Makna dan Sejarah Lampion dalam Perayaan Imlek
Tahun Baru Imlek identik dengan adanya lampion. Lantas, apa makna lampion dan bagaimana sejarahnya?
Penulis: Widya Lisfianti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Tahun Baru Imlek identik dengan adanya lampion.
Adanya lampion menjadi seperti suatu atribut budaya yang menandakan peralihan tahun dalam penanggalan Tionghoa.
Mengutip Britannica, Festival Lentera juga disebut Festival Yuan Xiao.
Festival Lentera dirayakan di Tiongkok dan negara-negara Asia lainnya untuk menghormati leluhur yang telah meninggal.
Mengutip laman binus.ac.id, legenda menceritakan lampion merah dipercaya dapat mengusir kekuatan jahat yang disimbolkan dengan binatang buas bernama Nian.
Baca juga: Mengapa Tidak Boleh Keramas dan Potong Rambut saat Imlek?
Nian berwujud seperti seekor banteng jantan berkepala singa.
Konon katanya, Nian meneror penduduk dengan memakan hewan ternak, tanaman, hingga anak-anak,
Nian takut akan tiga hal, yaitu api, suara bising, dan warna merah.
Karena itulah, untuk menangkal keberadaan makhluk tersebut, masyarakat menggunakan berbagai hal yang berwarna merah, termasuk lampion.
Memasang lampion dipercaya dapat menghindarkan penghuni rumah dari ancaman kejahatan.
Dalam budaya Tiongkok, lampion menggunakan warna merah karena memiliki makna pengharapan di tahun yang baru akan diwarnai rezeki, keberuntungan, serta kebahagiaan.
Warna merah juga menyimbolkan kemakmuran.
Baca juga: Mengapa Imlek Identik dengan Warna Merah? Ini Alasannya
Sejarah dan Makna Lampion Imlek
Bagi masyarakat Tiongkok, lampion memiliki cerita dan makna tersendiri. Lampion sudah ada sejak Dinasti Han (25-220 M).
Orang-orang dari Dinasti Han Timur membuat rangka lampion dari kayu, bambu, atau jerami gandum.
Kemudian mereka meletakkan lilin di tengahnya dan merentangkan sutra atau kertas di atasnya agar nyala api tidak tertiup angin.
Lampion digunakan untuk melapisi lampu atau untuk penerangan.
Selain itu, lampion juga digunakan untuk sembahyang ke tempat peribadatan setiap tanggal 15 di bulan pertama kalender lunar.
Inilah yang menjadi asal mula Festival Lampion yang diselenggarakan hingga sekarang.
Pada saat Dinasti Tang (618-907 M), lampion digunakan untuk keperluan yang lebih modern.
Lampion kertas mulai digunakan orang-orang untuk perayaan-perayaan yang sifatnya lebih luas.
Contohnya, sebagai bentuk syukur atas kehidupan yang damai.
Seiring berjalannya waktu, lampion diadopsi oleh para biksu Buddha sebagai bagian dari ritual ibadah mereka saat hari ke-15 bulan pertama kalender lunar.
Hingga pada akhirnya, lampion mulai identik dengan perayaan tahun baru dalam penanggalan Tionghoa.
(Tribunnews.com, Widya)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.