Futuristik, KUHP Nasional Harus Gencar Disosialisasikan
Tenggang waktu tiga tahun jelang diberlakukan, KUHP nasional harus gencar disosialisasikan
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KUHP baru untuk menggantikan KUHP peninggalan kolonial Belanda telah resmi diundangkan.
Disetujui oleh DPR pada 6 Desember 2022, KUHP baru masuk ke lembar negara pada 2 Januari 2023 sebagai UU Nomor 1/ 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Meski telah diundangkan, KUHP baru tersebut baru akan berlaku 3 tahun kemudian.
Guru Besar Hukum Universitas Negeri Semarang, Prof Dr R Benny Riyanto tenggang waktu tiga tahun jelang diberlakukan, KUHP nasional harus gencar disosialisasikan.
Pembentuk KUHP ini layak diapresiasi sebagai pembaruan norma dan sistem hukum pidana nasional.
Menurutnya, KUHP nasional ini sangat futuristik; karena memuat norma yang dapat menjangkau kebutuhan hukum di masa yang akan datang.
Baca juga: Pakar Hukum Sebut KUHP Baru Sudah Wadahi Kepentingan Luas dan Miliki 3 Pilar Fundamental
Contohnya pada Pasal 188 diatur bahwa yang bisa diancam pidana bukan hanya mereka yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, tetapi juga paham lain yang bertentangan dengan Pancasila.
"Jadi yang dimaksud 'paham lain' tersebut bisa diartikan paham ideologi apapun yang bertentangan dengan Pancasila pada saat ini maupun yang akan datang.
Ini termasuk hal baru yang perlu kita apresiasi, di mana dalam KUHP WvS (peninggalan kolonial Belanda) tidak ada," kata Prof Benny dalam acara sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Kalbar, Kamis (19/01/2023).
KUHP nasional ini, lanjutnya, juga mencantumkan rumusan tindak pidana baru, asli Indonesia yang lain, seperti tindak pidana seseorang yang menyatakan dirinya punya kekuatan gaib yang dapat mencederai orang lain, sehingga dapat menimbulkan tindak pidana baru (penipuan, pemerasan). Juga tindak pidana yang terkait kumpul kebo atau kohabitasi.
"Walaupun diatur bersamaan dengan perzinahan, tapi ini tindak pidana asli Indonesia karena istilah 'kumpul kebo' hanya dikenal di negara kita, dan ini bertentangan dengan nilai-nilai moral dan budaya bangsa kita," ujar Prof Benny.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Topo Santoso menilai KUHP baru mengandung banyak kelebihan.
Baca juga: Jadi Aktor Intelektual, Sesuai Pasal 340 KUHP Putri Candrawathi Dituntut Mati, Bukan 8 Tahun Penjara
Antara lain lebih mencerminkan nilai dan norma Indonesia sebagai negara berdaulat serta lebih sesuai dengan zaman modern.
Hal ini karena KUHP baru ini disusun oleh bangsa sendiri di era modern yang sudah sangat jauh berkembang dibanding saat KUHP kolonial disusun seratusan tahun lalu.
Contoh sederhananya, KUHP lama sebenarnya masih menggunakan bahasa Belanda dan diberlakukan di Indonesia dalam beberapa versi terjemahan.
“Kita memiliki tingkat kepastian hukum yang lebih tinggi dibanding KUHP lama buatan kolonial, dimana sekarang menggunakan bahasa Indonesia.
KUHP baru ini juga lebih jelas dalam berbagai hal, lebih sistematis, dan telah mengadopsi berbagai perkembangan teknologi informasi, ekonomi, budaya, dan masyarakat,” jelas Prof Topo.
Dengan berbagai kelebihan itu, menurut Prof Topo, KUHP baru bisa lebih menjamin keadilan.
“Itu diharapkan lebih menjamin keadilan bagi seluruh masyarakat, penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, dan praktisi hukum. Tapi dengan syarat harus segera dipelajari dan dipahami,” jelasnya.
Pembicara lain dalam sosialisasi, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Semarang, Prof Dr Pujiyono, menyatakan KUHP baru ini hendaknya menjadi kebanggaan nasional, karena merupakan produk semangat ingin melepaskan diri dari penjajahan.
"KUHP lama yang notabene nilainya berbeda dengan kita, sekarang kita rombak, kita buat KUHP yg sesuai dengan jiwa dan ruh kita.
Tentunya ini jadi kebanggaan kita. Kalau selama ini mengusung individualisme, liberalisme, sekarang kita susun dalam konteks munodualisme Bangsa Indonesia," tegasnya.
Kegiatan sosialisasi KUHP di Pontianak digelar oleh Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (FH Untan) bekerjasama dengan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI).
Dekan FH Untan, Sri Ismawati mengatakan, kegiatan ini merupakan bagian dari Tri Dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. Dimana kali ini bentuknya adalah informasi terkait materi KUHP.
“Ini salah satu cara kami memberikan pemahaman kepada masyarakat dan para civitas akademika. Karena ini merupakan materi penting dan perlu disegerakan, sebab pemberlakuannya tiga tahun yang akan datang kalau dihitung tidak lama lagi. Sehingga perlu sosialisasi lewat forum seperti ini,” tutur Sri Ismawati.
Sri menyebut, para peserta menyambut baik dan sangat antusias dengan sosialisasi KUHP ini. Menurutnya, dengan dihadirkan narasumber yang ahli dalam bidangnya juga memberikan pemahaman kepada para peserta yang hadir.
“Karena akhirnya kita tahu di dalam forum ini, bahwa dalam proses penyusunannya, KUHP ini memang diwarnai berbagai pandangan yang berbeda, kemudian berhasil disatukan. Dari hadirnya narasumber pun menjadi jelas akan ketidakpahaman, serta lebih terbuka,” ungkapnya.
Sementara perwakilan MAHUPIKI Pontianak, SY Hasyim menuturkan, kegiatan ini sekaligus untuk meminimalisir kesalahpahaman yang terhadi di tengah masyarakat, di lapangan atau media sosial. Dengan sosialisasi yang baik, KUHP akan dipahami dan bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di tengah masyarakat.
“Dengan sosialisasi ini tentunya akan membuat kita memahami secara utuh apa yang dirumuskan dalam KUHP. Sehingga kita tidak lagi ambivalensi dalam menyikapi KUHP,” kata SY Hasyim.