Masa Penahanan Ferdy Sambo Cs Diperpanjang hingga 6 Februari 2023
Masa tahanan para terdakwa kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yakni Ferdy Sambo Cs diperpanjang hingga 6 Februari 2023.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan perpanjangan masa tahanan para terdakwa kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yakni Ferdy Sambo Cs.
Dengan adanya penetapan tersebut, maka kata Pejabat Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Djuyamto waktu penahanan terhadap para terdakwa akan selesai pada 6 Februari 2023.
"Penetapan perpanjangan penahanan Ferdy Sambo dkk dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sudah turun. Masa perpanjangan penahanan tersebut mulai tanggal 08 Januari 2023 sampai dengan 06 Pebruari 2023 atau 30 hari," kata Djuyamto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/1/2023).
Perpanjangan masa tahanan itu dilakukan karena proses persidangan atas kasus tewasnya Brigadir J masih bergulir.
Sementara, waktu penahanan terhadap para terdakwa sudah selesai pada 9 Januari 2023.
Djuyamto menyebut, jika pada tanggal 6 Februari 2023 pemeriksaan perkara masih juga belum selesai, maka akan dimintakan permohonan perpanjangan penahanan lagi.
"Akan dimintakan perpanjangan penahanan yang kedua selama 30 hari lagi. Dasar hukumnya di Pasal 29 ayat 1, ayat 2, ayat 3b dan ayat 6 KUHAP," tukas dia.
Sebelumnya, Masa penahanan Ferdy Sambo diketahui akan habis pada 9 Januari 2023 pekan depan.
Terkait itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memastikan masa penahanan terhadap eks Kadiv Propam Polri itu akan diperpanjang.
"Setelah masa berakhirnya penahanan majelis hakim nanti tanggal 9 Januari di pengadilan negeri, nanti pasti majelis hakim melalui ketua pengadilan negeri akan meminta perpanjangan penahanan ke pengadilan tinggi atas dasar Pasal 29 ayat 1, ayat 2 dan ayat 6 tadi tentu itu sudah diantisipasi oleh majelis yang menangani perkara Ferdy Sambo dkk," kata Pejabat Humas PN Jaksel Djuyamto kepada wartawan, Selasa (3/1/2023).
Djuyamto memastikan Ferdy Sambo tidak akan dikeluarkan dari tahanan saat masa tahanannya habis nanti.
"Tidak (bebas) kita sudah nyusun per kalender sampai sebelum masa berakhir perpanjangan PT pasti akan sudah diputus," ucapnya.
Dalam pasal di KUHAP, kata Djuyamto, Pengadilan Negeri diperbolehkan untuk meminta perpanjangan masa tahanan bagi terdakwa jika masih melakukan pemeriksaan dalam persidangan.
"Jika pemeriksaan ternyata belum selesai di tingkat pengadilan negeri dengan masa penahanan 90 hari tersebut, bisa dimintakan perpanjangan ke pengadilan tinggi, dasarnya Pasal 29 ayat 1 ayat 2 kemudian di ayat 6 nya itu total masa penahanan yang bisa diberikan Pengadilan itu adalah selama 60 hari," ucapnya.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Baca juga: Ferdy Sambo Sebut Putri Candrawathi Ngamuk Diberitahu Terlibat Skenario Tewasnya Brigadir J
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.