Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BMKG: Terjadi Potensi Pertumbuhan Awan Cumulonimbus di Jalur Penerbangan hingga 2 Januari 2023

Pertumbuhan awan padat penghasil hujan petir ini sudah dimulai sejak 27 Desember 2022 dan akan berlangsung hingga 2 Januari 2023.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in BMKG: Terjadi Potensi Pertumbuhan Awan Cumulonimbus di Jalur Penerbangan hingga 2 Januari 2023
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Foto dokumentasi./ Awan Cumulonimbus menyelimuti perairan Teluk Jakarta di kawasan perairan kepulauan Seibu, Jakarta, Minggu (10/01/2021). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan ada potensi terbentuknya awan cumulonimbus di jalur penerbangan.

Pertumbuhan awan padat penghasil hujan petir ini sudah dimulai sejak 27 Desember 2022 dan akan berlangsung hingga 2 Januari 2023.

"Potensi awan cumulonimbus. Pertumbuhan awan ini juga terjadi di jalur penerbangan pada 28 Desember, 27 Desember sudah dimulai hingga tanggal 2 Januari 2023," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers dikutip Tribunnews.com, Rabu (28/12/2022).

Baca juga: Presiden Jokowi: Ikuti Semua Informasi yang Disampaikan BMKG

Adapun awan cumulonimbus dengan persentase cakupan spasial maksimum antara 50-75 persen Occasional akan terjadi selama 7 hari ke depan.

Prediksi cakupannya meliputi Laut Andaman, Laut Sulu, Laut Filipina, Samudera Pasifik utara Pulau Papua, Samudera Hindia selatan Pulau Jawa hingga barat Pulau Sumatera, Selat Sunda, Laut Jawa, Selat Makassar, Laut Maluku, Laut Banda, Laut Aru, Laut Arafuru, Laut Timor, Teluk Carpentaria, dan sebagian kecil Pulau Papua.

"Sementara pembentukan awan cumulonimbus dengan persentase cakupan spasial lebih dari 75 persen FRQ selama 7 hari ke depan diprediksi terjadi di Laut Cina Selatan, Laut Sulu, Laut Filipina, Selat Sunda, Laut Jawa, Laut Timor, dan Teluk Carpentaria," tuturnya.

Berita Rekomendasi

Apa Itu Awan Cumulonimbus (Cb)?

Awan cumulonimbus adalah jenis awan cumulus yang terkait dengan badai petir dan hujan lebat, dikutip dari Universe Today.

Awan ini juga merupakan variasi dari nimbus atau awan bantalan presipitasi yang rata-rata kebanyakan terbentuk di bawah 20.000 kaki dan relatif dekat dengan daratan.

Hal inilah yang menyebabkan mengapa awan cumulonimbus sangat lembab. Sebab, awan ini juga mengandung banyak air, sehingga membuatnya tampak gelap di langit.

Pembentukan Awan Cumulonimbus

Awan cumulonimbus juga dikenal sebagai thunderheads atau kepala petir karena bentuknya yang unik menyerupai jamur.

Saat tetesan air yang terionisasi di awan saling bergesekan, maka di jantung awan cumulonimbus ini akan muncul kilatan-kilatan. Muatan statis yang terbentuk itu menciptakan petir.

Terbentuknya awan cumulonimbus ini membutuhkan kondisi yang hangat dan lembab.

Dalam beberapa kasus, thunderhead dengan energi yang cukup dapat berkembang menjadi supercell yang dapat menghasilkan angin kencang, banjir bandang, dan banyak petir.

Bahkan, beberapa di antaranya dapat menghasilkan angin tornado atau puting beliung, jika kondisinya tepat.

Kendati hujan deras yang dihasilkan oleh cumulonimbus, biasanya menyebabkan curah hujan hanya berlangsung sekitar 20 menit.

Hal ini disebabkan karena awan tidak hanya membutuhkan banyak energi untuk terbentuk, tetapi juga mengeluarkan banyak energi.

Namun, ada pengecualian yakni ada juga badai petir kering yang dapat berupa awan cumulonimbus, yang mana curah hujan tidak menyentuh tanah.

Jenis ini umum terjadi di Amerika Serikat bagian barat, di mana tanahnya lebih kering dan biasanya sering disebut sebagai penyebab kebakaran hutan.

Cumulonimbus adalah awan yang sering dikaitkan dengan berbagai penyebab cuaca ekstrem.

Dampak awan cumulonimbus ini bisa menyebabkan berbagai bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang, badai petir, dan curah hujan yang tinggi.

Awan cumulonimbus adalah contoh sempurna tentang bagaimana perbedaan ketinggian dapat memengaruhi pembentukan awan.

Awan ini terbentuk di bagian bawah troposfer yakni lapisan atmosfer yang paling dekat dengan permukaan Bumi.

Karena penguapan dan efek rumah kaca, maka wilayah ini menghasilkan udara hangat yang memungkinkan terciptanya awan cumulus dan awan cumulonimbus.

Turbulensi yang diciptakan oleh gesekan antara udara dan permukaan bumi dikombinasikan dengan panas yang tersimpan dari matahari, sehingga membantu mendorong sebagian besar cuaca.

Cumulonimbus juga sering disebut sebagai salah satu penyebab utama kecelakaan pesawat.

Salah satunya, meski masih diselidiki penyebab pastinya, namun jatuhnya pesawat Sriwijaya Air JT 182 kemungkinan akibat faktor cuaca terkait dengan keberadaan awan cumulonimbus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas