Jelang Usia 60 Tahun, Denny JA Bicara soal Negara Kesejahteraan hingga Agama Milik Semua
Karya-karya Denny JA di bidang politik, agama dan sastra kembali direspons oleh sejumlah intelektual dan rencananya akan diterbitkan kembali.
Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Sehingga ada ukuran untuk membandingkan kehidupan agama dan kemajuan masyarakat.
"Data menujukkan semakin miskin sebuah negara semakin agama dianggap penting. Semakin kaya sebuah negara semakin agama tak lagi menjadi rujukan kebijakan publik," jelasnya.
Denny mengkritik dua tendensi ekstrem dunia agama, yakni pendekatan tekstual yang menjadikan agama sejenis kontitusi ruang publik dan pendekatan yang sama sekali mengabaikan harta kartun agama.
Menurut Denny, sudah saatnya agama didekati sebagai kekayaan kultural milik bersama.
"Tak semua agama kita yakini tentu saja. Tapi agama yang tak kita yakini dapat diperlakukan sebagaimana layaknya kita menghayati sastra," jelasnya.
"Kita bisa memperlakukan 4,200 agama yang kini hadir di dunia sebagai warisan kultural milik kita bersama," sambung Denny, yang juga merupakan Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena.
Sedangkan di bidang sastra, Denny juga merujuk hasil riset yang menyebut bahwa mereka yang banyak membaca sastra, atau film dengan nuansa sastrawi akan lebih kuat solidaritas dan sensitivitas sosialnya.
Denny melihat data bahwa buku sastra, terutama buku puisi semakin tidak dibaca. Penyebabnya bukan karena publik meninggalkan puisi, tapi puisi yang meninggalkan publik.
Karena itulah, Denny bersama komunitasnya mengembangkan genre baru yakni puisi esai. Genre ini hadir dengan membawa semangat agar puisi kembali ke tengah gelanggang.
"Puisi esai merekam peristiwa sosial yang difiksikan. Kini komunitas puisi esai sudah meluas ke wilayah ASEAN," ujar Denny.