dan kemandirian pangan, ini soal paradigma dulu," imbuhnya.

Lalu, dapat dituangkan dalam berbagai kebijakan, program dan strategi dalam mewujudkan kedaulatan pangan tersebut.

Kemudian Badan Pangan Nasional (Bapanas) harus difungsikan sebagaimana amanat dari UU pangan dan Perpres Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan untuk merumuskan tata kelola pangan nasional.

"Bukan hanya soal bagaimana jual beli pangan, tugas Bapanas adalah mereformasi soal tata kelola pangan, bertindak sebagai regulator bukan menjadi operator semata sebagaimana bunyi pada pasal 3 perpres tesebut,” imbuh Daniel Johan.

Selain itu, PKB mendorong agar pertama anggaran untuk pangan harus ditingkatkan persentase dari APBN.

Hal ini akan memberikan ruang gerak dalam mengelola pangan, diantaranya anggaran tersebut untuk meningkatkan skill SDM Pertanian, upgrade teknologi pertanian, memperbaiki infrastruktur pertanian.

Kemudian yang utama adalah menerapkan UU perlindungan lahan yaitu UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, hal ini untuk menjaga lahan-lahan produktif untuk produksi pangan tidak beralih fungsi, sanksi tegas harus diterapkan.

Baca juga: Peringatan Hari Ibu, Gus Muhaimin Minta Perempuan Inovatif dan Kuatkan Daya Tahan Pangan

"Jika lahan-lahan produktif ini tidak dilindungi maka lambat laun lahan-lahan akan terpinggirkan, dan menyisakan lahan marginal dan untuk melakukan budidaya maka butuh effort dari berbagai sisi. Terakhir bahwa, soal pangan, soal urusan perut, soal hidup mati bangsa kita," kata Daniel.

"Makanya sebelum terlambat kita harus bergerak cepat, menyelamatkan pangan kita, dengan produksi yang terkelola dengan baik sehingga kita terhindar dari kerawanan pangan dan kelaparan, karena soal pangan adalah soal jati diri bangsa," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas