Ahli Pidana Sebut Tak Adanya Visum Bukan Berarti bahwa Peristiwa Kekerasan Seksual tidak Terjadi
Ahli hukum pidana menyebut tak adanya visum bukan berarti bahwa peristiwa kekerasan seksual tidak terjadi.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kubu Putri Candrawathi menyinggung adanya kekerasan seksual dalam rentetan peristiwa kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dalam persidangan pada Selasa (3/1/2023).
Tim penasihat hukum Putri pun mempertanyakan soal pentingnya visum dalam pembuktian kasus kekerasan seksual.
"Apa konsekuensi jika korban kekerasan seksual tdak melakukan visum? Atau ada bukti lain sebenarnya yang bisa membuktikan adanya kekerasan seksual?" ujar penasihat hukum Ferdy Sambo, Febry Diansyah kepada Ahli Hukum Pidana dari Universitas Hasanuddin, Said Karim.
Menurut Said, tak adanya visum bukan berarti bahwa peristiwa kekerasan seksual tidak terjadi.
Baca juga: Jaksa Curigai Kertas Catatan yang Dibawa Ahli Hukum Pidana Kubu Ferdy Sambo Saat Sidang
"Tidak berarti dengan tidak adanya visum, bahwa ini dianggap tidak benar terjadi," ujarnya di dalam persidangan.
Jika tak ada visum, maka menurutnya masih ada alat bukti lain yang dapat digunakan dalam perkara kekerasan seksual.
"Kalau misalnya visum tidak ada, maka mungkin ada alat bukti lain yang digunakan untuk memberi penguatan tentang pembuktian terjadinya tindak pidana kekerasan seksual," kata Said.
Dia pun menyinggung keterangan dari saksi korban yang dalam kasus ini boleh dipercaya atau tidak. Sebab peristiwa kekerasan seksual hanya disaksikan oleh pihak korban dan pelaku.
"Orang yang mendengarkan kabar ini punya hak mau percaya atau tidak," ujarnya.
Selain keterangan saksi korban, Said juga menyebutkan adanya keterangan ahli yang juga dapat dijadikan alat bukti selain keterangan saksi korban.
Hal tersebut menurutnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
"Misalnya ada keterangan ahli yang membenarkan itu atau ada alat bukti lain yang tertera di dalam pasal 184 KUHAP, maka menurut ketentuan hukum ini, menurut Undang-Undang 12 tahun 2022 ini sudah dapat membuktikan terjadinya tindak pidana."
Baca juga: Ferdy Sambo Tak Bersedia Jadi Saksi Perkara Putri Candrawathi, Putri juga Tak Mau Jadi Saksi Sambo
Putri Menangis Ceritakan Kekerasan Seksual
Terkait kekerasan seksual ini, Putri Candrawathi sempat membeberkan perlakuan yang diterimanya saat menjalani uji poligraf.
Saat itu dirinya mengaku diperiksa oleh dua orang pria.
Seorang di antaranya merupakan saksi ahli yang hadir dalam persidangan Rabu (14/12/2022), yaitu Anggota Polisi Kaur Bidang Komputer Forensik, Aji Febriyanto Ar-Rosyid.
Seorang dari mereka menyampaikan bahwa Putri tetap harus menceritakan kejadian kekerasan seksul pada hari itu.
"Kalau tidak salah itu bapak Aji sendiri," kata Putri dalam persidangan pada Rabu (14/12/2022).
Spontan, Putri pun menangis pada saat itu. Terlebih, dia harus menceritakan tanpa pendampingan psikolog.
"Saya harus ceritakan peristiwa kekerasan seksual yang saya alami tanpa didampingi oleh psikolog atau wanita di dalam ruangan," kata Putri.
Pada akhirnya, dia memutuskan untuk tetap menceritakan kejadian yang dimaksud.
Hal itu karena dirinya takut dilabeli tidak kooperatif dalam pemeriksaan.
"Saya takut dibilang tidak kooperatif dalam pemeriksaan," ujarnya.