Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

LBH Jakarta Desak DPR RI Tidak Menyetujui Perppu Cipta Kerja

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tidak menyetujui penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in LBH Jakarta Desak DPR RI Tidak Menyetujui Perppu Cipta Kerja
kompas.com
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Citra Referandum. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tidak menyetujui penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.(KOMPAS.com/Kristian Erdianto) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tidak menyetujui penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Pengacara Publik LBH Jakarta Citra Referandum mengatakan, DPR RI dapat memberi persetujuan atau tidak atas Perppu tersebut dalam persidangan DPR berikutnya.

"Sesuai dengan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 yang mengatur bahwa Peraturan Pemerintah itu harus mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut," kata Citra Referandum, melalui keterangan pers tertulis, Sabtu (31/12/2022).

Citra menuturkan, DPR RI harus betul-betul mendengar dan mempertimbangkan suara masyarakat.

"Artinya, DPR harus betul-betul mendengar dan mempertimbangkan suara masyarakat atas terbitnya Perppu a quo sebagai pemegang mandat konstituen," jelasnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan, DPR RI harus mengambil kesepakatan untuk tidak menyetujui Perppu tersebut sebagai bentuk perimbangan kekuasaan.

"Dan koreksi secara politis demi mencegah keberlanjutan tindakan inkonstitusional yakni membenarkan penerbitan Perppu a quo sebagai tindak lanjut Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020," jelas Citra.

BERITA TERKAIT

"Dan solusi atas adanya kegentinfan yang memaksa yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah," sambungnya.

Baca juga: Partai Buruh: Perppu Cipta Kerja Sudah Pilihan Terbaik

Sebelumnya, penerbitan Perppu Cipta Kerja diumumkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD di Istana Kepresidenan pada Jumat siang.

Airlangga mengungkapkan pertimbangan diterbitkannya Perppu tentang Cipta Kerja lantaran kebutuhan mendesak.

Ketua Umum Golkar itu menjelaskan kebutuhan mendesak yang dimaksud yaitu terkait ekonomi global, inflasi, resesi, hingga konflik antara Rusia-Ukraina.

"Pertimbangannya adalah pertama kebutuhan mendesak. Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait dengan ekonomi, peningkatan inflasi, ancaman stagflasi, dan juga terkait dengan geopolitik perang Ukraina dan Rusia, serta konflik lainnya yang belum selesai."

"Dan pemerintah menghadapi krisis pangan, keuangan, dan perubahan iklim," kata Airlangga dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden.

Baca juga: Said Iqbal Angkat Suara Sikapi Keluarnya Perppu UU Cipta Kerja

Selain itu, Airlangga mengklaim terbitnya Perppu telah sesuai Putusan MK Nomor 38/PUU7/2009, yaitu memenuhi syarat kegentingan yang memaksa.

Airlangga juga mengatakan adanya Perppu ini mengubah sejumlah ketentuan dalam UU Cipta Kerja sesuai putusan MK seperti soal ketenagakerjaan upah minimum tenaga alih daya, harmonisasi peraturan perpajakan, hingga hubungan pemerintah pusat dan daerah.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengungkapkan terbitnya Perppu menggugurkan status inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja yang diputuskan oleh MK.

"Perppu itu setara dengan undang-undang di peraturan hukum kita. Kalau ada alasan mendesak, bisa," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas