BMKG: Terjadi Potensi Pertumbuhan Awan Cumulonimbus di Jalur Penerbangan hingga 2 Januari 2023
Pertumbuhan awan padat penghasil hujan petir ini sudah dimulai sejak 27 Desember 2022 dan akan berlangsung hingga 2 Januari 2023.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
Terbentuknya awan cumulonimbus ini membutuhkan kondisi yang hangat dan lembab.
Dalam beberapa kasus, thunderhead dengan energi yang cukup dapat berkembang menjadi supercell yang dapat menghasilkan angin kencang, banjir bandang, dan banyak petir.
Bahkan, beberapa di antaranya dapat menghasilkan angin tornado atau puting beliung, jika kondisinya tepat.
Kendati hujan deras yang dihasilkan oleh cumulonimbus, biasanya menyebabkan curah hujan hanya berlangsung sekitar 20 menit.
Hal ini disebabkan karena awan tidak hanya membutuhkan banyak energi untuk terbentuk, tetapi juga mengeluarkan banyak energi.
Namun, ada pengecualian yakni ada juga badai petir kering yang dapat berupa awan cumulonimbus, yang mana curah hujan tidak menyentuh tanah.
Jenis ini umum terjadi di Amerika Serikat bagian barat, di mana tanahnya lebih kering dan biasanya sering disebut sebagai penyebab kebakaran hutan.
Cumulonimbus adalah awan yang sering dikaitkan dengan berbagai penyebab cuaca ekstrem.
Dampak awan cumulonimbus ini bisa menyebabkan berbagai bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang, badai petir, dan curah hujan yang tinggi.
Awan cumulonimbus adalah contoh sempurna tentang bagaimana perbedaan ketinggian dapat memengaruhi pembentukan awan.
Awan ini terbentuk di bagian bawah troposfer yakni lapisan atmosfer yang paling dekat dengan permukaan Bumi.
Karena penguapan dan efek rumah kaca, maka wilayah ini menghasilkan udara hangat yang memungkinkan terciptanya awan cumulus dan awan cumulonimbus.
Turbulensi yang diciptakan oleh gesekan antara udara dan permukaan bumi dikombinasikan dengan panas yang tersimpan dari matahari, sehingga membantu mendorong sebagian besar cuaca.
Cumulonimbus juga sering disebut sebagai salah satu penyebab utama kecelakaan pesawat.
Salah satunya, meski masih diselidiki penyebab pastinya, namun jatuhnya pesawat Sriwijaya Air JT 182 kemungkinan akibat faktor cuaca terkait dengan keberadaan awan cumulonimbus.