Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli Psikologi Forensik Sebut Keterangan Ricky Rizal Berkualitas Rendah Karena Berbasis Memori

Hal itu diungkapkan Nathanael saat dihadirkan sebagai ahli meringankan Ricky Rizal dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ahli Psikologi Forensik Sebut Keterangan Ricky Rizal Berkualitas Rendah Karena Berbasis Memori
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Ahli Psikologi Forensik Nathanael Sumampouw (kanan) saat dihadirkan sebagai ahli meringankan oleh kubu terdakwa Ricky Rizal dalam sidang kasus tewasnya Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Psikologi Forensik Nathanael Sumampouw menyebut keterangan Ricky Rizal soal kejadian di rumah Magelang berkualitas rendah.

Hal itu diungkapkan Nathanael saat dihadirkan sebagai ahli meringankan Ricky Rizal dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Nathanael menilai pernyataan Rizky Rizal berkualitas rendah karena  tidak berbasis fakta melainkan hanya memori.

Hal ini mengingat keterangan yang disampaikan oleh Ricky baik dalam BAP penyidik maupun persidangan memiliki jangka waktu yang panjang dari kejadian.

Baca juga: Masa Lalu & Hubungan Baik dengan Keluarga, Ahli Psikologi Nilai Ricky Rizal Tak Berpotensi Membunuh

Keterangan itu bermula saat tim kuasa hukum Ricky Rizal, membeberkan keterangan kliennya soal kejadian di Magelang.

 Nathanael membenarkan pernyataan tersebut.

Berita Rekomendasi

"Jadi yang perlu saya sampaikan pertama kali adalah mengenai fakta yang bapak sampaikan ini didasari oleh keterangan yang disampaikan saudara Ricky (alami) tentang peristiwa yang terjadi di masa lalu, katankanlah seperti itu," kata Nathanael dalam persidangan, Senin (2/1/2023).

"Dan tadi juga bapak sudah kemukakan memang bahwa betul saya terlibat sebagai tim asosiasi psikologi forensik yang melakukan pemeriksaan terhadap kasus ini, dan saya juga melakukan wawancara terhadap yang bersangkutan, mengenai peristiwa yang terjadi dan info keterangan yang diberikan (Ricky) kurang lebih seperti yang bapak kemukakan," sambungnya.

Kendati demikian, Nathanael menyebut kalau keterangan itu hanya berbasis memori yang di mana kejadian bisa diceritakan meski terjadi dalam waktu lampau.

Adapun seseorang bisa menjelaskan kejadian tersebut atas proses penghimpunan yang dilakukan atau diperoleh beberapa waktu setelahnya.

Atas hal itu, Nathanael menegaskan, keterangan itu harus terus diuji guna menjaga konsistensi apa yang sudah disampaikan oleh yang bersangkutan.

"Sehingga yang saya katakan pertama kali adalah kita juga perlu mengevaluasi keterangan yang disampaikan oleh seseorang berkaitan dengan peristiwa di masa lalu, ini secara umum dalam berbagai peristiwa hukum," kata dia.

Dalam konteks psikologi forensik, terdapat salah satu metode yang dilakukan yakni dengan wawancara kepada yang terlibat dalam hal ini Ricky Rizal.

Pada proses wawancara itu, dijelaskan turut dilakukan dengan menggunakan metode basis bukti yang menurut Nathanael harus didasari dengan riset.

Oleh karena itu, karena keterangan yang diterima hanya berbasis wawancara pada peristiwa lampau, maka dirinya menyimpulkan keterangan dari Ricky Rizal tersebut berkualitas rendah.

"Ketika kami mendapati bahwa suatu teknik atau metode, wawancara yang digunakan adalah metode atau teknik yang tidak berbasis bukti, artinya berbasis bukti berbasis riset bahwa ini efektif, maka kemudian ini bisa dikatakan kualitas dari keterangannya adalah kualitas keterangan yang rendah," tutur dia.

"Nah yang kami lakukan dalam pemeriksaan psikoligi forensik, kami menerapkan teknik-teknik wawancara yang memang berbasis riset sebelumnya, dianggap ini efektif untuk kemudian kita memahami apa yang terjadi di masa lalu," tukasnya.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas