PAN: Unggahan Anies soal Upaya Pelemahan Demokrasi di Brazil tidak Ada Hubungannya dengan Indonesia
Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan unggahan Anies Baswedan soal upaya pelemahan demokrasi tidak ada hubungannya dengan Indonesia.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan unggahan Anies Baswedan soal upaya pelemahan demokrasi tidak ada hubungannya dengan Indonesia.
Diketahui, Anies sempat berbicara tentang film dokumenter berjudul The Edge of Democracy, yakni soal erosi demokrasi dan perjalanan politik Lula da Silva sebagai Presiden Brazil.
"Itu cerita di Brazil. Dan tidak ada hubungannya dengan Indonesia saat ini," kata Viva saat dikonfirmasi, Senin (2/1/2023).
Viva mengatakan Indonesia telah meninggalkan praktik pemerintahan otoritarianisme atau era orde baru (Orba).
Baca juga: Nonton Film Erosi Demokrasi, Anies Singgung Upaya Kriminalisasi Lawan Politik dan Kuasai Wasit
Di mana, kata dia, pada era Orba pemerintah meng-hegemoni kekuasaan seluruh lembaga negara, membungkam kebebasan pers, menyumpal suara kritis dari rakyat dan asosiasi atau LSM, mengendalikan kekuatan partai politik, serta menyetir lembaga penyelenggara Pemilu.
"Pemilu ada, tetapi sebelum pemilu, hasil Pemilu sudah ditulis. Itulah praktik negara otoritarian," ujar Viva.
Karenanya, Viva menegaskan berkat perlawanan rakyat kekuasaan pemerintahan otoritarianisme berhasil ditumbangkan.
"Untuk itulah ada perlawanan rakyat dan kekuatan pro demokrasi sehingga melahirkan era reformasi yang kita jalani hingga hari ini," ucapnya.
Namun, ia menuturkan film yang ditonton mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut merupakan sebagai bahan pelajaran bagi Indonesia agar semakin demokratis dalam membangun peradaban.
"Tidak boleh lagi set back, kembali ke demokrasi masa kelam. Peristiwa demokrasi di negara lain dapat menjadi pelajaran sejarah demokrasi Indonesia ke depan," ungkap Viva.
Viva melanjutkan saat ini pemerintah berkomitmen membangun demokrasi melalui berfungsinya mekanisme check and balances di tengah-tengah masyarakat.
Nonton Film Bareng Putra
Diberitakan sebelumnya, bakal calon presiden (Bacapres) yang dideklarasikan Partai NasDem Anies Baswedan mengunggah momen kebersamaan bersama putranya, Mikail Azizi Baswedan lewat Instagram pribadinya.
Baca juga: Ketua Relawan Anies Baswedan di Padang Dianiaya OTK, Alami Luka di Kepala dan Bibir Atas
Dalam unggahan tersebut, Anies bercerita jika momen awal tahun ini dirinya bersama putranya menonton sebuah film dokumenter berjudul The Edge of Democracy.
Anies mengatakan bahwa film tersebut bercerita tentang erosi demokrasi dan perjalanan politik Luiz Inacio Lula da Silva sebagai presiden Brazil.
"Menghabiskan awal tahun bersama Mikail dengan menonton The Edge of Democracy (2019) di Netflix. Dokumenter yang dibuat oleh Petra Costa, sineas perempuan milenial dari Brazil, bercerita tentang erosi demokrasi dan perjalanan politik Lula da Silva sebagai presiden," tulis Anies dalam Instagramnya, Senin (2/1/2023).
Menurut Anies, film tersebut bercerita upaya penyingkiran terhadap Lula da Silva atas tuduhan korupsi.
"Dokumenter ini lalu bercerita tentang upaya penyingkiran terhadapnya melalui pengadilan yang kontroversial atas tuduhan korupsi walau pada 2021 Mahkamah Agung membatalkan hukumannya," ujarnya.
"Kejatuhan Lula dan erosi demokrasi di Brazil membuka jalan bagi Jair Bolsonaro," ucap Anies.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku setelah menonton film tersebut dirinya teringat buku How Democracies Die atau Bagaimana Demokrasi Mati.
Buku ini merupakan terbitan 2018, yang ditulis oleh ilmuwan politik dari Universitas Harvard, yaitu Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.
"Menonton dokumenter ini mengingatkan pada buku How Democracies Die, bahwa ada tiga tahap untuk melemahkan demokrasi secara perlahan dan tak disadari," ungkap Anies.
Pertama, kata Anies, “kuasai wasitnya”. Ganti para pemegang kekuasaan di lembaga negara netral dengan pendukung status quo.
"Kedua, “singkirkan pemain lawan”. Singkirkan lawan politik dengan cara kriminalisasi, suap, atau skandal," ucap Anies.
Baca juga: Membaca Peluang Ganjar, Prabowo, dan Anies di Pilpres 2024
Ketiga, lanjutnya, “ganti aturan mainnya”. Ubah peraturan negara untuk melegalkan penambahan dan pelanggengan kekuasaan.
Anies menjelaskan pelemahan demokrasi secara perlahan seperti itu dapat sebabkan “shifting baseline syndrome”, yaitu perubahan secara bertahap dan perlahan hingga publik menjadi terbiasa dengan kondisi barunya yang sebenarnya buruk.
"Kondisi yang penuh oleh praktik yang dulunya dipandang tidak normal dan tidak boleh dinormalkan dalam demokrasi, tapi karena perburukannya berlangsung perlahan maka tanpa disadar dianggap kewajaran baru," tegasnya.
Ia menerangkan bahwa dari dokumenter tersebut dunia belajar jika demokrasi tidak boleh “taken for granted”, tapi harus terus dirawat.
Lebih lanjut, Anies mengungkapkan penyimpangan walau hanya kecil namun kontinyu terhadap etika dan praktik demokrasi akan menjadi lebar bila dibiarkan.
"Pesan pentingnya: bila terlambat maka akan menjadi terlalu berat untuk dikembalikan pada relnya," ungkap dia.
Ia menambahkan bahwa Lula da Silva dilantik menjadi presiden setelah mengalahkan Jair Bolsonaro dalam pemilihan umum (Pemilu).
"Ia berjanji hadirkan kembali program sosial dan hentikan deforestasi. Komitmen yang tentu harus dibuktikan dan harus dikawal oleh rakyatnya," imbuh Anies.